2.

165 16 16
                                    

Pagi menjelang di tandai matahari yang muncul malu-malu nun jauh disana, desingan suara angin di penghujung musim kemarau membuat bulu kuduk meremang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Pagi menjelang di tandai matahari yang muncul malu-malu nun jauh disana, desingan suara angin di penghujung musim kemarau membuat bulu kuduk meremang. Karina sudah terbangun beberapa menit yang lalu, setelah menunaikan sholat subuh dia lantas menuju dapur, membuat sarapan untuknya juga untuk Winter.

Hidup hanya berdua bersama Winter membuatnya mau tak mau menjadi gadis yang mandiri. Bapak dan ibu sudah bercerai, bapak memilih menikah lagi dan hidup di kota Jakarta, sedangkan ibu memilih menyibukkan diri dengan bisnis keluarganya yang mengharuskannya bolak-balik Indonesia-Jepang. Karina memakai celemek bermotif bunga-bunga, dan mulai sibuk dengan alat tempurnya. Memasak! Hal yang membuat sebagian perempuan malas untuk melakukannya, namun tidak bagi Karina, dia menyukainya.

Di lain ruangan, Winter masih terduduk di atas sajadah, lengkap dengan mukena yang masih terpasang di tubuhnya. Matanya menatap jauh ke depan, semenjak kejadian meraga sukma tadi malam, ada sesuatu yang mengganggunya. Anak kecil itu, seperti minta tolong akan sesuatu yang tidak Winter pahami. Winter menghela nafasnya. Membiarkan perasaan tidak enak itu menguar begitu saja, karena sejujurnya dia sudah lelah menghadapi makhluk lelembut diluar sana, tapi mau bagaimana lagi, kelebihan yang di turunkan dari Eyangnya itu menuntutnya untuk selalu bersinggungan dengan makhluk tak kasat mata.

"Dek! Sarapan yuk!" teriakan dari suara sedikit ngebass milik Karina membuyarkan lamunannya. Winter langsung bergegas, mencopot mukenanya dan melipatnya dengan rapih, menaruhnya di rak khusus dan langsung berjalan ke arah pintu kamar.

"Iya mbak! Otw nih!" bunyi engsel pintu yang dibuka, gadis dengan senyum manisnya itu meninggalkan kamarnya, tanpa tau ada perempuan dengan pakaian khas kerajaan jawa yang tengah menatapnya dengan lembut.

.

.

.

"Gimana? Enak nggak?" Karina belum menyendok sama sekali nasi goreng kornetnya, binar matanya menatap Winter yang tengah melahap nasi goreng itu dengan penuh harap.

"Ewnak bhanget mbak.. uhuk!" karena saking lahapnya Winter tersedak, yang langsung membuat Karina menyodorkan segelas air putih.

"Pelan-pelan dek.. kamu tuh yaa.." Karina menggelengkan kepalanya, sedangkan Winter masih berusaha menstabilkan tenggorokannya dengan air putih.

"Saking enaknya mbak. Masakan mbak kan selalu enak, hehe.." Winter mengacungkan jempolnya, membuat Karina bernafas lega dan merasa senang karena di puji masakannya oleh sang adik. Keduanya mulai larut pada makanan masing-masing, kadang sambil mengobrol, kadang Winter sambil meledek Karina yang membuat gadis ayu itu mendengus sebal.

Beberapa menit berlalu dan keduanya telah selesai sarapan. Winter dan Karina sama-sama murid di SMA Orison. Winter duduk di bangku kelas 10, sedangkan Karina duduk di bangku kelas 12. Keduanya sama-sama murid Ilmu Pengetahuan Sosial.

"Kamu ke mobil dulu deh, mbak mau ambil sketchbook dulu di kamar.." ucap Karina setelah selesai mengelap piring dan gelas yang baru saja di cuci oleh Winter.

WENGI [Winrina] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang