22. [ Jangan Mati! ]

328 55 5
                                    

Rian menatap tajam, wajahnya dicengkeram dengan kuat oleh Aldric dipaksa untuk mendongak menatap wajah iblis itu.

"Ayo pulang, Archer."

Rian segera menepis tangan Aldric dengan sisa kekuatannya. Rian berdiri melompat menjaga jarak dari Aldric yang kini menghembuskan nafasnya lelah. "Berapa kali harus kukatakan padamu?"

Aldric mengkerutkan jidatnya. "Jangan membuat kesabaranku habis, Arche."

"Siapa bilang aku akan menuruti kata-katamu?" Rian tersenyum sinis. Tatapannya melirik pada Theo, Zebiro dan Kyoga yang diujung sana berada dalam bariernya. Zebiro dan Kyoga terlihat begitu mengkhawatirkan.

"Jangan mengalihkan pandanganmu dariku, Arche." Lintasan aliran sihir menyerang Rian, Rian hanya sempat menghindar sedikit sehingga bahunya terkena serangan dan terluka.

"Jadikan aku prioritasmu." Rian tertawa mendengar kata-kata Aldric yang tak masuk akal.

"Kau? Kau bukan prioritasku, Aldric." Tangan Aldric terkepal kuat, mata itu menatap tajam penuh amarah. Terlihat sangat jelas saat ini raja iblis begitu marah.

"Setelah semua yang aku lakukan untukmu, menunggumu selama ratusan tahun, menunggumu bahkan jika kau terus mengulang waktu .... dan ini balasanmu?!" Suara Aldric mengeras, Rian bersiap jika dia akan menerima serangan lagi.

"Aku tidak memintamu," jawab Rian.

Aldric tertawa, tawa yang terdengar begitu suram dan menyeramkan. "Tentu saja, itu kemauanku!"

Rian menyilangkan tangannya di depan wajahnya saat Aldric sudah maju meninjunya. Barier kecil mampu menahan serangan Aldric. Rian memundur dia menghindari tumbukan bertubi-tubi Aldric yang begitu cepat, terlebih sihir Aldric yang kuat menambah kekuatan Aldric.

Rian memundur, menangkis tendangan Aldric, dia berputar kebelakang Aldric, kakinya segera memberi tendangan berputar pada kepala Aldric. Itu sedikit mengenai Aldric. Aldric menggeram, dia berhasil menangkis namun sihir api biru Rian menyebar di kulitnya.

Rian segera melompat mundur, dia mengambil jarak yang jauh. Sial, sial, sial.

Sial, aku tidak bisa menggunakan sihir darahku karena dia lebih kuat dariku!

"Rian! Ini tidak bagus, kau bisa mati jika kau terus bertarung dengannya," terdengar suara Shuuri dikepalanya.

"Aku tahu, aku tahu sialan!"

Api biru bekobar diseluruh tubuh Rian. Saat hendak menyerang Rian terkejut saat tubuhnya dikelilingi barier yang Aldric buat sama seperti Zebiro. Barier itu dilapisi oleh lingkaran sihir yang begitu besar. Ini berbeda dengan serangan Aldric yang ia lakukan pada Zebiro.

Rian dapat mendengar teriakan para rekannya di belakang sana. Rian mengalirkan seluruh mananya pada tubuhnya, menebalkan ketahanan tubuhnya bersiap menerima serangan dan Rian tahu, dia mungkin bisa bertahan.

"Jika memang aku tidak bisa membawamu pulang, aku hanya perlu membuatmu mati, Arche." Rian dapat mendengar dengan jelas suara Arche yang bergema di dalam lingkaran sihir itu.

Tubuh Rian dikelilingi api biru yang besar, aliran sihir es juga membungkus tangan dan kakinya. Sihir darah yang kini terbentuk menyelimuti tubuhnya sepenuhnya. Tepat saat itu teriakan keras dari rekannya teredam, ledakan kuat terjadi dalam lingkaran sihir itu.

Rian berteriak keras, mengalirkan mananya berusaha semaksimal mungkin untuk tidak membuat tubuhnya meledak. Rian memejamkan matanya, Shuuri dan Chito terus menjaga inti sihirnya di dalam sana supaya tetap bekerja dalam tekanan keras dari ledakan yang bisa saja membuatnya lansung hancur.

Son Of A Bastard Duke [S2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang