18

981 134 32
                                    

Rora, sepanjang jalan ia memikirkan adiknya itu, entah mengapa saat Asa menawarinya untuk ikut dengan Chiquita, ia sangat tahu jika adiknya tidak menyetujui itu. Rora berharap kenyataan akan sesuai dengan harapannya, adiknya akan senang disana. Meski rasa khawatirnya terus menghantui Rora, semoga tak akan ada hal buruk yang menimpa adiknya.

"Rora, katanya adek main ke puncak." ucap Asa memberi tahu.

"Puncak? apa tidak terlalu jauh kak?"

"Iya Ra, jauh. Kakak agak khawatir juga. Tapi gapapa, Ney pasti bisa jaga diri. Kita pantau aja terus ya, minta adek buat terus ngabarin." ucap Asa, sebenarnya ia sama khawatirnya, jika bisa ia akan langsung menjemput adiknya dan mengajaknya pulang. Tapi itu bukan lah jalan terbaik menurutnya, cukup membebaskan dan memantau akan membuat adiknya lebih nyaman.

"Sa, coba kamu telpon adek. Kakak gak tenang Sa. Kakak mau ngomong sama temennya adek, mereka gak berangkat berdua kan?" ucap Pharita, ditengah sakit karena efek cuci darah, ia ingin memastikan bahwa adiknya akan baik-baik saja.

Asa mengangguk dan mengeluarkan handphonenya dari saku celana.

"Non, udah sampe. Sepertinya ada sepupunya non tuh."

Kalimat yang Pak Anwar lontarkan seketika membuat atensi mereka beralih, ketiga saudara tersebut dengan cepat turun dari mobil.

"Hallo ada orang gak? sodara kalian dateng loh ini." ucap Rami, sedangkan Ruka sibuk mengetuk pintu. Tapi masih tak ada jawaban dari dalam.

"Ini pada kemana sih? Ketukan pintu lo gak kenceng tau kak, pake bell tuh sana pencet." saran Ahyeon, ia sedari tadi hanya menyaksikan Kakak dan adiknya.

"Pencet-pencet, gue gak nyampe Ahyeon. Lo aja yang pencet." kesal Ruka.

"Sama Kak, kita kan pendek."

"Yaudah-yaudah, itu urusan orang tinggi. Gue aja yang pencet."

"Gak ada orang di rumah."

Suara Asa membuat tiga orang itu menoleh ke belakang. "Lah dari mana?" tanya Ruka.

"Cuci darah." jawab Pharita.

"Neyya mana, kok gak diajak sih?" tanya Ahyeon yang tak melihat wujud sepupu favoritnya.

Alih-alih ikut bertanya, Rami segera menghampiri Rora dan memeluk adik sepupunya itu. "Tumben mau ikut keluar?" Rami berucap saat pelukannya terlepas, dan keduanya mulai masuk rumah mengikuti Kakak-kakaknya.

"Iya Kak, sekali-kali." jawab Rora membuat Rami tersenyum dan mengangguk.

"Bagus Ra, nanti sering-sering ya. Jangan diem terus di rumah, gak belajar sehari gak bikin kamu meriang kok." ucap Rami. Rami terkadang gemas sendiri karena empat sepupunya ini sulit sekali untuk diajak pergi keluar, ya walaupun Chiquita sesekali pergi keluar, namun tetap saja itungannya jarang. Padahal sudah tak ada lagi orang yang melarang mereka, namun sepertinya sepupu-sepupunya itu belum bisa terlepas dari kebiasaannya.

°•°•°•°•°

Chiquita menatap kagum perjalanan yang dipenuhi oleh pohon hijau, meskipun cuaca dingin menusuk kulitnya tapi hal itu tak sebanding dengan pemandangan indah yang ia lihat.

"Nah kan norak banget lihat pohon doang." Eunchae berucap saat Chiquita sibuk memotret pemandangan melalui kaca mobil yang dibuka.

"Berisik deh, di rumah gak ada nih yang begini. Adanya bonsai Papi gue."

Eunchae hanya terkekeh mendengar jawaban dari Chiquita, lalu matanya terfokus pada gazebo yang disebelahnya terdapat dua motor. Eunchae membawa mobilnya mendekati gazebo tersebut, matanya berkedip beberapa kali melihat orang-orang yang menempati gazebo tersebut. Hingga lambaian tangan membuat Eunchae mengangguk dan memanggil Chiquita yang masih sibuk dengan ponselnya.

Almost PerfectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang