três

69 14 16
                                    



「 子供たちは夜に出るべきではない 」

« anak kecil nggak boleh keluar malam »



KATA ORANGTUA DARA, dulu, jangan mau sembarang diajak kenalan oleh orang asing. Kita nggak pernah tahu apakah orang asing tersebut baik, pencuri, atau penjahat kelamin. Tapi, bagi Dara, ajaran itu nggak lagi relevan di masa kini. Kebanyakan orang adalah orang-orang baik yang hanya berusaha untuk bertahan hidup di keseharian mereka, dan selama kita punya nalar yang baik, harusnya ngobrol dengan orang asing nggak akan mengundang masalah berarti.

Terdengar naif? Mungkin. Tapi, sejauh ini Dara nggak pernah mengalami masalah berarti saat mengajak kenalan orang asing. Sejauh ini, bahkan beberapa dari mereka sudah menjadi temannya—Nindya, Kak Gavin, dan, semoga setelah ini, Awan.

Namun, agaknya doktrin orangtua yang ngajarin jangan bicara ngasal dengan orang asing masih menempel erat di benak Awan. Meski mereka bahkan sudah meresmikan pertemanan mereka dengan berjabat tangan layaknya pejabat yang baru saja meresmikan sebuah fasilitas publik yang dananya sudah entah berapa kali dikorupsi.

"Tunggu," ucap cowok itu sambil kembali membenamkan hidungnya ke dalam paper bag berisi Roti O yang belum dimakan tadi. Sial, aromanya sudah mau hilang. "Emangnya temenan segampang itu? Nggak perlu ditatar dulu?"

Mendengar pertanyaan Awan, rasanya Dara ingin tertawa terbahak-bahak. "Temenan dimana-mana mah nggak perlu ditatar, Wan. Agit-agit sekolah kita aja yang kelainan." Dara berhenti sebentar sebelum bertanya, "Lo emangnya belum pernah temenan sama orang lain? Kayak waktu di SMP, gitu?"

Awan menggeleng. "Gue homeschooling waktu SMP."

"Wah?" Teman barunya ini rupanya jauh lebih menarik, se-enggaknya dari segi alur hidup, daripada yang Dara kira. "Homeschooling tuh rasanya gimana, sih?" Antusias mendengar ceritanya, Dara langsung memajukan dirinya ke arah Awan.

Dara sama sekali nggak tahu kalau pertanyaan yang ia lontarkan membuat Awan kembali teringat akan masa kecilnya. Bagaimana ia sudah mencicipi berbagai sekolah yang berbeda, berusaha mencari sekolah yang cocok untuknya. Bagaimana, semasa kecil, ia nggak jarang merasa tertolak di mana-mana. Terlalu biasa saat berada di antara anak-anak berkebutuhan khusus yang lain, tapi terlalu aneh di antara orang-orang biasa. Awan tumbuh besar sendirian, yang semakin diperparah dengan keputusan Mama untuk menyekolahkannya di rumah waktu SMP. Bagaimana, bahkan di sekolah biasa kayak SMA-nya sekarang, berteman tetap saja sulit. Bagaimana, saat ia kira satu-satunya cara agar ia akhirnya bisa punya teman adalah jika ia membiarkan dirinya ditindas oleh mereka yang dianggap punya kuasa. Se-enggaknya, hingga seorang cewek asing yang memanggil dirinya "Dara" ini datang layaknya pahlawan kesiangan dan menawarkan pertemanan tanpa syarat.

Luka-luka di tubuh Awan terasa semakin sakit.

Alih-alih menjawab pertanyaan Dara, Awan menangis.

"Eh? Lo kenapa?" tanya Dara, yang kaget melihat perubahan mood teman barunya itu. "Sorry. Gue nggak bermaksud, kalo emang pertanyaannya sensitif—"

Awan menggeleng. Bukannya memberi jawaban konkret, ia menggumam lirih sambil membiarkan Dara merangkulnya dalam usaha menghibur, "Makasih, Dara. Makasih udah mau temenan sama gue...."

「 子供たちは夜に出るべきではない 」

Ting! Begitu Dara keluar dari kamar mandi IGD untuk mengganti baju, sebuah notifikasi masuk ke ponselnya. Dari Kak Gavin, match Bumble[5]-nya minggu lalu dan salah satu dari orang asing yang menjadi temannya Dara tadi. Hari ini, mereka berencana mau nonton konser band favorit Dara bareng. Posdim? ketiknya. Dara membagi lokasinya sekarang—mau nggak mau, mengingat sekarang sudah jam enam—pada Kak Gavin. Agaknya, saat mereka bertemu nanti, Dara harus menjelaskan banyak hal.

seragam ini sangat mengganggu.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang