quatro

70 13 10
                                    



「 なぜ世界は1+1=2のように単純ではないのでしょうか? 」

« kenapa dunia nggak sesederhana 1+1=2? »


JAM DI LAYAR ponsel Awan menunjukkan pukul dua belas malam, dan ia masih belum bisa tidur. Sebenarnya, matanya sudah berat. Kayaknya, dokter-dokter meletakkan obat tidur atau apa di dalam infusnya, dan Awan tahu kalau ia harus banyak tidur kalau sakit, tapi Awan sudah terbiasa tidur jam satu subuh. Ia nggak bisa tidur jam sebelas, tidur jam dua belas, atau bahkan jam dua. Di bawah kasurnya, Mama sudah terlelap di atas kasur tipis yang disediakan rumah sakit, dengkuran halusnya semakin membuat Awan sulit tidur.

Awan melirik Roti O dingin yang ada di nakas. Roti tersebut sama sekali nggak tersentuh sedari tadi, palingan aroma khasnya yang sudah lama menghilang karena sudah dingin dan terlalu sering diendus. Sialnya, aroma itulah yang paling Awan butuhkan sekarang. Jika bau obat-obatan di ruang IGD tadi sudah cukup bikin Awan pusing, sekarang jauh lebih parah.

Awan menggigit roti tersebut, berharap semoga sembari ia makan sisa-sisa aroma khasnya masih dapat tercium. Rasanya aneh, memakan Roti O yang sudah dingin di tengah malam. Coffee bun beraroma khas itu sudah menjadi semacam comfort food baginya, yang selalu ia makan di stasiun MRT sepulang sekolah setelah seharian belajar dan ditatar agit. Di tengah-tengah keadaan yang seringkali bikin stres, Roti O seakan memberinya kebahagiaan kecil.

Sayangnya, Roti O yang sudah dingin dan nggak wangi nggak memberi kesan yang sama. Awan meletakkan roti yang baru setengah tergigit itu kembali di atas nakasnya dan meraih hand cream beraroma vanila yang juga terletak di sana. Biasanya, di masa-masa yang membuatnya nggak nyaman seperti saat ini, ia akan membalurkan hand cream tersebut di sekujur tangannya, lalu telapak tangannya ia endus-endus. Awan suka aromanya yang manis. Ia jadi teringat akan momen-momen di mana Mama mengajarinya membuat cookies di dapur rumah. Awan membalurkan krim berwarna krem itu di sekujur tangan kanannya yang tidak diperban.

Sambil tangan kanannya menutupi separuh wajahnya, tangan kiri Awan, yang jari-jemarinya masih bebas, digunakan untuk menggulir layar ponselnya dan mengecek notifikasi chat-nya yang mendadak membludak. (Sedari tadi ponselnya ia gunakan untuk mendengarkan album yang sama, Dark Side of the Moon-nya Pink Floyd, berkali-kali.) Yang menanyakan kabarnya dan apakah ia nggak apa-apa hanya Dara, yang nomor WhatsApp-nya baru ia simpan beberapa jam yang lalu. Sisanya, mulai dari grup kelas hingga group chat khusus utas Beki yang entah kenapa diberi nama "Paguyuban Pencinta Burung Hias Jaksel", malah sibuk meributkan... Dara. Teman barunya.

Sebuah video viral menunjukkan Dara joget bareng seorang cowok yang sama sekali nggak pernah Awan lihat di sekolah, posisi tubuh mereka begitu dekat dengan satu sama lain. Rupanya, setelah pulang dari rumah sakit tadi, teman barunya itu ngonser bareng seseorang yang kayaknya pacarnya. Awan bertanya-tanya bagaimana rasanya ngonser. Ia tahu kalau seumur hidup ia nggak akan pernah bisa nonton konser, mengingat konser biasanya ramai dan bising. Tapi, di sisi lain, mendengarkan lagu-lagu yang kamu suka secara live dan menyaksikan secara langsung perpaduan antara melodi, bass, dan tabuhan drum kayaknya seru.

Tapi, agaknya, teman-teman seangkatannya nggak setuju. Grup kelasnya mengomentari kalau Dara terlalu nekat dan bikin malu seangkatan, sementara Paguyuban Pencinta Burung Hias Jaksel mengomentari tubuh dan goyangan Dara dengan bahasa yang agak melecehkan. Di Twitter, nggak sedikit yang bahkan sampai mengatai Dara lonte, kalau diam-diam Dara jadi simpanan om-om, dan selentingan-selentingan nggak mengenakkan lainnya. Awan nggak ngerti kenapa nonton konser bareng cowok bisa membuat seseorang disebut lonte.

seragam ini sangat mengganggu.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang