[11-1]

3 1 0
                                    

Keindahan langit malam di desa Sagara tak mampu lagi menghibur hati Dahlia. Keyakinannya mulai goyah, saat melihat bagaimana Sakti tersenyum dan memandangi gadis lain. Betapa inginnya dia dipandang seperti itu, dikecup seperti itu. Dahlia menangis lagi.

"Dahlia? Aku tau akan menemukanmu di sini. Tempat persembunyianmu ini tidak pernah berubah sejak kau SD, huh? Kau sedang apa? Ayahmu mencarimu di rumahku dan ibuku menyuruhku menemukanmu. Dia bilang, jangan berani pulang sebelum kau bawa Dahlia! Ah, memangnya kau anak kecil, apa?" Suara yang sangat dikenalnya memanggil, berceloteh panjang lebar sebelum dia sempat membalas. Sakti memang seperti itu.

Dahlia menghapus air matanya diam-diam. "Kalo ibumu tidak memaksamu, apa kau akan tetap mencariku?"

"Hmm, biar kupikirkan ..." Sakti mengerutkan dahi. "Tidak, aku tidak akan mencarimu."

Dahlia mematahkan ranting di dekatnya lalu dilemparkannya ke arah Sakti. "Kau jahat! Jahat! Aku membencimu!"

Sakti tertawa, dia merentangkan tangan menyambut amarah Dahlia. Tapi gadis itu malah menghambur ke pelukannya. Dia melingkarkan kedua tangannya erat di pinggang Sakti, membiarkan dirinya tersedu-sedu di dada bidang pria itu.

Sakti menepuk-nepuk punggung Dahlia. "Maafkan aku, Dahlia. Kau gadis baik, kau temanku yang berharga."

Dahlia membenamkan wajahnya di kehangatan dekapan Sakti. Begini pun cukup, batinnya, setidaknya dia berharga. Sekali lagi Dahlia memutuskan untuk bertahan dan berjuang mengais-ngais sedikit cinta Sakti. Toh, hanya itu yang bisa dia lakukan.

Nyonya Whisnu menyambut Dahlia setibanya mereka di rumah. Ayahnya sendiri sedang asyik berbincang dengan Tuan Whisnu, sepintas Dahlia mendengar ada kata-kata mengenai lahan dan pabrik. "Sayang, kami mencemaskanmu. Jangan pernah pergi sendirian lagi malam-malam. Kau bisa minta Sakti menemanimu kapan saja kau mau." Nyonya Whisnu melirik tajam ke arah Sakti. "Dengar itu anak nakal! Kau harusnya menjaga Dahlia."

Sakti nyengir kuda. "Aku mau tidur. Besok pagi aku harus ke pabrik." Santai, dia melengang masuk ke dalam.

Nyonya Whisnu merangkul bahu Dahlia. "Jangan kau hiraukan dia. Ayo kita ngobrol saja di ruang makan, tak usah ikut pembicaraan membosankan para pria tua."

Pak Kades, ayah Dahlia, berpaling. "Ya, kami sedang berdiskusi di sini. Sebentar lagi kita akan pulang."

"Santai saja Pak Kades, jangan buru-buru." Nyonya Whisnu tersenyum maklum.

Di ruang makan, segera setelah mereka duduk berhadapan, Nyonya Whisnu berkata, "Dahlia, sayang, temani aku besok pagi."

"Mau kemana kita, Mami?"

"Sudah, pokoknya kamu ikut saja. Serahkan semua pada Mami, oke? Kamu cukup dandan saja yang cantik seperti biasa. Kompres matamu dengan mentimun sebelum tidur. Anak baik, seharusnya kau jangan membuang air mata terlalu banyak untuk bocah nakal itu! Lihat, sampai sembab begini. Akan kuberi pelajaran dia." Nyonya Whisnu menggertakkan gigi menahan emosi. Dahlia tak berani menebak apa yang berkecamuk dalam dada ibu dari pria kesayangannya itu.

****

Nyonya Whisnu mengajak Dahlia ke pabrik. Langkahnya cepat, lebar-lebar. Sepatu hak tingginya beradu dengan lantai semen. Dahlia kewalahan berjalan mengekor di belakangnya. Tanpa menghiraukan sambutan para karyawannya, wanita itu bertanya, "perempuan itu ..., mana dia?"

"Si ... Siapa, Nyonya?" yang ditanya balik bertanya.

"Halah, mahasiswi itu, Arum ... Rum ... Aku lupa lagi namanya!"

Saat itulah, Sakti yang sedang belajar komputer dan terhanyut dalam suasana penuh rasa bersama Harum tak menyadari badai apa yang akan menerjang mereka.

"Rum ..." desah Sakti. Sorot mata Sakti menjadi meredup. Aroma musk menguar dari tubuh Sakti. Harum refleks menoleh, sesaat ia terpana. Wajah Sakti sangat dekat. Bibir dan hidung Sakti menyentuh pipinya dan nyaris saja menyentuh bibirnya. Sehingga aroma mint dapat tercium dari mulut pemuda gondrong itu.

Mereka saling bertatapan dalam-dalam.

"Kalian?" Dahlia terperangah melihat Sakti dan Harum duduk berdekatan seperti hendak berciuman.

"Sakti!" Mata Dahlia memelotot kaget dan kemudian ada luka yang tercipta di sorot matanya.

"Kalian?" Sedangkan Nyonya Whisnu semakin terbit amarahnya melihat mereka terpergok berdua.

"Mami? Dahlia?" seru Sakti kaget.

Entah bagaimana ceritanya, Mamanya Sakti didampingi Dahlia memasuki pabrik yang selama ini tak pernah sekali pun ia sambangi.

Harum buru-buru menjauhkan tubuhnya. Pipinya bersemu merah karena situasi bersama Sakti sebelumnya ditambah kepergok oleh orang lain dan itu adalah ibunya Sakti dan bahkan orang yang dijodohkan dengan. Situasi canggung macam apa itu. Sungguh sangat memalukan.

Di saat yang bersamaan, Hazmi datang bersama dengan Gloria. Mata mereka berpandangan.

"Kau! Kau orangnya!" tunjuk Nyonya Whisnu.


***

Terima kasih sudah berkenan membaca dan meninggalkan jejak. Yuk spam vote dan komentar biar semangat update-nya.

DENDAM WARISAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang