Rindunyaʕꆤ ᴥ ꆤ°ʔ

15 5 0
                                    

Seminggu sudah aku di pondok. Sungguh, rasanya waktu sangat lama. Seminggu rasanya 1 bulan. Rasa rindu ini makin berat, sering aku melihat ke arah jam

"kok lama benget sih, apa jamnya mati?" lirihku.

Sering pula aku mengingat ingat kejedian sebelumnya saat dirumah.

"seminggu yang lalu aku diantar kesinin, 2 minggu lalu aku jalan jalan sama ayah, bunda, dan adek adek" ucapku dalam hati sambil melihat tempat parkir yang menjadi tempat parkir mobil ayahku saat mengantarkanku kesini.

"Ayah.. bunda.. jemput aku.. aku pengen pulang.. aku kangen.." kata itu sangat sering ku ucapkan di sela sela tangisku.

Saat dikamar mandi, aku selalu menangis karena rindu yang sangat berat. Kala itu aku mau menangis didepan teman temanku.

Kalo lagi ngaji, pasti ada saja kenangan yang lewat di pikiranku yang membuatku tak fokus
"ihh.. biasanya aku disimak bunda, tapi sekarang enggak lagi.." ucapku dalam hati.

Hampir setiap detik aku selalu mengatakan "kangen.. pengen pulang..".

Tapi terkadang aku lupa karena bercanda tawa dengan teman temanku. Terkadang kita bercerita tentang rumah, jadi jika tiba tiba kangen, kami selalu selalu bersama sama.

~●♡●~

Waktu yerus berjalan, tapi berjalan sangat lama. Rindu ini sudah tidak bisa ditahan. Saat ada jatah vidio call orang tua, aku benar benar tak bisa menahan air mataku. Tangisku pecah saat melihat wajah bundaku.

"Bunda.. aku nggak krasan krasan (betah betah).." ucapku.

"kenapa? Temenya nakal ?" tanya bundaku.

Tiba tiba adik laki lakiku muncul. Dia kaget melihatku menangis.
"lohh Mbak Amiq kepana? Mbak Amiq di buly? Siapa? Siapa yang buli?" Tanyanya dengan sifat polosnya.

"enggak.. itu tuh Mbak Amiq lagi kangen.." jelas bundaku.

Aku yang mendengarnya tertawa. Air mataku tiba tiba saja berhenti.

"bunda.. besok waktu sambangan (menjenguk) tepat waktu yaa.." pintaku.

"Iyaa nok, Inn Syaa Allah yaa.." Jawab bundaku mengiyakan

~●♡●~

Akhirnya yang Kutunggu tunggu pun tiba. Aku akan bertemu keluargaku. Karena masih pandemi COVID 19 jadi sambanganya di bagi dan hanya di beri jatah 30 menit per anak. Aku duduk di sebuah gazebo sambil menunggu namaku di panggil.
Ketika namaku di panggil, aku langsung lari menuju bunda ayahku.

Baru saja duduk, tangisku sudah pecah duluan. Bundaku lantas menenangkan diriku sambil mengelus elus punggungku.
Saat diriku sudah lumayan tenang, aku mulai menceritakan semua keluhanku pada bunda ayahku.

"masak iya satu kasur 2 orang.. kan kasurnya kecil, jadi sempit.." itulah keluhan pertamaku. (Memalukan sekali!)

Tapi memang saat itu aku sempat kaget, karena kukira kasur dengan ukuran 200×90 itu untuk satu orang saja, ternyata 2 orang. Mungkin karena masih beradaptasi. Tapi seiring berjalanya waktu aku mulai bisa nyaman oleh keadaan.

~●♡●~

Waktu sambangan sudah habis, benar benar sangat singkat. Padahal kalo hari hari biasa terasa sangat laman. Tapi giliran lagi senang senangnya malah terasa singkat. Tapi dari sini aku mulai faham dengan adanya siklus kehidupan ini.

Prinsipku "Dibuat enjoy, lakuian aja".

"Miq, kamu nangis nggak?" tanya salah satu temanku saat aku baru saja masuk ke kamar.

"yaa nangislah, masak enggak: jawabku sambil meletakkan barang barang yang dibawakan oleh bundaku.

"hoo.. mulo ono cah anyar gak nanges (emangnya ada.. anak baru nggak nangis)" ucapnya pada teman sampingnya.

Aku menata barang barangku ke lemari sambil menahan nangis karena masih rindu dengan bunda ayah. Lalu aku pergi ke kasur untuk tidur siang dengan tujuan untuk melupakan rasa rindu itu.

"Yaaa Allah.., aku masih kangen sama bunda ayah.. aku pengen ketemu lagi Yaa Allah.." lirihku sebelum terlelap di dalam tidurku.

Kejadian terjadi saat aku terlelap dalam tidurku. Ternyata Allah mendengar lirihanku. Dalam tidurku, aku bermimpi sedang makan bersama keluarga sambil nonton TV di rumah. Hanya itu kejadian yang ada di mimpiku.

Aku pun terbangun tepat saat adzan ashar berkumandang. Saat adzan selesai aku berdo'a.

"Yaa Allah, aku ini seorang anak yang sedang belajar mandiri. Mudahkan semua urusanku Yaa Allah.." do'aku dalam hati dengan wajah yang berantakan karena baru saja bangun tidur.

~●♡●~

Hari setelahnya, aku mulai berusaha untuk tidak terlalu kepikiran akan rumah karena hal itu bisa mengganggu kegiatan sehari hariku.

Ketika aku mulai rundu akan rumah, aku langsung berkumpul dengan teman temanku untuk berbagi canda tawa. Hal ini memang sepele, tapi sangat berharga berpengaruh bagi kehidupanku.

Awalnya kegiatanku seperti mencuci, ngaji mandiri, butuh paksaan yang sangat extra. Tapi lama kelamaan milai terbiasa dengan adanya niat yang kuat. Semua yang disebut tirakad kulalui dengan senang dan ringan hati.

~●♡●~

Crita Kita di PesantrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang