Januari 2024.
Minggu ketiga bulan Januari, guru-guru mulai memberikan informasi terkait ujian praktik yang harus kami lakukan. Semua mata pelajaran di sekolah memiliki tugas ujian praktiknya masing-masing. Ada yang sulit, juga ada yang mudah. Kebanyakan, ujian praktik harus dilakukan secara berkelompok. Hal yang aku takutkan kemarin kembali menjadi beban pikiranku.
"Duh, gimana ya kalau anak itu satu kelompok sama aku." Aku terus-menerus memikirkan itu dalam lamunanku.
"WINNN!" Tak terasa Jepri sudah memanggilku lima kali dan aku tidak mendengarnya sama sekali. Aku jatuh dalam lamunanku lumayan dalam hingga aku benar-benar seperti orang yang tak sadarkan diri.
"Hmmm.... Mulai.... Mikir siapa lagi?"
"Ha? Enggak kok... Sotoy banget dah." Aku mengelak. Aku tidak mau teman-teman ku tahu jika aku masih memikirkan masalah itu. Padahal, aku sendiri yang bilang kepada mereka kalau aku menganggap masalah ini sudah selesai. Namun tetap saja. Semua hal yang sudah aku korbankan untuknya, atau setidaknya uluran tangan yang sudah aku berikan kepadanya, sudah sangat banyak rasanya.
"Ada apa Jep?" Aku mengubah cara bicaraku agar aku terlihat seperti tidak memikirkan sesuatu.
"Ada sesuatu, penting banget! Tapi kamu jujur dulu. Kamu tadi mikir apa."
"Lah aku emang nggak mikir apa-apa kok. Kenapasih kepo banget."
"Win.... Win.... Tenang dulu dong. Dari nada bicaramu yang naik turun aja aku udah tau. Masih mikirin dia? Kenapa? Ada yang belum selesai?" Seolah Jepri tahu apa yang ada dalam pikiranku ini. Tak ku sangka ia juga memahami masalah yang aku alami, meksipun aku tidak menceritakan secara spesifik.
"Oke.... Bentar...." Aku mengatur nafasku sambil memikirkan alasan lain yang cocok untuk digunakan sebagai jawaban lain.
"Gini... Aku.... "
"Aku kepikiran eligible Jep." Setelah mengulur waktu sedikit sambil berpikir, akhirnya aku menemukan alasan lain.
"Oh, gitu ya? Kirain masih tentang dia."
"Nggak kok, biarkan yang berlalu. Apa yang kamu bilang penting tadi?"
"Yaa kebetulan kalau kamu bilang kepikiran eligible. Hal penting yang aku maksud tadi itu, aku sudah nemu buku nih buat belajar. Jadi daripada kamu kepikiran eligible nya, mending mempersiapkan kemungkinan terburuknya."
Bagai sedia payung sebelum hujan, Jepri mengajakku untuk belajar materi UTBK di sela-sela kesibukan kami mengerjakan ujian praktik. Sebenarnya tidak masalah. Masih banyak jam kosong yang dapat kami gunakan untuk belajar bersama.
"Oalah aku kira apa tadi kamu bilang penting. Yaudah deh iya aku bantu kamu belajar, sekalian ajak Sofiana kalau jamkos belajar bareng di kelas ya."
Setelah itu, aku dan Jepri selalu menyempatkan diri untuk belajar materi UTBK. Terutama Penalaran Matematika dan Kuantitatif yang dari dulu disebut sebagai subtes terburuk oleh para calon mahasiswa baru yang pernah melaksanakan UTBK.
Pada dasarnya, Matematika memang susah. Perlu kemampuan menalar dan logika yang baik untuk menguasai sebuah materi lanjutan. Apalagi, soal-soal yang ada biasanya diubah bentuk menjadi soal yang lebih rumit lagi pemahamannya.
Sama seperti tugas ujian praktik yang kalau dibilang sulit tidak tapi sangat merepotkan. Banyak waktu yang harus dihabiskan hanya untuk satu mata pelajaran. Apalagi untuk empat belas mata pelajaran. Apalagi rata-rata batas pengumpulan hanya sampai minggu kedua Februari.
Beruntung, beberapa mata pelajaran membolehkan murid-muridnya untuk memilih teman kelompok sendiri-sendiri. Pastinya, aku langsung memanfaatkan kesempatan itu untuk mengajak Pras atau Sofiana sebagai anggota kelompok ku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tuhan, Benarkah Aku Bisa Bertahan? ( Hiatus )
Science FictionHiatus Seorang anak laki-laki dengan masa lalu kelam yang kurang memahami dirinya sendiri, bertemu dengan seorang laki-laki yang tulus. Menjalani perjalanan spiritual yang amat rumit hingga akhirnya masa lalu yang kelam itu tersembuhkan dan mimpi i...