Bab. 31

28 8 0
                                    

Hari ini Allen datang ke kontrakan Jeha lebih awal. Jika kemarin pukul tujuh pagi sekarang pukul setengah enam dan sebelumnya ia sudah mengabari wanita itu kalau Allen akan datang. Begitu masuk Allen menanyakan keadaan Jeha, katanya sudah lebih baik sekaligus bisa makan sedikit demi sedikit.

Pertanda baik bukan? Ternyata jamu tradisional buatannya cocok di perut Jeha. Dari kemarin usai pulang dari kontrakan wanita itu Allen sudah berencana akan membawa bubur ayam sebagai menu sarapan, makan siang maupun makan malam. Mengingat bubur ayam adalah makanan kesukaan Jeha jadi ia berinisiatif membuatnya supaya selera makan Jeha jadi lebih baik pun kondisi tubuh bisa cepat pulih.

"Gue memang belum sarapan, baru masak nasi. Tapi, seharusnya lo nggak perlu repot bawa sarapan, gue bisa makan tempe goreng nanti," ujar Jeha seraya memperhatikan Allen mulai mengupas kulit kunyit di dapur, ia berdiri di sebelah pria ini.

"Sama sekali nggak merepotkan, bubur ayam makanan kesukaan lo, siapa tahu karena makanan kesukaan jadi makan banyak biar cepat sembuh." Allen membalas tanpa menatap lawan bicara karena kini tengah mencuci kunyit dengan air mengalir.

"Makasih ya."

"Sama-sama, mending lo duduk jangan kelamaan berdiri, ya."

Jeha pun mengangguk pelan dan duduk di kursi meja dapur seraya memperhatikan Allen membuat jamu kunyit. Terlihat Allen tengah memarut, memeras sari kunyit menggunakan air lalu merebus tanaman dengan nama latin curcuma longa. Setelah mendidih barulah Allen menuangkan ke dalam gelas.

Allen pun menaruh gelas tersebut di meja dapur dekat Jeha. Berikutnya ia akan mempersiapkan bubur ayam ke dalam mangkok ayam jago, menuangkan suwiran ayam di atas bubur, menambahkan kuah bubur secukupnya dan menambahkan toping lain seperti kacang kedelai, bawang goreng, dan--

"Mau pakai telur puyuh nggak?" Sedikit menoleh ke belakang Allen bertanya karena takutnya mual makan makanan berbau amis.

"Boleh, dua biji saja, ya."

"Baiklah Nona." Allen pun menambahkan telur puyuh dua biji di atas toping ayam lalu bertanya lagi. "Mau makan di dapur atau kamar? Siapa tahu mau makan sambil tiduran?"

Kini pria tinggi besar itu balik badan sembari membawa satu mangkok bubur ayam yang telah siap untuk di makan.

"Ke kamar saja, Len. Tadi gue ke sini cuma pingin lihat lo bikin jamu."

"Pengen liat gue bikin jamu apa pengen liat muka ganteng gue?" Pria itu menarik turunkan alis menggoda Jeha.

Jeha menghela napas sembari memutar bola mata. Si bongsor adalah definisi manusia yang sadar akan dirinya itu tampan menurut versinya.

"Sebelum makan, diminum dulu jamunya biar lambung lebih enakan."

Jeha yang sudah duduk di ranjang berbaring dan menerima sodoran gelas berisi jamu. Sebelum menegak sampai tandas wanita itu menghela napas terlebih dahulu. Sebenarnya ia tak terlalu suka pada jamu kunyit, lebih enak minuman rebusan Jahe kemana-mana.

"Mau gue suapi atau makan sendiri?" tanya Allen usai Jeha meneguk habis jamu dan meletakan di meja sebelah ranjang.

"Makan sendiri saja."

"Yakin nggak mau disuapi biar romantis dikit? Apalagi yang menyuapi pria tampan." Allen sudah membopong mangkok bubur ayam, ia duduk di tepi ranjang mengedipkan satu mata menggoda.

Jeha menggeleng pelan, tahu betul pria ini punya kepercayaan diri di atas rata-rata. Tapi di lain sisi merasa senang melihat Allen kembali ceria pun suka menggoda wanita yang dicintainya. "Nggak usah, sini biar gue makan sendiri. Makasih ya, sibong, sudah bikin jamu sama makanan kesukaan gue."

TAUTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang