Kronologis yang sedikit tidak logis, tetapi Sasuke tahu bahwa mereka berbicara tentang patahnya komitmen
DULU Hyuuga Hinata masih tak mengerti dengan alasan sebenarnya dari seorang Uchiha Sasuke yang mengakhiri semuanya, atau mungkin Hinata hanya berpura-pura untuk tak mengetahui apapun dan mungkin hati paling kecilnya tak sanggup terima fakta yang ada. Ini bukan salahmu, Hinata. Hanya kalimat itu yang akhirnya terlontar setelah sekian lama Sasuke mendiamkannya, ini mungkin bukan negosiasi sempurna, cacat di manapun, bahkan rasanya Hinata tak sanggup dengarkan ucapan Sasuke saat ia menunduk dan lontarkan kalimat.
Aku adalah laki-laki pengecut, Hinata.
Itu adalah kali pertama Sasuke membuka suaranya setelah lama diam dengan pikirannya sendiri, membuat tangisan Hinata semakin menjadi. Seharusnya ia merasa lega bukan? Sasuke tak lagi bungkam, namun entah mengapa kalimat yang suaminya ucapkan itu semakin menambahkan goresan luka lain pada hatinya. Jika ia bisa berharap pada keinginan yang akan dikabulkan, jangan kata itu yang keluar, Hinata hanya berharap Sasuke tak melewati garis batas untuk tak mencampurkan rasa lain pada pilu yang kini mendera mereka. Hyuuga Hinata hanya menginginkan jawaban atas pertanyaannya, bukan mendengar kata lain yang tak ingin ia dengar, setidaknya, hal itu tak semakin menambah sakit di hatinya.
"Itu bukan jawabannya, beri aku jawaban yang lebih masuk akal." Hinata bertanya dengan sedikit tangis. "Kau selalu beri aku jawaban, tapi bukan ini jawaban dari semua pertanyaanku." Hinata saat ini merengek sementara Sasuke memeluknya, membuat Hinata memukul-mukul lemah pada dada suaminya, ia memberontak.
Kekurangan seperti apa yang membuat Hinata dengan tega menceraikan Sasuke? Memangnya Sasuke tak tahu bahwa sebagai sepasang suami-istri, mereka harus belajar untuk menerima kekurangan masing-masing dan berkomitmen untuk itu, hidup selamanya bersama? Lantas jika bukan salahnya, kenapa Sasuke harus menyalahkan dirinya sendiri?
"Berbicara, jangan diam lagi," biasanya Hinata penuh akan kesabaran, tetapi di hari yang kelam itu, ia bersikap berkebalikan. "Kau harus menjawab pertanyaannku, Sasuke-san." Jika bukan pada Sasuke, Hinata tak akan pernah mau bersikap menyedihkan seperti ini, memohon-mohon serta meraung-raung—mengemis banyak hal agar rasa sakitnya juga dirasakan oleh Sasuke dan mungkin jika begitu, Sasuke tak akan menceraikannya.
Tetapi ia bisa apa jika keputusan Sasuke untuk pergi dari hidupnya itu adalah prioritasnya sekarang? Hinata semakin melemah seiring tangisnya yang semakin kencang, energinya habis terkuras bersamaan dengan cucuran air mata yang mengalir deras tiada henti. Jika menangis adalah satu-satunya yang dapat dilakukan, Hinata hanya bisa melakukan ini. Tak tahu dan entah harus bagaimana? Semuanya bukan lagi soal warna hitam dan putih, tapi abu-abu dan ia tak bisa melihat dengan jelas.
"Sasuke-san ..." Hinata dengan tenang, lepaskan pelukannya. "Apakah aku harus menerima ini? Bagaimana jika aku tidak ingin bercerai?" Tak ada pilihan lain, ini adalah isi hatinya dan Hinata mungkin sudah gila, tapi memangnya manusia mana yang siap untuk menghadapi sebuah perceraian? "Bangunkan aku, ini semua hanya mimpi kan?"
Dan Sasuke menggelengkan kepalanya, sementara Hinata masih saja memohon. "Kau tidak mungkin bersikap seperti ini padaku, Sasuke-san." Semua kilas balik tentang mereka semasa sekolah hadir dan Hinata termenung, kenangan manisnya bersama Sasuke seperti mimpi yang akan hilang dari hidupnya.
"Katakan, apa salahku atau apa kekuranganku, hm?" Hinata tak tahu, ia hanya tak ingin Sasuke meninggalkannya, katakanlah ia bodoh atau orang-orang anggap dirinya tak bisa berpikir rasional, tapi memang apa lagi yang lebih menyakitkan dari perasaan ditinggalkan oleh orang yang kita cintai?

KAMU SEDANG MEMBACA
The Broken Rings [On-hold]
RomanceDi ruang persidangan yang dingin, raga Hinata lemah sama halnya dengan jiwanya yang mati, ia tak pernah menyangka bahwa Sasuke akan menceraikannya. Di sini awal dari pernikahannya yang hancur dan mungkin itu yang terbaik, sebab Hinata tak lagi sangg...