Dua

135 17 6
                                    

Sebagai anak tunggal, terbiasa hidup dengan tata tertib adalah keharusan yang di lakukan oleh Asa. Tidak di pungkiri ia sebagai mahkota di keluarganya, ayahnya begitu ketat dalam mendidiknya. Dan lagi, statusnya menjadi anak dokter harus menuruti peraturan yang di buat oleh ayahnya. Mulai dari tidur cukup 8 jam, bangun pagi sekaligus banyak minum air putih.

Gadis itu bahkan tidak di berikan jam malam, lewat maghrib saja Asa tidak di izinkan keluyuran. Alasannya cukup signifikan, angin malam tidak baik untuk kesehatan. Jika ia melanggar peraturan itu siap-siap harus pasang telinga dengan baik. Kecuali, saat Asa masih tinggal di perumahan yang lama ia akan di izinkan untuk main di rumah Pharita atau Ruka, itu pun juga karena Ruka kakak sepupunya.

Habis solat maghrib tadi, sebenarnya ia sudah meminta izin pada mamanya untuk pergi bersama Jeongwoo ke bioskop. Namun permintaan itu di tolak, alasannya mamanya gak mau kena imbas kalo Asa ketahuan keluar malam.

Asa sedari tadi tidak berhenti menggerutu. Kapan lagi coba, di traktir sama temen secara cuma-cuma apalagi sudah lama Asa tidak menghirup angin malam, rasanya sesak kalo cuman liatin tembok kamarnya terus, yang ada malah no life.

Namun setelah beberapa saat mempertimbangkan, Asa kali ini akan melanggar peraturan itu. Dia membuka lemari pakaiannya, mengambil sweater pink dan sedikit bersolek di depan meja rias. Meskipun hanya menaburkan sedikit bedak bayi agar tidak terlihat kusam, juga lipstik yang hampir sama dengan warna bibirnya yang soft pink.

"Ma, Asa keluar ya!". Katanya sedikit berteriak sambil berlari kecil menuju pintu utama.

"Asa!". Tegur Mamanya, membuat ia menghentikan langkahnya. "Mama nggak ikut campur ya kalo papa marah". Ancamnya.

Sebenarnya ada rasa keraguan dalam hati Asa. Takut akan bayangan wajah tegas papanya jika ia benar-benar ketahuan melanggar peraturannya. Membuat gadis itu sedikit urung untuk beberapa saat.

Tapi Asa tetap pada pendiriannya, hanya kali ini saja ia ingin hidup bebas menikmati suasana malam di luar rumah. Lantas ia hanya tersenyum dan memberikan kecupan singkat pada mamanya berpamitan.

"Mama tenang aja". Cengirnya lalu mendorong pintu rumahnya. "Dadah.. kabarin kalo tanda-tanda papa pulang ya".

"ASA!".

Mamanya hanya menghela nafas pasrah. Mencoba tenang menghadapi anak gadisnya yang kini sudah mulai nakal. Tapi, wanita paruh baya itu juga memaklumi dan memahami tidak seharusnya Asa di kekang seperti itu oleh papanya.

Asa berjalan dengan mata yang terus memindai, alih-alih takut jika mobil papanya muncul. Di rasa aman ia berhenti di ujung jalan perumahan, dan meraih ponselnya yang ada slingbag.

"Jeongwoo!". Serunya setelah panggilan suara itu tersambung.

"Apaan?". Jawab Jeongwoo di seberang sana.

"Lo dimana?. Gue udah di depan gang nih".

"Lah ngapain lo?. Cosplay cabe-cabean di jemput om-om?".

Asa mendenguskan nafas sebal. Bisa-bisanya Jeongwoo sempat-sempatnya mengatainya, dalam situasi mencekam seperti ini.

"Dih biji nangka!". Umpat Asa. "Katanya lo mau ngajak gue nonton, ini gue udah rapih. Gue nunggu di sini". Ujarnya langsung to the point.

"Lah emang jadi?. Kirain lo gak di bolehin bokap lo".

"Ya kalo bilang pasti gak di bolehin. Ini gue nekat gak izin sama dia. Makanya gue di depan gang. Cepetan deh lo ke sini, takut bokap gue balik ini". Cerocos Asa menjelaskan pada Jeongwoo.

"Mampus gue Sa, bisa-bisa pacul nyangkut di leher gue kalo ketahuan bokap lo".

Asa kembali berdecak. "Gak papa, beban tante Rose berkurang satu".

"Jahat banget lo".

"Udah deh cepet ke sini. Gak usah banyak cincong, keburu mulai filmnya. Urusan bokap gue belakangan".

Terdengar Jeongwoo menghela nafas. Boleh juga effort Asa melanggar peraturan papanya itu. Lagi pula itu juga ajakan dari Jeongwoo sendiri, mau tidak mau dia harus menerima resikonya nanti kalo saja Asa ketahuan keluar malam olehnya.

"Iya iya. Tunggu bentar, gue siap-siap. Gue baru beres ngerikin bokap gue ini". Kata Jeongwoo.

"Hem.. iya iya". Putus Asa mematikan sambungan telepon itu.

Mata Asa terus bergerak menengok kanan kiri, salah satu upaya memastikan hatinya yang di lumuri rasa takut papanya mendapatinya di ujung jalan seperti ini.

Namun matanya justru mendapati seorang cowok dengan tinggi badan yang hampir 2 meter itu berjalan santai membawa plastik kresek di tangannya. Sepertinya dia baru saja dari mini market yang berada di jalan utama, terlihat plastik yang di tentengnya terdapat logo tulisan berwarna merah.

Melihat penampilannya dengan model rambut seperti mantan personil kpop member Exo kesayangan Asa, dan tampilan wajah dengan rahang sedikit tegas yang mampu membuat sesiapapun akan terpincut meskipun kali pertama melihatnya. Begitu juga dengan Asa, dia selalu tidak bisa mengontrol degup jantungnya setiap kali ia berpapasan dengannya.

Langkah cowok itu terhenti, dan menghampiri Asa yang seorang diri di ujung jalan seperti ini.

"Lo ngapain di sini?". Tanyanya tanpa basa basi.

"Eh Haruto". Asa menyengir. "Gue lagi nunggu Jeongwoo. Mau nonton kita ke bioskop".

Haruto hanya mengangguk paham. "Ya udah kalo gitu gue duluan". Ucapnya lagi, lantas ia meninggalkan Asa.

Asa mendengkus sebal. "Kanebo kering banget tuh cowok!". Gerutunya.

"Sabar Sa, gimana pun dia tetangga baru lo". Lanjutnya.

Meskipun Haruto dan Asa sekelas, mereka tidak begitu akrab. Berbeda sekali dengan pertemanan antara Asa dan Jeongwoo yang terlihat begitu santai dan selayaknya teman sekelas yang lain. Tetapi tidak bisa di pungkiri, Haruto dan Asa sama-sama terjebak rasa canggung yang entah apa penyebabnya. Mungkin karena rumor yang menggosipkan Asa suka dengan cowok di depannya ini.

Tapi, Asa tidak munafik. Kalo boleh jujur-jujuran Asa memang menaruh hati pada Haruto. Beberapa kali ia mencoba untuk berinteraksi dengannya biar ada romansa pendekatan. Tapi sayang sekali, usahanya tidak seperti yang di harapkan Haruto sangat cuek bahkan tak segan bersikap dingin dengan cewek mana pun. Yang membuat Asa jadi terkesan cewek murahan, mengejar cinta pangeran kutub utara itu.

Seperti bisul pecah, akhirnya yang di tunggu-tunggu datang juga. Jeongwoo menghampiri Asa dengan motor scoopy andalannya.

"Lama banget!". Gerutu Asa menerima uluran Helm dari tangan Jeongwoo.

"Kan gue udah bilang gue ngerikin bokap dulu. Belum lagi manasin nih motor". Jawab Jeongwoo.

"Basi ah alesan lu". Asa tidak mempedulikan, gadis itu kini sudah berada di jok belakang motor Jeongwoo.

Jeongwoo tergelak sebentar. "Lo nekat juga ya". Katanya sambil mulai melajukan motornya keluar dari jalan komplek perumahannya.

Asa hanya menyengir kuda, merasa bangga atas prestasinya menjadi kali pertama melanggar peraturan yang sudah di tetapkan selama 17 tahun selama hidupnya. Meskipun dalam benaknya membayangkan ekpresi seram papanya saat marah.

"Gak papa sekali ini". Jawabnya dengan santai.

"Bokap lo harusnya di rukiyah ke ustad Danu sa, biar pada kendor sarafnya. Kaku bener hidupnya gak boleh liat dunia luar..". Cibir Jeongwoo.

"Iya kayanya deh Woo". Setuju Asa dengan pernyataan Jeongwoo. Bagaimana pun papanya itu sudah terlalu mengekang anak gadisnya. "Btw. Kok lo tau ustad Danu?". Tanya Asa kali ini.

"Ya kenal lah, orang tiap pagi nyokap gue nonton tuh siraman kalbu. Alasannya biar tau doa-doa, yang kali aja di butuhin pas anak-anaknya kumat katanya".

Asa hanya tergelak, menurutnya dari sekian banyaknya teman cowok di kelasnya hanya Jeongwoo dan gengnya yang terkenal humoris. Obrolan yang ringan, dan guyonan yang di lontarkan, membuat siapapun pasti akan cepat akrab berteman dengannya. Kecuali, satu orang yang Asa temui beberapa waktu lalu.

-Tbc-

Gimana masih mau lanjut atau aku unpub lagi nih?. 😁

Tell Friend (JEONGWOO X ASA X HARUTO)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang