Claudia tidak mengira, hari yang sangat tidak ia tunggu akhirnya datang juga. Entah kenapa ia merasa satu bulan itu sangat cepat. Dan benar saja, Levin mengurus semua surat-surat pernikahan mereka dengan sangat cepat hingga mereka bisa menikah hari ini juga.
Kedua orang tuanya serta adik-adiknya terlihat sangat bahagia hari ini. Ia dirias dengan riasan MUA terkenal yang biayanya fantastis. Meskipun sebenarnya Claudia sendiri adalah seorang make-up artist. Levin ingin yang terbaik untuk pernikahan mereka.
Pemberkatan dan resepsi dilaksanakan bersamaan dengan acara yang mewah di hotel milik keluarga Levin. Dan sejujurnya, saat ini tangan Claudia tengah gemetar saking takutnya. Ia ingin sekali membatalkan pernikahan ini, namun sudah tidak berdaya.
Seorang wanita muda masuk ke dalam kamar tempat ia di rias saat ini. Claudia yang hampir saja menangis sontak menahan air mata yang nyaris saja keluar dari matanya. Gadis muda itu tersenyum sopan kemudian mengangguk.
"Saya Vanessa Nyonya. Saya yang ditugasi oleh tuan Levin untuk membantu Anda mulai dari sekarang."
Gadis muda itu tersenyum padanya. Sementara Claudia hanya tersenyum tipis. Levin kaya raya dan berkuasa. Mungkin pria itu akan mengikatnya menggunakan gadis muda ini. Claudia tidak akan bisa bergerak bebas atau kabur karena Levin akan selalu memantaunya.
"Baiklah. Tidak masalah. Di mana Levin?"
"Sudah menunggu di altar Nyonya. Sebentar lagi acara akan di mulai. Saya ditugaskan menjaga Anda di sini."
"Tidak masalah. Aku sudah siap sebenarnya."
Ya, Claudia memang sudah siap secara fisik. Tapi dari hatinya yang paling dalam, ia berharap ini semua adalah mimpi. Ia tidak siap menikah dengan Levin karena takut dan tidak mencintai pria itu sama sekali.
Beberapa saat kemudian, Wibowo, Salma dan kedua anak mereka masuk ke dalam kamar tempat Claudia di rias. Mereka semua tampak sangat bahagia dan berdandan dengan pakaian mewah. Wibowo bahkan terlihat sangat senang karena tujuannya sudah tercapai.
"Ayo ke altar sekarang. Levin sudah menunggumu di sana."
Menghembuskan napas sejenak, Claudia meraih buket bunganya yang ada di atas nakas. Ia berdiri kemudian mengapit lengan Ayah angkatnya itu dan mereka semua berjalan menuju ballroom di mana akan ada pemberkatan sekaligus resepsi.Ide acara dari ibu Levin sebenarnya adalah pemberkatan tadi siang, dan resepsinya malam ini. Namun Levin menolak semua itu karena menurut pria itu akan sangat ribet jika tidak sekalian. Tidak ada yang membantah, sepertinya kedua orang tua lavin sangat senang melihat putranya menikah. Ya, setidaknya itu poin plus untuk Claudia. Kedua calon mertuanya terlihat sangat baik.
Di dalam ballroom, dekorasi sangat indah, megah dan meriah. Para tamu semuanya sudah hadir dan menantikan kedatangannya. Di ujung sana, Levin terlihat mengenakan setelan jas mewah dengan bunga di sakunya. Pria itu tampak berlipat-lipat lebih tampan dari hari-hari sebelumnya.
Dengan langkah pelan di iringi tatapan kagum dari para tamu, Claudia berjalan menuju altar didampingi oleh papanya. Terlihat di bawah, Salma, Radika dan Rania sangat bahagia. Claudia ingin menangis rasanya, mereka tapak menikmati kebahagiaan di atas penderitaannya.
Sesampainya di altar, Wibowo dengan bangga menyerahkan Claudia pada Levin. Hendrik dan Anita menatap putra mereka penuh haru saat Levin meraih tangan Claudia dari ayahnya lalu menuntun calon istrinya menuju altar di mana mereka akan mengucapkan janji suci pernikahan.
Dengan gugup, acara pemberkatan di mulai. Levin dan Claudia mengucapkan janji suci untuk pertama kalinya bagi keduanya. Setelah selesai, Levin dan Claudia saling berhadapan. Levin membuka vile indah yang saat ini dikenakan oleh istrinya.
Wajah Claudia tampak sangat cantik dengan riasan yang tidak begitu mencolok. Mata hijau zamrudnya membuat Levin benar-benar tergila-gila. Tanpa menunggu persetujuan Claudia, Levin mendekatkan bibirnya kemudian mencium bibir istrinya itu dengan lembut di hadapan semua tamu undangan yang saat ini bertepuk tangan meriah untuk kebahagiaan mereka.
**
Claudia duduk di pinggir ranjang dengan gelisah di temani Vanessa di sampingnya. Acara resepsi meriah sudah selesai. Dan sekarang ia ketakutan sendiri. Membayangkan Levin datang ke kamar ini lalu menyentuhnya, entah kenapa Claudia jadi takut sendiri. Padahal Levin suaminya sekarang. Sudah tugasnya untuk melayani pria itu di tempat tidur.
"Nyonya, saya permisi keluar sebentar ya. Saya belum makan sedari tadi. Saya lapar."
Claudia menoleh ke arah Vanessa yang tengah memegangi perutnya sambil menyengir. Wanita yang lebih muda darinya itu memang terlihat sibuk melayaninya sadari tadi. Mungkin karena sudah ditugaskan, Vanessa sampai lupa makan.
"Makanlah. Setelah itu kembalilah kemari untuk membantuku melepaskan pakaian berat ini."
"Apa tidak sekarang saja Nyonya?"
"Tidak, kau makanlah dulu."
Vanessa mengangguk kemudian keluar dari kamar hotel. Claudia menghembuskan napas berat, berusaha menetralisir segala kegugupannya agar tidak menjadi-jadi.
Beberapa menit kemudian, ia ingin melihat situasi di luar. Entah kenapa setelah ditinggal Vanessa ia jadi jenuh berada di kamar sendirian. Claudia berdiri kemudian melangkah menuju pintu kamar hotel. Claudia membuka pintu itu dan mendapati lorong hotel sepi. Hanya ada dua office boy yang sedang bersih-bersih. Maklum saja, kamar ini presidential suite, mungkin jarang ada yang menginap di tempat semahal ini.
Claudia keluar setelah dua office boy tadi tidak terlihat lagi. Ia ingin jalan-jalan dan melihat-lihat keadaan hotel untuk menetralisir rasa gugupnya. Ia melangkahkan kakinya menuju ke balkon. Namun, langkah Claudia terhenti saat mendengar suara gaduh dari sebuah kamar yang ada tepat di samping kamarnya.
Karena rasa penasaran menggerus rasa takutnya, Claudia memutuskan mengintip dari balik pintu yang tidak tertutup sempurna. Dengan jelas, ia bisa melihat Levin, suaminya tengah menendang sosok pria yang menelungkup tidak berdaya di lantai. Pria itu terlihat kesakitan dengan darah keluar dari bibirnya.
Levin menoleh, kemudian menampar seorang wanita hingga jatuh ke lantai. Pria itu terlihat sangat murka bahkan walaupun hari ini adalah hari pernikahan mereka. Claudia melihat dengan mata kepalanya sendiri, pria itu memegangi pistol dan mengacungkannya ke pria yang sudah tidak berdaya itu.
"Kalian berdua sudah berani bermain-main denganku. Kalian tahu bukan, aku tidak suka melibatkan polisi untuk urusan seperti ini. Aku lebih suka menyelesaikannya dengan caraku sendiri."
Doooor
Claudia memejamkan matanya saat Levin menembak lengan pria menyedihkan itu. Pria itu meringis kesakitan, namun Levin terlihat tidak iba sama sekali. Claudia yang melihat itu seketika ketakutan. Sebelum Levin mengetahui keberadaannya, ia segera meninggalkan tempat itu dan mencari kedua orang tuanya. Claudia harus mencari mereka agar membantunya lari dari tempat ini. Ia tidak mau bernasib sama seperti dua orang menyedihkan tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lost Princess ( On Going )
RomanceVanessa tidak menyangka, tindakannya untuk menolong seseorang justru menjadi boomerang bagi dirinya sendiri. Semuanya dimulai dari kejadian dimana majikannya yang terkenal dingin dan kejam akhirnya menikah dengan wanita pujaannya. Malam hari setela...