✥SI KECIL BINTANG LIMA

3.2K 99 3
                                    

"uang dan cinta itu pelengkap di dunia tapi iman dan takwa itu pelengkap di akhirat nanti."
-Ananda Albara Saputra

✥SI KECIL BINTANG LIMA
"Pa, ma  dulu bisa gak sih?"

Laki-laki berusia 18 tahun menatap kesal kedua orangtuanya dari tadi tidak memberikan ia kesempatan untuk berbicara. Tangannya masih digenggaman oleh bocah kecil berumur 3 tahun dengan snack menggandung MSG di dalamnya. Kedua wanita dan lelaki berkepala empat itu mengira anaknya sudah menghamili gadis di luar sana. Tubuhnya berakhir lemas dengan pemikirannya keduanya yang terlalu berlebihan sekali.

"Terus apa kalau kamu gak ngehamilin anak orang Bara?? Mama itu sudah nerima kekurangan kamu ternyata kamu bohong lagi sama mama? Mau kirim ke kampung aja tampat nenek mu itu?"

"Jangan ma!" Teriak Bara kesal. "Makanya dengarin dulu, aku mau ngomong papa sama mama nyela mulu gimana bisa paham."

"Nyalahin gitu? Udah salah ya kamu masih aja begitu."

"Bukan gitu ma..... allahuakbar kemarin kann Bara habis pulang dari rumah Bayu kan. Aku gak sengaja liat nih bocah tiduran dekat trotoar jalan ma, pa. Ya.... karena kasian ya udah aku bawa pulang aja sih mama sama papa juga kan kepengen punya juga bisa nih ngadopsi."

"Kamu pikir muda?" Jawab sang papa kembali duduk dan menatap anak kecil dari diam di dekat anaknya. "Kayaknya dia lebih senang sama kamu Bar mending di urus biar ngerasain jadi papa sama mama."

"Lah? Ogah! Bara masih pengen main sama temen ya pa gak ada ikatan sama anak-anak begini papa sendiri tau aku gak suka sama kecil."

"Kamu gak suka kenapa nolongin nih bocah?" Perkataan mamanya justru membuat Bara meringis pelan. Ia terlalu kesal dengan para keponakannya kadang suka seenaknya pada dirinya. Mentang-mentang ia om mereka lalu dengan seenaknya memerintah tanpa pandang sesuatu begitu juga dengan sepupunya. "Justru itu kamu harus belajar sama anak ini biar lebih sabar, gak keluyuran sembarangan lebih kurang merokok tuh pa."

Sial benar-benar sial!

Bara mendengus pala secara tidak langsung orang tuanya memberikan izin dan hak untuk mengurus anak kecil ini. Tangannya menarik agar bacoh itu naik ke dalam gendongnya.

Terlihat kasar tapi itulah Bara.

Mereka akan berangkat ke sekolah, papa berangkat kerja, mama juga berangkat kerja ke toko. Lihat sekarang dengan jahil Bara membungkus anak kecil di depannya dengan jaket hitam kesayangan. Keduanya berjalan dengan santai walau waktu sudah terbilang sangat siang. Ini salah kedua orang tuanya yang menahan dirinya membuat ia terlambat.

Setibanya di sekolah ia sudah di hadangkan laki-laki berjabatan ketua OSIS SMANDA menatapnya tajam. "Liat sekarang jam berapa? Niat sekolah atau gak? Jangan buat gue repot-repot harus nyatat nama lo mulu." Telinga Bara panas untuk kedua kalinya.

"Buta?"

"Apa? Berdiri hormat tiang bendera sana."

Oke, fine! Tanpa bantahan Bara langsung melakukan hukuman dan memberikan bocah kecil ke gendong si ketua OSIS yang kebingungan. Tubuh tinggi Bara berdiri dengan tegap di tengah-tengah lapangan dan melakukan posisi hormat.

Ketua OSIS mereka benar-benar menyeramkan jika ia tambah hitam maka pelaku utama adalah ketos anjeng. Mata Bara melirik Abi ketua OSIS mereka sudah tidak ada lagi, ia langsung saja berlari masuk ke dalam gedung sekolah. Teman-teman Bara menyambut pentolan geng mereka di kantin, Bara tidak ada geng hanya tongkrongan biasa saja.

Menurutnya tidak ada keuntungan untuk membentuk sekelompok remaja seperti itu. "Ah.. segar banget." Sepa menatap miris minumannya. "Liat Abi kagak? Gue masih ada urusan."

𝗣𝗮𝗽𝗮 𝗠𝘂𝗱𝗮 [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang