Putih Abu

1 0 0
                                    

Vote komen, sayang!💓

Ratu meletakkan tas berwarna cream miliknya di samping kursi meja makan yang tengah ia duduki. Ia menatap sang mamah yang tengah sibuk mengoleskan slai rasa coklat ke dalam  roti.

"Ini pah, rotinya." Mamah Ratu memperhatikan Ratu, "kamu mau slai rasa apa, sayang?"

"Sama kayak Papah, mah."

Mamah Ratu mengangguk dan mulai menyiapkan roti untuk ia hidangkan pada sang anak.

"Liam jemput kamu, nak?"

Sepenggal pertanyaan dari sang Papah membuat Ratu terdiam, kemudian ia menggeleng pelan, "Ratu ga tau, pah."

Mamah Ratu kemudian mendudukkan dirinya tepat di kursi yang berhadapan dengan Ratu, "ini nak." ucapnya seraya menyodorkan Roti yang telah selesai ia sajikan. "Kayaknya kayak biasanya deh pah." lanjutnya menjawab pertanyaan Papah.

Ratu mengernyit tak paham, "biasanya, mah?"

Setelah menelan roti yang berada di mulutnya, mamah Ratu berujar ringan, "Dia berangkat duluan."

"Hah?"

"Iya, nanti kamu berangkat sama Papah aja." ucap sang Papah.

Ratu terdiam, 'kirain Liam sebucin itu sama Ratu. Tapi emang bucin ga sih? Trus alasan apa dong yang buat dia kagak berangkat skola bareng Ratu selama ini?'

"Ratu?"

"Ya, mah?"

"Inget pesen Papah kamu semalem, kamu ini udah sma. Bukan masanya main-main terus." tutur sang mamah dengan lembut.

Ratu ingin sekali membuang napas, kesal, sungguh! Tapi yang bisa ia lakukan hanya mengangguk seraya mengucap, "yah mah, ga janji."

Betul bukan? Buat kedepannya tak ada yang tau.

••••

Ratu menyalimi tangan sang Papah.

Kemudian berjalan turun dari mobil dan melangkahkan kakinya memasuki gerbang sekolah bernuansa soft blue itu.

''pecinta estetik pasti udah foto-foto si ini," gumamnya, "untng gue bukan."

Ratu mengedarkan pandangannya, banyak sekali orang-orang yang memakai seragam sepertinya. Ia kemudian berjalan pelan menyusuri koridor. 'ga ada yang gue kenal' ucap batinnya.

"Oemnji!" Ia tersentak kaget tatkala mendapati tangan seseorang menggenggam tangan mungilnya.

"Sini ikut aku."

Ratu terdiam, ia baru sadar. Kenapa dirinya baru sadar, ketika bersama seseorang di depannya ini, ia banyak diam dan menurut. Ada apa dengan dirinya?

"Ini kelas kita."

"Kita?"

Liam mengangguk seraya tersenyum manis, "iya," jawabnya lembut, "ayo masuk!"

Lagi lagi Ratu menuruti dan berjalan memasuki kelas.

Kesan pertama yang ia dapati adalah, ramai.

"Kita duduk di sini aja."

Ratu melotot kaget, "duduk paling depan?"

Sungguh tak pernah ada dalam sejarah selama ia hidup di dunianya dulu, ia akan duduk di paling depan. Menurutnya ini hal yang paling menyeramkan!

Melihat Liam yang mengangguk santai, Ratu berdecak, "aku ga mau, kita di belakang aja."

Liam mengernyit heran, "biasanya juga kita di depan."

Mendengus pelan, Ratu sekarang paham. Dengan tampang uang sangat terpaksa, Ratu duduk dan mulai menelungkupkan kepalanya di atas meja.

Liam yang melihat itu hanya menggeleng, kemudian duduk tepat di samping Ratu. Ia mengelus rambut Ratu dengan lembut. 'aku sayang kamu, Ratu.' batinnya berucap lirih.

Ratu mendesah nyaman, sungguh, tak ada dalam niat dalam hatinya merelakan sosok seperti Liam ini. Yang baik, pengertian, dan treat dirinya layaknya Queen.

Dalam kehidupan sebelumnya, ia boro-boro merasakan ini. Yang ia rasakan hanya hubungan yang tidak sehat, toxic dan tak pantas untuk di jalani walaupun masih dalam batas wajar si. Tapi tetap saja, Liam ini langka. Tak boleh ia sia-siakan!

Ketenangannya sirna, tatkala ia mendengar tak ada sayup-sayup suara berisik teman-temannya.

Ia mengangkat kepalanya, dan langsung bersitatap dengan seorang wanita paruh baya yang mengenakan kacamata khasnya.

Dengan aura yang terpancar lembut, seseorang itu berkata, "anak-anak, sebelumnya perkenalkan. Saya Ajeng Larasati. Panggil saja ibu Ajeng. Saya wali kelas kalian di kelas 10.2 ini."

Satu kelas kontan tersenyum lembut, sebagai bentuk penghormatan dan sopan santun kepada wanita di depannya ini.

Ibu Ajeng yang melihat itu tersenyum, "baiklah. Saya absen kalian satu persatu ya? Perhatikan dengan seksama, manfaatkan sesi absensi ini untuk kalian mengetahui nama teman-teman kalian."

Di rasa mendapati respon yang positif. Ibu Ajeng berjalan duduk di meja guru yang tengah di sediakan. Beliau mulai mengabsen satu persatu siswa siswi yang akan menjadi anaknya—tentu saya karena ia wali kelas.

Selama itu pula Ratu mendengarkan dengan seksama. Sesekali ia mengedarkan pandangannya. Benar-benar ingin tau nama serta wajah teman-temannya.

Liam yang melihat itu hanya tersenyum gemas.

Sampai fokus Ratu buyar tatkala nama seseorang yang sangat ia hindari terlontar dengan begitu ringan.

Tristan.

Ya, nama itu! Tapi bukankah nama Tristan ada banyak, bukan? Tak mungkin hanya satu.

Begitulah keyakinan Ratu. Namun tak ayal perasaan cemas masih melingkupi dirinya.

TBC

Gimana hari ini? Semoga happy yaa!
Kalau cape istirahat, okei?😍

Apapun itu. Mari mulai berdamai dengan diri sendiri!

Minggu, 19 mei 2024

TRANSMIGRASI RATU [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang