16. Pelupa

366 26 0
                                    

“Selamat malam! Boleh saya ikut duduk?” tanya Rowena pada pria berjubah hitam yang memiliki sepasang mata merah. Pria itu hanya duduk sendirian seraya memegangi gelas besar yang masih penuh terisi bir.

Dia tidak menyahut, hanya menatap Rowena sebentar, lalu berpaling. Rowena yang tak pantang menyerah pun kembali bertanya, “Apakah Anda sedang menunggu seseorang?”

Manik matanya bergulir, melirik Rowena. Dia tak suka pada gadis sok kenal sok dekat itu. “Bukankah masih ada kursi lain yang kosong, Nona?” Suaranya terdengar halus, tetapi nadanya menjelaskan bahwa dia merasa terganggu oleh kehadiran Rowena.

Rowena dan Lisa lantas celingukan mencari bangku kosong, begitupun dengan pria berjubah itu–pula hendak membantu mencarikan, supaya Rowena segera enyah dari hadapannya, sebab dia sedang tidak ingin diganggu. Namun, Rowena lekas menggeleng, ketika pria tersebut kembali menoleh padanya.

“Terserah,” ucapnya acuh tak acuh yang seketika membuat Rowena tersenyum puas di balik topeng, lalu duduk di kursi kosong di hadapan pria itu.

“Berapa bayaranmu sekali kencan?” tanya Rowena tanpa basa basi, setelah mendapatkan posisi duduk yang nyaman.

Lisa yang berdiri di sisi Rowena pun lantas membungkuk. “Apakah Anda yakin, Nona?” bisiknya cemas. Entah kenapa dia merasa bahwa majikannya telah salah membidik sasaran.

“Diamlah, Lisa! Diam dan tunggu saja,” tegas Rowena yang mulai risih dengan kecerewetan Lisa.

Lisa yang menghormati Rowena pun membungkuk patuh, menutup mulutnya rapat-rapat.

Dahi pria itu mengernyit, menatap wanita di depannya bingung. Namun, Rowena tidak dapat menangkap ekspresinya, sebab hanya dua bola mata pria tersebut yang tampak, selebihnya tertutup kain.

"Saya bayar dua kali lipat. Bagaimana?" tanya Rowena bersemangat. "Orang-orang bilang, lima ratus shilling sudah harga yang paling tinggi, dan saya bersedia membayar Anda seribu lima ratus shilling. Tugas Anda hanya menemani saya ke pesta teh." Dia menegaskan, tidak ingin membuat pria tersebut salah paham.

“Seribu lima ratus?” batin pria itu bergumam. Di satu sisi dirinya kesal pada Rowena yang salah mengiranya sebagai pria panggilan, tetapi di sisi lain, sulit menolak bayaran sebesar itu. Seribu lima ratus shilling bisa dia gunakan untuk membeli seekor kuda pacu ras murni Andalus yang cerdas dan energik.

“Sepakat! Tapi saya mau ada uang muka,” ucap pria tersebut setelah memikirkannya masak-masak. Dia adalah pebisnis dan sulit bagi seorang pebisnis sepertinya menolak uang sebesar itu, apalagi pekerjaan yang ditawarkan terbilang mudah.

“Sepakat!” Rowena menerima jabatan tangannya, lalu memerintahkan Lisa untuk memberikan kantong kecil berisi dua ratus keping shilling. “Sisanya setelah pekerjaanmu selesai. Setuju?”

“Saya mengerti.”

Selesai membuat kesepakatan, Rowena beranjak pergi dari sana. Dia dapat bernapas lega sekarang. Teman kontroversialnya sudah ketemu, tinggal mempersiapkan pakaian mereka. Akan tetapi, di tengah perjalanan pulang, tiba-tiba dia teringat sesuatu hal yang penting tentang tempat pertemuan dan pakaian yang harus pria itu kenakan.

“Lisa, apakah aku sudah menanyakan namanya?” tanya Rowena pada Lisa.

“Bukankah, Nona, sudah menanyakannya? Saya tidak terlalu memerhatikan setelah Anda menyuruh saya diam.” Tiba-tiba kepala Lisa merasa pusing. Dia yakin jikalau Rowena lupa menanyakan nama pria itu. Asumsinya tersebut berdasarkan pengamatannya selama beberapa hari ini. Rowena tiba-tiba berubah menjadi orang yang benar-benar pelupa. Mungkin karena amnesia yang kini dia derita, pendapat Lisa. Tapi, apakah amnesia akan membuat si pesakit melupakan kecerdasannya?

Rowena memijat keningnya. Meskipun kini dia sudah berubah menjadi Rowena, tetapi kebiasaan buruk Alamanda tetap saja terbawa-bawa. Salah satunya sifat pelupa tersebut. “Ini benar-benar membuatku gila,” gumamnya. “Minta kusir putar balik,” titah Rowena pada Lisa.

The Cruel Crown PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang