Permulaan

61 13 2
                                    

"Baik anak-anak. Buka buku halaman 59." Perintah seorang Guru yang tengah mengajar di Kelas.

Seorang gadis dengan paras cantik berambut panjang lurus dan hitam terlihat fokus pada materi pembelajaran.

Pluk...

Tiba-tiba sebuah gumpalan kertas mampir di mejanya. Ia menengok kanan kiri guna mencari pelaku yang melempar kertas itu. Dilihatnya seorang laki-laki yang duduk diujung sana melambaikan tangan sebagai tanda kalau ia yang melempar kertas itu. Laki-laki itu membuat gestur agar si Gadis membaca tulisan yang ada di kertas itu. Penasaran apa yang tertulis, si gadis itu membuka gumpalan itu dan mulai membaca. Namun...

Srek

Sang Guru terlanjur merampas kertas itu. Ia menatap nyalang pada sang Gadis.

"Bukan saya, bu." Ucap si Gadis sambil menggeleng.

Sang Guru menghela napas lelah, "Siapa yang melempar kertas ke meja Liana?"

Semua terdiam. Si laki-laki yang tadi melempar kertas itu hanya menutupi wajahnya malu.

"Gak ada yang mengaku? Kalau begitu ibu baca."

Sang Guru pun menatap pada bacaan kertas itu, "Untuk Liana. Aku bener-bener sayang sama kamu, Li! Dari Radin."

Radin. Si laki-laki itu makin menunduk. Ia merutuki kebodohannya yang malah mencantumkan nama dirinya.

"Radin! Maju ke depan!"

Dengan perasaan malu yang telah mencapai ubun-ubun, Radin maju ke depan Kelas. Tentunya ia menjadi bahan tertawaan teman sekelasnya.

"Kamu gak menghargai ibu disini, ya?"

"Saya minta maaf, bu." Lirihnya sesal.

"Kamu ibu hukum berdiri di depan Kelas sampai pelajaran ibu selesai."

Dengan pasrah, Radin menuruti permintaan sang Guru.

Melihat Radin di hukum, ada rasa sesal di hati Liana. Tapi ia bisa apa?

Tiba-tiba saja...

"Huft!"

Liana mendapatkan tatapan sengit dari gadis paras bule yang duduk di depannya. Seolah gadis itu tak menyukai pernyataan Radin dalam surat itu. Sedangkan Liana, ia hanya menatap gadis itu penuh dengan ketenangan. Liana maklum, kalau gadis yang duduk di depannya ini tak begitu menyukai dirinya. Mereka saling kenal dari kecil, dan selama itu pula Liana mendapatkan kebencian dari gadis itu.

***

"Radin ngapain ngungkapin perasaannya sama Liana, sih?

Ya, gadis itu.

Gadis dengan paras bule yang tadi menatap sengit pada Liana. Seperti dugaan di awal, kalau gadis itu tak menyukai pernyataan Radin didalam kertas itu.

Dengan gelisah, ia berjalan mondar-mandir di Parkiran seolah menunggu seseorang. Ia tadi sempat menguping, kalau Radin akan pergi berkencan dengan Liana.

Ya, ia tau kalau Liana dan Radin sudah berpacaran. Tentunya gadis itu tak bisa menerima fakta. Pasalnya Radin adalah cowok yang ia sukai. Namun, lagi-lagi Liana. Entah mengapa, ia merasa semua cowok itu terpaku pada Liana. Sampai rasanya ia muak mendengar nama Liana lagi Liana lagi.

Pucuk di cinta ulam pun tiba. Apa yang gadis itu tunggu, akhirnya datang juga. Dengan segera ia menghampiri dan tanpa ijin, gadis itu langsung memeluk tangan kekar Radin dengan manja.

"Ter, apaan sih?" Tentu saja Radin risih atas perlakuan si gadis.

Liana terlihat cemburu. Sedangkan gadis itu mengerecutkan bibirnya, namun tak melepas tangannya dari Radin.

A2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang