#7

362 38 2
                                    

Taufan hanya terkekeh kecil sebelum ia berjalan menuju ruang tamu dan duduk di sofa yang ada di sana. Di Sana juga ada Blaze dan Thorn yang sedang bermain PS bersama, dan juga ada Ice yang tentunya sedang tidur dibawah dengan posisi terduduk dan kepala tersandar di sofa.

Taufan menggerakkan tangannya untuk mengelus pelan kepala Ice sebelum ia menghela nafas bosan. Ia bermain dengan rambut Ice sembari menatap layar TV yang memutar permainan PS yang dimainkan oleh Blaze dan Thorn.

Setelah beberapa lama, suara sang anak kedua itu memecahkan keheningan. "[Name] mana?" Tanyanya, keheningan melanda lagi beberapa saat sebelum Ice menjawab. "Dibawa sama ayah, gatau kemana." Katanya acuh. Anak kedua itu berjengit kecil, terkejut saat mendengar suara adiknya yang ia kira sedang tidur. 'Lah? Udah bangun toh?' Pikirnya. "Iya, udha bangun. Kebangun pas kakak mainin rambutku." Kata Ice yang membuat pemuda manik sapphire itu terkejut lagi.

".. Oh." Ucap Taufan sebelum ia berdeham kecil dan lanjut menonton game PS yang Blaze dan Thorn sedang mainkan.

Beberapa Jam berlalu, sang bulan naik menggantikan sang surya, dan langit berubah menjadi gelap. Kini, keenam anak Amato sedang duduk "manis" sembari berbincang hangat di meja makan sembari menunggu Gempa selesai memasak makan malam mereka.

Keheningan melanda ketika suara pintu depan terbuka, membuat mereka yang sedang duduk langsung berdiri dan berlari ke arah pintu.

Setelah tiba di depan pintu, mereka membeku saat melihat keadaan Ayahnya dan adik barunya itu penuh lebam dan luka, terutama [Name]. Setelah hening beberapa saat, Amato pun membuka mulut untuk menyapa anak-anaknya dengan canggung.

"Ee... Ayah pulang..?" Amato tersenyum canggung sembari mengelus pelan tengkuknya

Ke-enam bersaudara itu masih terdiam membeku sebelum akhirnya Gempa datang menghampiri kesunyian di depan pintu.

"Ada apa-..." Ia pun ikut membeku, terkejut dengan keadaan sang ayah dan adik barunya itu. Keheningan melanda lagi sebelum [Name] mendengus pelan. "Aku duluan, mau mandi." Katanya pelan sebelum ia melangkahkan kaki dari sana menuju anak tangga. Namun, belum sempat ia menaiki anak tangga pertama, lengannya ditarik oleh si sulung yang sedang menatap ayahnya tajam.

"Jelasin. Sekarang." Ucap Halilintar. Ada kekesalan yang terpendam dibalik suaranya itu. Ia ingin tahu, siapa yang telah membuat ayah dan adiknya itu terluka. Amato menelan salivanya susah payah, nyalinya menciut saat dihadapkan dengan tatapan tajam nan dingin anak sulungnya itu.

Padahal, saat perjalanan pulang di mobil tadi, ia sudah percaya diri akan dengan berani berhadapan dengan anak-anaknya dan menjelaskan apa yang sudah terjadi di misi yang mereka jalankan. Tapi giliran di tatap seperti itu, entah kemana keberaniannya itu.

"A-anu.. I-itu.." Ia mendadak panik, membuat seluruh kata-kata yang ia bangun untuk menjelaskan apa yang terjadi sebelumnya di mobil hilang seketika. [Name] menatapnya malas sebelum ia membuka suara. "Aku lengah, sempet ketangkap. Jadinya gini deh." Ucapnya acuh.

"Lengah? Ketangkap? Kamu tau kerjaan ayah? Kamu udah diajakin ngejalanin misi sama ayah?" Tanya Halilintar bertubi-tubi. Ia tidak mengetahui kalau adik angkatnya itu sudah bekerja dengan ayahnya sejak ia berumur 9 tahun hingga kini dia berumur 16 tahun sebelum akhirnya diangkat menjadi anak adopsi ayahnya.

".. Kamu belum kasih tau mereka?" [Name] menoleh kearah Amato dan menatapnya bingung. Amato tersenyum kikuk. Sepertinya, banyak hal yang harus ia jelaskan ya?

 Sepertinya, banyak hal yang harus ia jelaskan ya?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kini, mereka semua berkumpul di ruang tamu. Ke-tujuh kembar itu mendengarkan penjelasan Amato dengan seksama, namun sesekali menatap [Name] yang sedang mengobati lukanya dan membalut lengannya dengan perban secara perlahan agar rapi.

"Sebenarnya, [Name] itu anaknya paman Axel. Dan [Name] sudah menjadi bagian dari T.Corp sejak dia 9 tahun, karena paman Axel memaksanya masuk ke T.Corp agar [Name] bisa menjaga dirinya." Jelas Amato. Semuanya terkejut mendengar pernyataan ayahnya. 9 tahun? Ada apa dengan pikiran teman ayahnya itu? Solar pun mengangkat suara. "Paman Axel? Maksud ayah paman Axel Frederick?" Tanyanya sedikit terkejut. Ia tidak pernah mengetahui kalau teman ayahnya itu memiliki anak perempuan.

Pasalnya, ia cukup dekat dengan Axel karena mereka memiliki hobi yang mirip, yaitu meracik sebuah ramuan aneh. Tak jarang juga Solar mengunjungi rumah Axel, hanya untuk meracik ramuan aneh bersama. Tapi tak pernah sekalipun Solar melihat [Name] disana.

"Iya, siapa lagi kalau bukan dia?" Ayahnya terkekeh pelan. "Tapi kok Solar gak pernah liat [Name] di rumah paman Axel?" Ungkapnya bingung. "Biasanya saya dititipkan ke rumah kakek nenek, biar ga ganggu kerjaan ayah ibu." Kali ini [Name] yang membuka suara. Solar menatapnya sebentar sebelum ia bersandar di sofa dan menghela nafas pelan.

"9 tahun? Paman Axel ga salah?" Taufan menatap ayahnya tercengang. Ia tahu betul bagaimana pola latihan di T.Corp. Ia saja seorang laki-laki yang notabenenya memiliki mental yang lebih kuat dari perempuan, saat menjalani latihan T.Corp menangis ketika kembali kerumah lagi. Apalagi [Name]? Seorang perempuan, 9 tahun pula.

Amato terkikik geli, belum sempat ia berbicara, [Name]membuka mulutnya untuk berbicara. "Ini udah belum? Saya mau ke kamar." Katanya acuh sembari memasukan kembali obat-obat dan perban yang ia gunakan kedalam kotak obat.

Amato mengangguk pelan. "Iya, udah boleh." Ucapnya sambil tersenyum tipis. [Name mengangguk sebelum ia akhirnya membawa kotak obat tadi bersamanya dan menaiki satu persatu anak tangga menuju ke kamarnya.

Sesampainya di kamar, [Name] meletakkan kotak obatnya di meja rias sebelum ia mengambil satu set piyama dari lemarinya dan sebuah handuk lalu masuk ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.

Beberapa menit kemudian, ia melangkah keluar dari kamar mandi menggunakan set piyama berwarna f/c sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk. [Name] berjalan menuju kasurnya dan mendudukan dirinya disana. Ia mengambil ponselnya yang tergeletak di meja samping kasur dan mulai menyusuri data-data para bandar narkoba yang telah ia kumpulkan.

[Name] merebahkan dirinya di kasur dan menghela nafas pelan. Ia mematikan ponselnya lalu menatap langit-langit kamarnya. "... Kangen ibu deh." Gumamnya pelan. Pikirannya memutarkan sebuah kenangan dia bersama dengan ibunya. Otaknya terus memutarkan kenangan-kenangan [Name] bersama ibunya seperti radio rusak dan akhirnya, [Name] pun tertidur.

To Be Continued
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

A/N: HALLOOO, AIM BEK BRODERR maap ya hiatusnya kelamaan awkkakwka

Aku mau kasih link ngl di bio gusy, isi sesuai isi hati kalian aja yah WKWKWK

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 02, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

7 Elemental Brothers| Boboiboy Elemental X reader [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang