5. Lari pagi

0 0 0
                                    

Di jam delapan lewat sepuluh menit, mereka berdua sudah berada di tempat, dimana sangat cocok untuk bersepeda. Yaitu di jalan sebelum pantai putih.

Arghi dengan kaos oblong putih dengan celana hitam pendek membuat siapapun yang melihat tak bisa mengalihkan pandangan. Abel bertanya-tanya sendiri sembari ia mengayuh sepeda milik arghi. Bagaimana ia bisa secepat ini berteman? Di tambah lagi sangat sulit berbaur terutama dengan lelaki.

Arghi melihat Abel yang tengah termenung sambil mengayuh sepeda. Ia coba menegurnya lewat senggolan tangannya. Abel tersentak kaget.
"Kenapa ghi?" Tanya Abel dan Arghi hanya menggelengkan kepala.

Abel menarik rem tangan kanannya. Arghi yang masih berlari pun langsung menghentikan langkahnya.
"Kenapa bel?" Tanya arghi dan kini Abel membalasnya dengan menggelengkan kepala juga.

Arghi tersenyum tipis. Ia mengerti apa yang di lakukan Abel.
"Sorry,," kata arghi lalu mendekati Abel.

"Tadi kenapa nyenggol-nyenggol?"

"Kamu bengong. Ada yang di pikirin?"

"Enggak!" Umpat Abel.

"Mau lanjut? Apa istirahat?"

"Istirahat dulu aja deh"

Abel membawa sepeda ke tepi pohon yang lumayan rindang. Sedangkan arghi pergi membeli dua botol minuman di penjual pinggir jalan.

Dua remaja itu duduk di bawah pohon dengan mata yang sama-sama terpejam. Arghi menatap Abel yang masih memejamkan mata dengan nafas yang naik turun. Tanpa sadar, arghi tersipu hingga ia mengeluarkan down smile.

Arghi berdiri dan Abel sontak membuka mata. Pria itu mengulurkan tangannya ke Abel, mengajaknya untuk pulang.
"Kayaknya perjalanan tadi udah cukup. Kita udah nempuh tiga kilometer dari rumah" ujar arghi.

"Ke pantai kayaknya enak sih" sindir Abel sambil membalas uluran tangan arghi.

"Boleh"
Arghi menaikan standar sepeda dan membawanya ke jalanan beraspal. "Ayo naik!" Pinta arghi dan Abel mengangguk.

***

Sampai nya di depan pantai yang tak berpagar, arghi meminta Abel turun dari sepeda. Begitu juga dia sendiri. Ia membawa sepeda hampir ke tepi pantai. Namun angin kencang dari arah laut membuat rambut Abel berkibar. Helaian rambutnya bahkan mengenai wajah arghi yang tengah mendorong sepeda di belakangnya.

Arghi langsung menggeletakan sepeda di atas pasir lalu melepaskan topinya, berniat untuk memakaikannya ke abel.
"Pake aja" ucap Arghi sembari memakaikan topinya ke Abel dari depan. Rambut Abel yang panjang itu ia keluarkan melalui lubang topi supaya menahan topi tidak terbang. "Kekencengan gak?"

"Mmm, enggak sih. Cukup"

Reflek, arghi langsung menggenggam tangan gadis di hadapannya dan membawanya ke daratan pasir yang mengenai air laut.

***

Mumpung masih pagi, waktunya yang tepat untuk beberes rumah. Mamah Abel menyapu halaman dengan pagar yang sedikit terbuka. Terdengar suara pagar yang terbuka namun posisi pagar rumah Abel masih sama. Mamah mencoba keluar dengan membawa sapu lidi di genggamannya.

"Misi Bu?!" Sapa perempuan dari rumah sebelah.

Mamah Abel yang secara diam-diam awalnya, kini terkejut seorang perempuan seusianya muncul tiba-tiba.
"Uhhh! Kaget!" Pekik mamah lalu ia menghela nafas. "Iya kenapa mba?"

"Saya tetangga sebelah. Udah semingguan disini tapi kayaknya saya belum sapa-sapaan sama tetangga disini.." tukas ibu itu.

"Oh! Iya gapapa mba. Salam kenal ya! Saya mamahnya Abel" ucapnya lalu menjulurkan tangan lebih dulu.

"Oalah. Saya Febby, mamahnya arghi, mba" perempuan itu membalas uluran tangan mamah Abel.

"Loohhh?? Mba mamahnya arghi ternyata. Tadi dia kesini mba, ngajak Abel joging" ucap mamah dengan semangat.

"Iya mba tadi dia udah bilang. Saya jadi gak enak, masa anak yang kenal lebih dulu ya kan..?"

Dua ibu-ibu awet muda itu terkekeh di depan pagar rumahnya masing-masing. Mamah Abel mengajak mba Febby untuk berbincang di dalam. Tak sangka, mereka akan saling mengenal lewat anak sendiri

***

Arghi yang tengah berjongkok di tepi pantai sambil bergambar di atas pasir, tiba-tiba saja ia mengambil ponsel dari saku celananya. Tulisan grafiti yang berhasil ia tulis di pantai, Kini ingin ia abadikan di dalam foto.

Sedangkan Abel, ia masih sibuk mencari kerang-kerangan kecil di pasir putih untuk di jadikan sebuah aksesoris. Dua anak muda dengan hobi yang hampir sama.

Abel menghampiri arghi dan ikut berjongkok di samping nya.
"Dapet banyak?" Tanya arghi saat melihat Abel yang membawa kerang kecil di atas baju bagian bawahnya.

"Lumayan" singkat Abel. Ia melihat tulisan yang masih terukir di pasir putih. "Ini...grafiti?" Tanyanya.

Arghi mengangguk. Ia memberikan beberapa foto yang sempat ia ambil lewat ponsel.

"Wah?! Kamu sering gambar grafiti ternyata" tukas Abel.

"Aku suka seni..."

"Sama!" Saut Abel.

Mereka sama-sama tersenyum lalu terkekeh saat saling melihat mata ke mata.
"Kenapa sih?" Tanya arghi Ge'er.

"Gapapa. Kamu ngapain ketawa coba?"

"Gapapa juga"

"Yeee, gak jelas!" Umpat Abel.

Dua remaja kelas sepuluh itu masih berjongkok di tepi pantai. Melawan angin serta memandang ombak laut yang tak kunjung berhenti.

Arghi mengambil sebuah plastik bening yang tergeletak dekat air laut. Menyadari Abel yang membawa kerang lumayan banyak, tak mungkin ia membiarkannya menaruh di baju sampai mereka pulang.

"Nih!" Arghi menyodorkan plastik bekas namun bersih.

"Ngeliat aja" Abel menerimanya dan langsung menaruh kerang itu ke plastik dengan bantuan arghi.

"Isabel?!?" Panggil seorang yang jaraknya lumayan dekat dari mereka.

Abel dan Arghi pun menoleh secara bersamaan. Mereka masih berada di posisi menuang kerang ke plastik.

'ka byan..?' syok Abel dalam hati. Matanya terbelalak saat melihat orang yang memanggilnya adalah pria yang berada di mimpinya tadi.

"Ka byan.." saut Abel dengan suara yang pelan.

***

Note : maaf jika banyak kata-kata yang terulang 🙏

ENCHATHED TO MEET YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang