Mengakui

101 10 2
                                    

Hari-hari berlalu dengan penuh kecemasan bagi Yuki. Setiap kali dia mengingat malam itu, hatinya terasa berat dan pikirannya semakin berkecamuk. Biasanya, pikirannya selalu terfokus pada voli dan latihan, namun sekarang? Viola terus-menerus menghantui pikirannya. Hal ini sangat mengganggunya, membuatnya sulit untuk fokus bahkan saat berlatih.

Setelah kejadian malam itu, Yuki tidak bisa berhenti memikirkan Viola. Kata-katanya, tatapan terkejutnya, dan caranya pergi begitu saja dari rooftop terus berputar di kepalanya. Yuki merasa bingung dan tertekan, mencoba mencari tahu apa yang telah ia lakukan hingga membuat Viola bereaksi seperti itu. Hingga saat ini, Yuki belum berani berbicara dengan Viola. Itu karena ketika Yuki dan Viola berpapasan di kampus, Viola seolah mencoba menghindari Yuki. Bahkan sapaan Yuki seringkali diabaikan oleh Viola.

Pikir Yuki, sudah sepatutnya memberikan ruang untuk Viola. Mungkin saja dia tidak mau diganggu dulu oleh Yuki. Lebih parahnya, ada kemungkinan jikalau percakapan di rooftop merupakan yang terakhir kali. Apabila pertemanan mereka benar-benar berakhir.

Sore itu, setelah sesi latihan bersama club voli Chuo, Yuki berjalan bersama Otake kembali menuju asrama. Latihan hari ini terasa lebih melelahkan dari biasanya, bukan hanya karena sesi latihan terakhir Yuki di Chuo sebelum terbang ke Italia, tetapi karena beban emosional yang ia rasakan. Otake, yang telah lama menjadi teman dekat Yuki, bisa melihat bahwa ada sesuatu yang mengganggunya.

Otake menyikut lengan Yuki, "Ki! Waktu match tadi main lo stabil seperti biasanya, tapi kok lo kelihatan resah banget belakangan ini?" tanya Otake dengan nada serius namun penuh perhatian.

Yuki terdiam sejenak, lalu menghela napas dalam-dalam. "Ada sesuatu yang terjadi antara gue dan Viola."

Otake menghentikan langkah Yuki, menatapnya dengan tajam, mencoba mencari tahu lebih banyak dari ekspresi wajah temannya yang pendiam itu. "Ki, gue siap mendengarkan."

Yuki melirik Otake sekilas, "Yaudah, balik dulu sekarang."

Setelah sampai di asrama, Otake menyuruh Yuki mempercepat langkahnya agar segera kembali ke unit mereka. Ketika semua sudah settle, Yuki pun mulai menceritakan kejadian malam itu di rooftop. Apa yang Yuki katakan kepada Viola, bagaimana Viola bereaksi terhadap kata-katanya, Yuki yang memeluk Viola agar ia berheneti menangis, kalimat rasa syukurnya atas kehadiran Viola ketika salju pertama turun, hingga Viola yang pergi dengan terburu-buru. Setiap detail diceritakannya, mencoba mencari tahu apa yang salah.

Otake tiba-tiba berdiri dari duduknya dengan mata terbelalak.

"Lo...Lo peluk Viola dan bilang senang karena dia yang ada di sana?" Otake hampir berteriak, tak percaya dengan apa yang didengarnya.

Yuki mengangguk pelan, merasa semakin bingung. "Iya, gue pikir itu hal yang biasa antara teman..."

Otake menepuk dahinya keras-keras, frustrasi. "Ki, lo serius? Lo sadar gak sih dengan apa yang lo lakukan? Dari cara lo bercerita, jelas banget kalau lo sebenarnya suka sama Viola."

Yuki terdiam, terkejut mendengar pernyataan Otake.

"Suka?"

Yuki kembali terdiam, "Gue nggak yakin, Otake. Gue cuma nggak mau kehilangan dia sebagai teman."

Otake menatap Yuki dengan tatapan tajam. "Ki, lo tuh selama ini sibuk menyangkal perasaan lo sendiri. Lo selalu bilang nggak punya maksud apa-apa, tapi jelas banget dari tindakan lo, kalau lo peduli lebih dari sekadar teman!"

Kedua tangan Otake memegang kedua bahu Yuki dan mengguncangnya dengan agresif, mencoba menyadarkan sang teman sekaligus meluapkan rasa frustasinya sendiri. "Nggak suka sama dia? Kenapa lo terus-terusan mikirin dia?! Kenapa lo begitu khawatir tentang reaksinya?! Kenapa lo nggak mau meninggalkan dia?!"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 26 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My Second Fav (On Hold)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang