Bab 6 ~ Ucapan itu Doa

207 15 0
                                    

Dilarang keras menjiplak karya ini. Ketahuan menjiplak atau copy paste? Karma otw for you!

Happy reading

.

.

.

.

.

Hallan menatap dalam manik mata Bella. Menunggu jawaban dari gadis itu. Bulir-bulir air mata mengumpul di pelupuk mata sang dara. Bingung akan menjawab apa.

"Jadi bagaimana jawabanmu Bella?", tanya Hallan.

Bukan kata yang menjadi jawaban Bella, melainkan sebuah tindakan. Ia menjadikan pelukan sebagai tanda menerima pria itu dalam hidupnya. Terasa anggukan kecil dalam dekapan.

"Kamu menerimaku?", tanya Hallan memastikan.

Bella terlalu malu untuk menjawab. Lagi-lagi anggukan sebagai jawaban. Hallan mengeratkan pelukannya. Tangan kekarnya membungkus tubuh mungil Bella.

"A-ah Hallan aku malu sekali", cicitnya.

Hallan melepaskan pelukannya. Jemarinya menyisir rambut hitam sang kekasih. "Tidak usah malu. Kan aku tidak memintamu yang aneh-aneh. Mulai sekarang dan seterusnya kamu adalah milikku."

"Aku ingin mengenalmu lebih jauh lagi Hallan. Aku tidak mau salah memilih pacar", pinta Bella.

"Tentu dengan senang hati aku akan menceritakan siapa aku yang sebenarnya Bella. Pegang tanganku", Hallan mengulurkan tangan.

Bella menerima dan meletakkan tangannya. Tiba-tiba muncul berbagai memori yang saling bertabrakan. Kepala Bella pusing. Dirinya tak sanggup menerima memori sebanyak itu. Hallan membawa gadis itu ke masa lalunya.

Oktober 1947

Kalian tau apa itu masa bersiap? Masa itu adalah peristiwa pembersihan orang-orang Netherland dari Hindia Belanda, karena Indonesia akan menjadi negara yang merdeka. Keluargaku adalah salah satu korbannya.

Setelah Jepang kalah dari Perang Dunia II, kekuatannya mulai berkurang. Sebenarnya keluargaku sempat kembali ke Netherland. Namun, saat Jepang kalah Perang Dunia II, keluargaku memutuskan untuk kembali ke Hindia Belanda.

Netherland mencoba kembali berkuasa di tanah ini. Terdapat dua kota yang aman bagi orang Netherland. Kota Manheaven adalah salah satunya. Bisa dibilang kota ini seperti kampungnya orang Netherland.

Kami mulai menata kehidupan dari nol. Gabby adikku yang masih mengenyam pendidikan sekolah menengah, disekolahkan di MULO. Sebagai anak sulung yang genap menginjak usia 20 tahun, aku bekerja sebagai pelayanan di restoran Netherland.

"Hallan, sedang apa disitu?", tanya Gabby yang tiba-tiba muncul di ambang pintu.

"Sedang mengatur upahku. Ada apa Gab? Ayo masuk saja", aku mempersilahkan adikku masuk karena ia cukup sering main ke kamar.

"Aku khawatir sewaktu-waktu kota ini akan diporak-porandakan oleh kaum inlader. Kau tau kan hanya ada dua kota yang aman untuk orang Netherland seperti kita? Mama dan papa bodoh sekali kenapa harus kembali ke sini", raut wajah Gabby nampak tak suka. Ada kegelisahan di sana.

Pacarku Hantu BelandaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang