🦋🐼 •i will never not think about u•

639 45 3
                                    

buat yang kemarin-kemarin req haruhoon, this is for u guys

enjoy.

"oh?"

"hai,"

aku dan yang di luar pintu terkekeh pelan setelahnya, tahu kalau acara yang sedang berjalan memang bukan selera. terlihat dari bukannya bergabung dan ikut meramaikan dentingan gelas bertemu gelas, kami justru malah menepi mengais sunyi di balkon restoran.

"sebenernya aku kaget kamu dateng ke acara kayak gini," ujarku, yang disambut tawa. "aku pun juga nggak nyangka," jawabnya. lalu ia menyempatkan diri untuk meluruskan, "dipaksa sama kak sahi. kamu tau lah dia kalo bawel kayak gimana,"

lalu, asap yang dihasilkan karena hisapan mulutnya dengan pod yang sejak datang ia kalungkan menyapa indera penciuman. walau wanginya tidak semengganggu asap rokok— baunya lebih menyerupai anggur — tetapi tetap saja aku mengernyit kurang nyaman.

mungkin perubahan ekspresi wajahku bisa terlihat, karena setelahnya ia mengibaskan tangan untuk mencegah asap itu supaya nggak terbang lebih ke arahku. "sori, sori. lupa kalo kamu nggak suka."

"kayak sama siapa aja," jawabku, dengan canda, walau terbesit rasa syukur karena tangannya nggak lagi memegang barang itu untuk ia hisap.

tapi yang aku baru tangkap adalah mungkin itu caranya untuk mengajakku bergabung dalam diam. maka dengan berat aku gerakkan tungkai kakiku untuk mengajak seluruh tubuhku berdiri di sampingnya.

kali ini wangi vanilla yang terlalu familiar menyapa, membuatku tersenyum tipis; sedikit lega karena ada sesuatu yang masih bisa aku kenali tentang dirinya.

atau ini sendu? rindu? aku juga kurang paham. karena terakhir aku mencium wangi ini adalah saat ia mengucap perpisahan di apartemen, meninggalkan aku seorang diri bersama luka yang waktu itu aku nggak tahu kapan akan mengering dan pulih.

"apa kabar, kak?"

suaranya nggak berubah. masih sehalus kapas, masih sedalam lautan, masih dengan semena-mena membuat aku jatuh.

"baik," jawabku, sekenanya. watanabe haruto nggak perlu tahu perjuangan susah payahku dalam melupakan semua kenangan tentang dia dan tujuh tahun yang kita bagi. "kamu sendiri apa kabar, ru?"

"baik. could be better, tapi baik," kekehan khasnya kutangkap jelas, membuatku meremas pagar balkon lebih keras.

aku memperhatikan lelaki di sampingku dengan seksama— ku pikir aku berhalusinasi, tetapi memang benar poros wajahnya menegas. mungkin karena faktor umur, mungkin karena pendewasaan.

rambutnya tertata rapi dengan poni turun bak pekerja kantoran pada umumnya, tapi gaya berpakaiannya nggak jauh-jauh dari kaos oblong hitam dengan celana khaki seperti yang sering ia pakai saat berangkat kuliah dulu.

"kak jihoon,"

lamunanku buyar seketika. "iya?"

"masih cantik," ucap haruto tiba-tiba, setelah kepalanya menengok ke arahku untuk beberapa saat.

aku nggak suka watanabe haruto yang ini—tatapan matanya nggak bisa aku tebak sama sekali. "kamunya,"

watanabe haruto itu pria yang keji. dari semua makhluk hidup di dunia, harusnya aku yang paling paham akan fakta itu.

aku terdiam, nggak menjawab. kalau aku merasa pipiku memanas karena tatapan dan pujian dari lawan bicaraku, aku akan pura-pura kalau hal itu sedang tidak terjadi. tetapi tawa haruto membuyarkan konsentrasiku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 20 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

lil crazy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang