10.

75 13 11
                                    

Jalanan terlihat tidak terlalu ramai, mobil yang di kendarai Karina dan Winter melaju pelan di atas jalanan berbatu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Jalanan terlihat tidak terlalu ramai, mobil yang di kendarai Karina dan Winter melaju pelan di atas jalanan berbatu. Sudah hampir 2 jam'an mereka duduk di kursi mobil, menjelajahi kabupaten Gunungkidul yang jalannya sungguh membuat pusing. Beberapa kali Winter melihat ponselnya, membuka maps dan memberikan perintah pada Karina, namun entah mengapa jalan yang di rasa benar di maps, pasti selalu salah arah. Keduanya seperti hanya berputar-putar di satu kawasan yang sama, kawasan pantai.

"Kayaknya kita salah lagi deh dek, bukannya kita udah lewat sini yaa?" ucap Karina yang memegang setir kemudi, sedangkan Winter menggaruk kepalanya yang tidak gatal, lalu melihat keluar jendela dan mengiyakan ucapan Karina. Mereka sudah hampir 6 kali melewati jalan ini.

"Pasti ada yang sengaja iseng nih.." ucap Winter sambil berdecak kesal. Dia mengantongi lagi ponselnya dan meminta Karina untuk berhenti di pinggir jalan. Mobil pun berhenti sesuai perintah Winter, kiri-kanan hanya terlihat pepohonan yang gersang, juga terik matahari yang seperti tengah di atas ubun-ubun.

Winter keluar dari mobil, di ikuti Karina, bunyi debuman dari pintu yang tertutup membuat beberapa burung yang tengah hinggap di atas pohon berterbangan. Winter menoleh ke belakang, lalu menghela nafasnya sambil berjalan ke arah belakang mobil, Karina mengikuti adiknya itu sambil mengenakan maskernya.

"Nah kan aku bilang juga apa, ada yang ngikutin kita nih mbak..." ucap Winter, lalu bersedekap dada, sedangkan Karina tampak sedikit terkejut saat matanya melihat sosok yang tengah berdiri di belakang mobil.

"Matanya kenapa kayak gitu sih.." monolog Karina, lalu membuang muka dan lebih memilih untuk berdiri di belakang Winter.

"Dia korban tabrak lari.." ucap Winter yang masih mendengar apa yang Karina bilang.

"Kamu kenapa ngikutin kita? Kamu suruhan siapa?" tanya Winter, tidak lagi bersedekap dada, bersikap sesopan mungkin pada entitas di depannya ini. Eyang selalu mengajarkan untuk selalu bersikap membumi, entah itu pada sesama manusia, atau pada makhluk gaib sekalipun.

Makhluk itu hanya terdiam dengan matanya yang besar dan melotot. Bau anyir darah seketika menguar begitu saja, membuat Karina nyaris muntah jika dia tidak cepat-cepat memakan permen mint yang selalu dia bawa.

"Saya ndak di suruh siapa-siapa.." ucap makhluk itu dengan suara parau, ucapannya seperti tercekat di tengah-tengah tenggorokan.

"Terus kenapa ngikutin kita? Bapak nggak takut sama apa yang saya bawa?" Winter kembali bertanya, lalu sedikit melirik ke arah kanannya, dimana Arimbi dan pasukannya tengah berdiri dengan wujud mereka yang asli.

"Ampun... Ampun Den Ayu... Ampun... Saya hanya ingin di doakan.. ndak ada yang kirim saya Al-fatihah, keluarga saya ndak pernah mendoakan saya.. saya sedih Den Ayu.." ucap makhluk itu, yang membuat Winter maupun Karina iba padanya.

"Bapak namanya siapa?" tanya Karina, setelah membuka maskernya dan menyimpannya di saku celana.

Makhluk itu terdiam, lalu menggeleng, "ndak tau.. saya ndak ingat nama saya.."

WENGI [Winrina] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang