Intonasi tinggi menggema di ruangan minimalis itu. Emosi tertera di wajah yang telah menua, kedua alis menukik tajam, serta tatapan tajam tertuju kepada pemuda berkacamata di hadapannya.
Rahang telah mengeras, urat urat telah menjalar pada wajah si pemuda. Bersabarlah. Ia hanya perlu menurut. Patuh. Kau hanyalah seorang anak. Pendam teruslah sedalam dalamnya di hati mu itu. Lampiaskan lah pada kepalan tangan mu itu.
"Kamu hanya perlu menurut! Lupakan latihan tak bergunamu itu untuk beberapa hari ini. Ingat janjimu Kenyu! Dunia model yang harus kamu utamakan! Kau mengerti?!" Bentakan demi bentakan tertuju padanya, nada tinggi menusuk kedua telinga. Diam. Itu yang dapat ia lakukan saat ini. Marah? Tentu. Ia menahannya terus menerus. Apa yang dapat ia lakukan? ia hanya sebuah boneka.
"Iya ayah. Kenyu mengerti." Dengan pasrah ia menjawab. Maniknya tertuju pada lantai yang ia pinjak.
"Ayah akan mencari model wanita untuk menjadi pasangan pemotretan mu nanti lusa. Jangan harap kamu bisa kabur kali ini."
Wajahnya nya seketika terangkat, menatap sang ayah langsung. "Tunggu ayah! Tidak bisakah jika aku sendiri yang mencari pasangannya? Aku punya kenalan seorang wanita. Aku lebih baik berpasangan dengannya, dibanding dengan wanita lain yang tidak aku kenal. Ayah tau kan jika aku terlalu canggung dengan seorang wanita?" Pintanya meyakinkan sang ayah. Ia tak suka, benar benar tak suka jika sudah berhadapan dengan seorang wanita.
"Kenapa ayah harus menurutimu? Tak sembarang orang yang dapat menjadi model."
"Dia pantas ayah. Dia orang Eropa. Aku akan membawanya nanti lusa, ayah siapkan saja model yang ayah inginkan untuk menjadi pasanganku, jika menurut ayah dia tak pantas menjadi pasanganku."
Selama persekian detik, pria dengan rambut yang mulai memutih termakan usia itu berpikir. Menatap lamat kearah wajah yang mirip dengannya sewaktu muda. Baiklah, ia tak boleh terlalu keras kepada darah dagingnya sendiri. "Terserahlah. Terpenting jangan mengecewakan ayah, Kenyu."
"Tentu ayah. Kali ini aku berjanji." Akhirnya, hembusan nafas lega dapat ia keluarkan. Kedua kaki jenjang keluar dari ruangan yang mencekam itu, sembari berpikir, bagaimana ia meminta bantuan kepada gadis yang ingin ia jadikan sebagai pasangan modelnya? Dirinya benar benar terlalu gegabah.
.
.
.
.Kedua kaki yang saling bertumpuk di atas sofa empuk, lain dengan posisi kepalanya berada di bawah lantai keras nan dingin. Ia berada dalam posisi yang benar benar terbalik.
Jenuh, bosan, malas, bersatu padu dalam dirinya. Iris biru langit yang menatap kosong kearah plafon diatasnya. Suara bising dari televisi ia hiraukan, hanya terbiarkan menyala tanpa ada yang melihat.
"Lagi bengong gini, terus simsalabim duar!! Gue balik jadi cowok lagi. Andai aja..." Mulutnya bergumam, mengeluarkan berbagai macam kalimat absurdnya. Tak lupa, keinginannya yang terus berharap dapat kembali ke tubuh sedia kala nya lagi. Setiap hari, terus menerus lisannya tak pernah absen mengucapkan kata kata itu.
"Atau tiba tiba para setan itu ikut jadi cewek kek gue gimana ya...? Enak kayanya, kita jadi grup girl pemburu dedih dedih... Eh gak deng, gue udah kaya soalnya."
Lamunan itu terus menerus hingga beberapa menit. Sampai dering telepon mengambil alih perhatiannya. Ia melirik malas kearah benda pipih yang bergetar di sampingnya. Tangannya meraih benda canggih itu, melihat nama sang pemanggil.
Tertera nama sang teman yang berada dalam layar gadget nya. "Yuki anak sholeh." Segera ia terbangun dari posisi nyamannya, ia angkat panggilan telepon itu, kemudian membawanya kedekat daun telinganya. Kaiser penasaran, jarang sekali temannya yang satu ini menggunakan panggilan telepon, biasanya hanya sebuah pesan singkat yang selalu ia dapatkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
CHANGE [Michael Kaiser]
Ficção AdolescenteApa yang terjadi jika seorang laki-laki tampan dan menawan tiba tiba berubah menjadi seorang perempuan cantik nan jelita? Michael Kaiser, laki laki yang memiliki pesona bak malaikat namun memiliki hati bak iblis. Dengan ketampanan yang ia miliki dap...