"Tuan..."
"Tuan..."
"Sudah waktunya bangun Tuan..."
Suara menggema membuat kesadaran pemuda mungil terusik dari tidur. Mata almond eye berwarna biru langit mengintip-ngintip pelan. Tubuhnya yang mungil mulai membuka sedikit selimut hangat yang menutupi seluruh tubuhnya.
Betapa kagetnya melihat sosok pria tua berdiri di depannya. Pria itu memakai pakaian rapi seperti pelayan rumah. Ia berdiri kokoh melihat kearahnya dengan tatapan lembut. Membuat Ersya kembali melamun seperti anak kecil.
"Sudah waktunya bangun Tuan Ersya." Ucap Paman Harry tersenyum lembut.
Paman Harry adalah ketua pelayan rumah. Ia berperawakan layaknya pria tua biasa. Rambutnya sudah mulai memutih. Dirinya seorang beta.
Ersya disatu sisi masih mengejapkan mata. Melihat ekspresi Tuannya membuat Paman Harry tersenyum lembut. Ia sudah menganggap Ersya sebagai anak manisnya. Lihatlah, siapa yang tidak gemas melihat kecantikan Ersya walaupun ia laki-laki.
"Tuan Ersya, Tuan Darel dan Nyonya Amara sudah menunggu sarapan di bawah. Bangunlah, saya undur diri kalau begitu." Ucap Paman Harry.
Sebelum pria tua itu melangkah keluar, Ersya menarik halus ujung baju Paman Harry. Membuat Paman Harry membalikkan badan.
"Ada yang bisa saya bantu lagi Tuan?"
"Eh, maksudnya Darel Mallory dan Amara Fareeha Paman?" Ucap Ersya membuka mata lebarnya yang terkesan imut.
"Iya Tuan Ersya. Ada apa, hm?"
"T-tidak hehe. Kalau gitu nanti Ersya menyusul saja. Suruh mereka makan duluan saja ya Paman. Ersya mau mandi dulu." Ucap Ersya sambil menggaruk rambut yang tidak gatal.
Paman Harry tersenyum lembut. Berbanding terbalik dengan hatinya. Ia cukup sedih mengingat kemarin omega yang di depannya ini dicaci maki oleh suaminya sendiri hanya karena merebut tontonan TV gadis omega yang tiba-tiba datang di rumah ini.
"Baiklah, jangan lama-lama."
"Hm! Iya Paman."
Selepas itu, Paman Harry meninggalkan Ersya sendiri. Ersya selama ini menahan diri untuk tidak berteriak. Alhasil ia hanya bisa teriak batin.
Dirinya masih tidak percaya. Ersya dengan langkah lemah berjalan kearah cermin meja hias. Ia melihat wajah rupawan yang tidak jauh berbeda dengan dirinya di masa lalu. Hanya saja, ia matanya berwarna biru sedikit lebih cerah. Tentu saja, tinggi tubuhnya jauh lebih pendek. Sekitar 160 cm.
Lagi-lagi dirinya ingin menjerit. Namun, takut jika terdengar orang lain. Matanya mulai berkaca-kaca. Air mata mulai berjatuhan membasahi pipi lembutnya.
Hiks
Hiks
Hiks
Tangisan itu tidak terhenti bahkan saat ia mulai membersihkan diri.
"Kenapa aku bisa masuk ke dalam novel ini... Hiks..."
Tangis itu berhenti justru ketika ia melihat lemari pakaiannya yang begitu mewah. Banyak sekali merek pakaian mewah yang selalu ia inginkan.
"Wah, Ersya. Dirinya sungguh kaya." Ucapnya seraya memilih baju.
Ersya memilih kemeja putih polos ukuran lebih besar dari tubuhnya dan celana putih pendek sepaha dengan bahan katun. Ia melihat dirinya di cermin besar.
"Apa aku memang terlihat lebih feminim?"
"Ah iya, aku kan omega..."
Dirinya mengingat kembali alur cerita novel Cinta Pertama Amara. Tentu saja, Ersya bukanlah tokoh asli pada novel tersebut. Ia tidak ingin berakhir menderita seperti tokoh Ersya asli. Dirinya justru sedang merias wajah cantiknya tipis. Menyisir rambut pendek halusnya yang berwarna cokelat tua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hidup Bernuansa Biru
RomanceTidak pernah terpikirkan oleh Ersya jika dirinya akan bertansmigrasi ke dalam novel Cinta Pertama Amara. Satu hal yang dirinya sadari jika ia menjadi sosok antagonis omega pria yang berakhir dengan kematian. "Aku akan cerai dan hidup dengan baik!"