Dahlia mengerutkan kening. "Maksud Mami?"
"Perempuan! Anak itu rajin ke pabrik karena ada perempuan itu. Ah, itulah yang membuat hatiku kesal. Tak pernah berubah adatnya." Nyonya Whisnu menyeruput teh panas di dekatnya. Percakapan itu membuatnya berpikir bahwa dia membutuhkan lebih dari secangkir teh atau bahkan sepotong brownis.
"Perempuan di pabrik? Siapa?" Dahlia merasakan sedikit nyeri di dadanya. Sakti dan perempuan, bukan lagi berita baru. Tapi, kalau demi perempuan Sakti sampai rela bangun pagi untuk bekerja, itu luar biasa. Dahlia harus tahu detailnya.
"Ah, siapa itu namanya. Mahasiswi yang KKN kemari. Aku tak mau tau urusannya dengan pabrik, tapi kalo itu menyangkut Sakti, aku jelas tak bisa tinggal diam." Nyonya Whisnu meremas-remas kedua tangannya. "Perempuan itu pasti menggoda anakku. Aku tahu tabiat perempuan kota. Mereka banyak gaya, centil, aah ... Siapa itu namanya. Rumi ... Arum ... Oh iya ... Harum! Harum namanya. Kau ingat dia?"
Nama itu mengingatkan Dahlia akan sosok gadis manis, cerdas, dan sederhana. Meski hanya satu dua kali bertemu, meski selintasan saja, dia tak akan lupa. Sebab gadis itu membuatnya iri. Harum begitu menonjol di antara mahasiswa-mahasiswi lainnya. Saat dia bicara semua mata akan melihatnya, tak ada yang bersuara sampai dia selesai. Kata-katanya mengalir lancar, jelas, tegas, sekaligus enak didengar. Dia mahasiswi berpendidikan tinggi, bukan seperti dirinya.
"Ya, saya pernah bertemu dengannya di rumah, saat pertama kali dia datang ke desa kita." Dahlia menahan getir dalam perkataannya.
"Oh ya, tentu saja. Dia pasti datang menemui ayahmu. Dia juga pernah dibawa ke rumah sewaktu malam perjodohan itu yang akhirnya gagal."
Dahlia tercekat. Ada kilau sedih di matanya. Dia akhirnya mengingat gadis yang dibawa ke makan malam rencana perjodohan yang gagal. Ternyata gadis itu benar-benar ada di hatinya, kupikir hanya kerjasama mahasiswa biasa, batin Dahlia sedih.
Nyonya Whisnu menepuk pundak Dahlia. "Kau tenang saja. Aku akan bicara padanya untuk menjauh dari Sakti. Biar dia tau Sakti itu sudah ada yang punya."
Dahlia memaksakan diri untuk tersenyum. Menyingkirkan Harum bukan masalah yang sulit, tapi Sakti ... Bagaimana dia akan menghadapi laki-laki itu? Sama seperti dirinya, Sakti mempunyai jenis kesetiaan yang tak tergoyahkan jika menyangkut cinta. Dahlia tahu karena hari-harinya tidak pernah lepas dari mengamati pujaan hatinya.
****
Kerinduan sepihak mendorong kaki Dahlia melangkah menuju pabrik. Sesaat pun tak apa. Hanya melihat dan mendengar suaranya saja, setelah itu dia akan pulang. Senyum kecil tersungging begitu dia membayangkan wajah Sakti dan bagaimana laki-laki itu akan mengomel menyuruhnya kembali. Dengan langkah riang dia mengayunkan kresek berisi opak dan dodol, jajanan kesukaan Sakti. Di balik penampilan mentereng ala bad boy, untuk selera makannya dia lebih suka makanan sederhana khas desa.
Di persimpangan jalan menuju pabrik, Dahlia melihat tunangannya bersama Harum. Cuaca yang semula cerah mendadak jadi badai, memporak-porandakan hati, saat dia menyaksikan Sakti mengecup pipi Harum dengan penuh kelembutan, malu-malu bak gadis perawan. Sakti bukan gadis perawan! Kekasihnya banyak, meski dia tak pernah mau mengakui, dan Sakti tidak mencium mereka dengan cara demikian. Kecuali, Harum ....
Dada Dahlia memanas, mukanya merah padam, dia tak tahan melihat mereka saling melempar senyum tersipu-sipu. Dirogohnya dodol, opak, apapun yang ada ditangannya, dilemparkan ke arah dua sejoli itu. Beberapa di antaranya tepat mengenai kepala Sakti.
Sakti mengaduh, terkejut melihat Dahlia. "Apa yang kau lakukan gadis gila!!"
Dahlia melempar lagi semua sisa bawaannya ke arah Sakti. "Kamu yang gila!" Dia lari berbalik pergi sambil berurai air mata.
Sakti terpana, menatap semua penganan yang berserakan sia-sia di tanah. Dari bentuknya, dia hapal itu semua hasil karya Dahlia. Gadis itu dulu sering mencekokinya dengan kue-kue buatannya, sambil bergurau kalau Sakti adalah satu-satunya orang yang tak pernah menolak makanan buatannya.
"Kejar dia." Harum berkata setengah memaksa. "Aku tak mau dia salah paham tentang kita berdua."
Sakti menatap Harum tak percaya. "Apa maksudmu? Aku menyukaimu, Harum, bukan dia. Aku tau kau juga menyukaiku."
Harum bergeming. "Perasaanku, urusanku sendiri, Sakti, tapi Dahlia tunanganmu. Dia tak berbuat kesalahan apapun. Setidaknya kau harus jujur padanya. Bertindaklah selayaknya pria, oke?"
Sakti mendengus kesal. "Aku tak butuh drama ini, Harum. Aku juga tak bersalah. Mereka yang seenaknya memutuskan, bukan aku."
"Lalu apa kau pernah sekali saja bicara dengan baik kepada mereka? Kepada Dahlia? Apa kau tau bagaimana perasaan Dahlia padamu? Atau apakah Dahlia tau apa yang kau harapkan darinya?" Harum menggamit kedua tangan Sakti. "Jangan melarikan diri. Tidak ada yang akan berubah kalo kau tidak bicara."
Sakti menghela napas. "Baik, aku akan bicara padanya, nanti. Sekarang kita harus kembali ke pabrik. Kakekku akan semakin murka kalo tau aku gagal menyelesaikan pekerjaanku hari ini. Di balik semua sikap kerasnya padaku, aku yakin hanya kakek yang paling memahamiku. Aku akan minta bantuannya. Jadi, kau tenang saja, oke, Manis?"
Harum tersenyum, masih ragu apakah dia boleh membiarkan seberkas perasaan, yang tak berani disebut namanya itu, berkembang lebih jauh.
****
Di KBM, Joylada dan Opinia.id lebih lengkap.
KAMU SEDANG MEMBACA
DENDAM WARISAN
RomanceCerita ini terpilih 30 besar naskah finalis terbaik KWC 7 di aplikasi KBM App dan sudah tamat 30 bab. Siap-siap menuju sesion 2 **** Harum mahasiswa KKN dan Sakti preman kampung. Mereka bertemu dan berseteru. Namun, akhirnya mereka saling jatuh c...