33

1K 157 43
                                    

Di dalam ruang rawat hanya tersisa Chiquita, Asa, Pharita, dan Rora tentunya. Rora sudah membuka matanya beberapa menit yang lalu. Gadis itu menanyakan keberadaan Ganta, Lestari, dan saudaranya yang lain.

Asa memberi tahu bahwa mereka ada urusan mendadak, lagi-lagi jawaban tak sesuai kenyataan yang Rora dapatkan.

"Sakit gak Ra telinganya?" tanya Asa pada Rora.

Rora mengangguk sebagai jawaban, bagaimana tidak sakit, jahitannya masih basah, ini benar-benar pertanyaan bodoh.

Ia sudah berhasil melakukan operasinya. Tapi kenapa rasanya kosong sekali?

Banyak sekali pertanyaan dalam diri Rora saat melihat raut wajah dua Kakak dan adiknya. Rora melihat Pharita, Kakaknya itu banyak sekali diam dengan tatapan kosong, wajahnya juga terlihat lebih pucat dari biasanya.

Lalu, ia juga melihat Chiquita yang tertidur di sofa, adiknya itu menghadap tembok. Chiquita tadi menangis saat dirinya tersadar, katanya sih karena terharu.

Dan Asa, hanya Kakaknya yang berusaha mengajaknya berbicara sedari tadi. Tapi itu sama sekali tak membantu Rora untuk merasa jika semuanya baik-baik saja, ia masih merasa ada yang janggal.

Padahal Rora berharap setelah dirinya bangun, ia akan disambut dengan kehangatan lagi seperti beberapa waktu belakangan.

"Rora." panggil Asa.

Sang empu menatap pada Asa, tatapan Kakaknya berubah. Asa terlihat sendu.

"Peluk Kakak Ra," titah Asa.

Rora tak tahu Asa ini kenapa, gadis itu hanya menganggukkan kepalanya sambil merentangkan tangannya.

Asa langsung memeluk Rora, mulai terisak di bahu Rora. Membuat Pharita menatap pada kedua adiknya, ia juga ikut menangis mendengar isakan Asa yang terdengar memilukan.

Rora merasakan getaran pada tubuh Asa, sudah ia pastikan bahwa Asa tengah menangis. Lalu ia juga melihat pada Pharita yang menundukkan kepalanya, Kakak pertamanya terlihat beberapa kali mengusap air matanya.

Rasanya, Rora ingin meminta Pharita untuk memeluknya juga. Tapi tak bisa ia lakukan, karena Kakak pertamanya itu terus menunduk sambil sesekali memalingkan wajahnya ke arah lain. Bagaimana ia bisa menggerakkan tangannya jika Pharita tak melihatnya?

"Adek bangun, tolong peluk Kak Pharita."

Ucapan yang sangat sia-sia, Rora hanya bisa memandangi punggung Chiquita. Padahal tanpa Rora sadari, Chiquita tak benar-benar tidur.

Rora benar-benar merasa ada yang tak beres, ia menarik paksa Asa dari pelukannya. Menatap wajah Kakaknya yang berlinang air mata.

"Ada apa? Kakak bohong lagi kan? Aku perlu tau apa yang terjadi Kak. Bilang sama Rora, kenapa?" Rora berucap dengan air mata yang ikut menetes.

Asa menggeleng cepat, ia hendaknya bergerak mengusap air mata Rora. Namun Rora menepisnya. Tak seharusnya Rora menangis dihari yang seharusnya dapat membahagiakan.

"Cepet bilang sama Rora, Kak!" desak Rora.

"Engga Ra, gak ada apa-apa. Kakak cuma seneng kamu udah berhasil operasi."

Almost PerfectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang