Aku akan membawamu pulang. Pulang ke rumah yang memiliki tenang.
~Elle__________
Suara gemericik air terdengar begitu merdu di telinga. Air mengalir tenang melewati sela-sela jari kaki. Musim dingin telah berlalu, dan tergantikan dengan musim semi.
Elle menikmati suasana alam dengan duduk di tepi kolam air mancur. Kedua kakinya dia ayunkan di dalam air. Sungguh tenang, tapi tidak dengan pikirannya yang sedang melayang.
'Bagaimana caranya? Apakah di sini ada benda keramat yang bisa membantuku untuk kembali?' pikirannya masih berkecamuk tak tentu arah.
"Hey, apa yang sedang Kau lakukan, putri Elle?" tanya seorang lelaki yang tiba-tiba datang.
Elle pun mendongak dan mendapati wajah Eden yang tersenyum manis ke arahnya. "Tidak ada."
Kemudian Eden pun mengikuti Elle, berendam di kolam air mancur dan duduk di sebelahnya. "Hmm, ternyata airnya sangat segar untuk berendam," ucap Eden.
"Kenapa Pangeran datang ke mari? Apakah ada rapat?" tanya Elle.
"Tidak. Aku hanya berkunjung."
"Oh, baiklah."
Terdiam sejenak. Eden heran, kenapa akhir-akhir ini Elle selalu melamun. Lihat saja wajah Elle sekarang yang seolah sedang berfikir keras tentang sesuatu.
"Putri Elle? Jika Kau memiliki masalah, maka ceritakan itu kepadaku, aku akan membantumu," tutur Eden. Elle menggelengkan kepalanya, pertanda tidak ada masalah.
Sedetik kemudian, Eden tersenyum jahil. "Aku tau! Kau pasti memikirkan perjodohan itu kan?"
"Hmm ...."
"Putri Elle, lihatlah mataku," sahut Eden sambil meraup pipi Elle, agar Elle bisa melihat matanya.
"Mataku tidak pernah berbohong tentang apa yang terjadi di dalam diriku. Sejujurnya aku tidak pernah merasakan hal ini sebelumnya. Aku mencintaimu, dan akan tetap begitu. Percayalah, aku tidak pernah berbohong tentang hal ini."
Elle menatap kedua mata indah milik Eden dengan intens. Bukan senang dan bahagia yang Elle rasakan, tetapi perasaan sedih dan kecewa.
'Aku bukan Elle yang Kau cintai. Aku bukan dia.'
"Apakah Kau sungguh mencintaiku?" Elle.
"Ya, aku sungguh mencintaimu."
"Terima kasih, Pangeran," Elle tersenyum miris, "Tapi Kau mengatakannya kepada orang yang salah." lanjutnya dalam hati.
Elle pun kembali menundukkan pandangannya ke arah kaki. "Apakah Pangeran ingin mengetahui sesuatu?" ucap Elle tiba-tiba.
Eden menaikkan satu alisnya, penasaran. "Apa?"
"Aku buk-"
"Pangeran ... waktunya berkunjung ke makam Ibu suri," sahut Dean a.k.a ksatria, yang datang memotong pembicaraan Elle.
"Aishh! Kenapa orang-orang kerajaan suka sekali memotong pembicaraanku?!" gerutu Elle di dalam hati.
Eden menanggapinya dengan anggukan singkat. "Putri Elle, aku akan pergi. Kita akan membicarakan hal ini lain kali." Kemudian Eden pun beranjak pergi.
Elle yang masih kesal pun hanya mengerucutkan bibirnya dan menendang-nendang air. Tapi kemudian ada ide cemerlang yang hinggap di benaknya.
"Tidak masalah kan, kalau aku sedikit menganggu Ksatria itu? Hmm ...."
Dengan cepat Elle berdiri dan mengejar Pangeran dan Ksatria itu yang hampir jauh. "Pangeran!" teriaknya.
Eden yang mendengar teriakan Elle pun berhenti dan kemudian berbalik. "Bolehkan aku ikut bersamamu?" tanya Elle.
Eden menaikkan alisnya dan tersenyum jahil. "Ah, itu ... aku bosan jika terus berada di istana. Jadi aku ingin sedikit hiburan," jelas Elle sambil tersenyum manis.
Eden mulai mendekat ke arah Elle. Ia mengulurkan tangannya dengan posisi tubuh yang sedikit menunduk. "Silahkan Tuan Putri. Apapun keinginanmu," Eden. Elle pun menerima uluran tangan itu.
Sekilas Elle bisa melihat Dean yang tersenyum tipis. 'Kenapa kamu tidak cemburu, huh! Ck!'
'Sabar, aku harus mengawasinya. Tidak mungkin aku terjebak di dunia ini sendiri. Harusnya Dean juga ada di sini.'
***
"Aghhh! Kenapa dia tidak mati waktu itu?!" Seseorang itu sangat marah, sampai melemparkan vas bunga ke arah kaca. Alhasil kaca itu pecah berkeping-keping.
Prankkk ...
"Putri, mohon bersabarlah. Jangan seperti ini," ucap pelayan kepada 'Putri' yang dia sebut.
"Kau hanya pelayan rendahan! Apakah Kau berani mengaturku!? Apakah Kau berhak melarangku! HA!" bentaknya ke pelayan itu.
Pelayan itu gemetaran dan menggelengkan kepalanya kuat. "Ti- tidak, Tuan Putri ...."
Pelayan itu makin ketakutan ketika melihat 'Tuan Putri' yang mendekat ke arahnya. Tangan 'Tuan Putri' itu melayang ke arahnya. Pelayan itu sudah tahu, pasti dia akan dipukul habis-habisan. Sehingga pelayan itu menutup matanya rapat-rapat dan bersiap untuk pukulan yang akan dilayangkan.
"Jangan khawatir, itu hanya kaca biasa. Kau tidak bersalah, itu hanya kesalahan yang tidak sengaja." Pelayan itu heran dan membuka matanya dengan perlahan. Tangan yang ingin mengenai wajahnya tadi, sekarang berada di pundaknya.
"Ap- apa yang Tu- tuan Putri katakan?"
"Luciana ... Ada apa ini?" tanya seseorang yang tiba-tiba datang masuk ke ruang kamar itu.
"Tidak ada, Kak. Hanya kesalahan kecil yang tidak perlu diperpanjang," sahut Luciana dengan senyuman manis.
Gerald mendekat ke arah mereka. "Hmm ... Apakah Kau memecahkan kacanya?" tanya Gerald kepada pelayan. Pelayan itu mengangguk kaku.
"Hah, tidak perlu takut. Sekarang bersihkan saja pecahan kaca itu," tutur Gerald yang langsung dilaksanakan oleh pelayan.
Gerald kembali fokus kepada Luciana. "Ibu memanggilmu untuk pergi ke ruangannya. Pergilah, Ibu sedang menunggumu sekarang."
"Iya, Kak. Aku akan pergi sekarang." Luciana pun berjalan ke luar dan berniat menuju ke ruangan Ibu.
Banyak pelayan yang ada di ruangan Ibu saat Luciana masuk ke dalam. Luciana penasaran, kenapa Ibu memanggilnya. Luciana tersenyum lembut dan kemudian menundukkan kepalanya sopan untuk memberi hormat.
"Luciana. Kemari lah, Nak. Bantu Ibu memilih pakaian yang tepat untuk digunakan Elle saat menikah nanti."
Senyum luciana memudar. Tangannya pun menggenggam erat. Matanya menyiratkan kebencian yang sangat mendalam.
'Aku pastikan Kau akan mati Elle! Beraninya Kau merenggut semuanya dariku! Andai rencanaku waktu itu berhasil, Kau pasti sudah mati dimakan hewan buas!'
__________
KAMU SEDANG MEMBACA
CASTLE : Unwanted Dreams [Revisi Part]
RomanceApakah yang dimaksud mimpi? Mungkin beberapa dari kalian menyimpulkan bahwa mimpi hanyalah bunga tidur. Tapi bagaimana jika mimpi yang kalian anggap sebagai bunga tidur itu, malah menjadi suatu kehidupan yang dapat kalian kendalikan? Terdengar konyo...