Bab. 11

108 47 3
                                    

Fokus. Satu kata digunakan semua penghuni dapur restoran, para chef maupun koki sibuk akan tugas masing-masing. Mempersiapkan bahan makanan, memilih bahan, mengolah bahan; menumis, memanggang, merebus, menggoreng dan lain sebagainya. Dipastikan juga bahan pangan yang digunakan berkualitas.

Allen yang menjabat sebagai chef owner (pemilik restoran sekaligus chef) terbiasa harus fokus, serius, teliti saat memasak pun harus cepat, tepat, dan rasa masakan harus enak. Seperti sekarang ia tampak cekatan memasak menu salah satu pesanan konsumen; bistik daging sapi.

Terlihat lelaki yang memakai jaket putih chef dan apron tengah memanaskan margarin dalam wajan, menumis irisan bawang merah sampai harum, memasukan kaldu sapi, menambahkan saus tomat, merica, pala, garam, kecap manis dan memasaknya hingga mendidih.

Menyiapkan piring, memasukan bistik daging sudah dipotong cincang, menyiram daging dengan saus yang baru saja matang, menambahkan potongan kentang goreng, rebusan brokoli, potongan wortel memanjang, satu dua lembar daun selada beserta potongan buncis. Hidangan pun siap.

Sesekali Allen menyeka keringat menggunakan sapu tangan, setelah makanan diperiksa oleh food checker, lalu giliran runner menjalankan tugas mengantarkan makanan ke meja pelanggan.

Menilik jam dinding, sekitar tiga puluh menit bergelut di dapur sekaligus membiarkan Mama dan Jena menunggu di ruang manajer. Yah, Nika minta bicara serius——diwaktu jam kerja anak——, padahal dalam hati terdalam terusik bila waktu kerja diganggu.

Melepas apron, mencuci tangan di wastafel, membasuh wajah berjejak keringat nan panas dengan air mengalir, menyerap sisa bulir air di wajah dan tangan menggunakan tisu. Setelah itu kaki jenjangnya melangkah ke ruang manajer.

Begitu pintu ruang manajer terbuka dan melangkah masuk, kedua penghuni menoleh ke arahnya. Mama yang tadinya asik mengajak mengobrol calon menantu menatapnya, begitupun Jena menghentikan tangan meraih gelas berisi jus strawberry, menaruhnya kembali dan menatapnya.

Entah bicara serius apalagi yang orang tua itu inginkan, yang jelas Allen sudah muak membahas obrolan diselimuti kandidat penting supaya Allen tak menolak. Ia duduk di kursi mandiri.

"Jadi Mama mau bicara apa?" Langsung saja ke inti pembicaraan, tak mau buang waktu memasak di dapur.

Nika justru berdiri, menginterupsi anak untuk menunggu sebentar lantaran dirinya hendak mengambil botol air mineral dingin di kulkas pojok ruang manajer.

"Minum dulu, kamu pasti haus, kan?"

Begitu duduk di sofa kembali Nika menyodorkan botol air mineral dingin pada anak, dan Allen menerima lalu meminumnya hingga setengah tandas.

Menyimpan di atas nakas lalu kembali bertanya. "Jadi?"

Wanita itu mengambil ponsel di dalam tas. Nika yang duduk di sofa dekat anak tersenyum menunjukan sesuatu di ponsel. Yah, sebuah foto gambar design baju pengantin berwarna gold, mewah sekaligus elegan.

Allen yang melihat berkomentar dalam hati bukan sekadar bagus, tapi sangat bagus. Tapi ... terlalu terburu membuat gaun karena masa perkenalan dengan si calon masih lama. Melirik Jena, wanita itu diam saja tak terlihat antusias setelah Nika menunjukan hasil maha karya pada Allen.

"Tadi Mama sempat tanya sama mbak Jena, dia setuju. Tentu saja, karena design buatan Mama sangat bagus. Kalau menurut kamu gimana?"

Allen cukup mengangguk, tak perlu memuji lewat kata design Mama itu sangat mumpuni, tentunya wanita ini sadar diri. Sering mendapat apresiasi dari pembeli pasti membuat Mama semakin percaya diri dengan hasil karyanya.

"Jadi Mama ke sini cuma mau nunjukin gambar design ini?" Tolonglah! Allen memaki dalam hati begitu Mama mengangguk, kalau hanya menunjukan hasil karyanya bisa di rumah saja kan?

TAUTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang