03

77 4 0
                                    

Yah, setidaknya mereka tidak melakukan itu kepada Jeyn juga

~ Danendra Okhta Aldhi Paramanda Raymound ~

•••

Nendra menghela napasnya, akhirnya setelah berjam-jam melakukan pekerjaan OSIS yang sangat membuatnya penat. Ia pun bisa pulang ke rumahnya juga. Setelah menempuh perjalanan darat selama sepuluh menit menggunakan mobil jaguar putih miliknya.

Ia pun membelokkan mobilnya memasuki perkarangan rumah yang super mewah. Rumah yang bak mansion itu tampak berdiri kokoh di tanah berluaskan sepuluh hektar dengan pepohonan rindang bak hutan yang mengelilinginya. Membuat hawa rumah senantiasa sejuk dan dingin. Sekalipun, matahari bersinar sangat terik.

Setelah menelusuri jalan setapak yang panjang, mobil Nendra berhenti tepat di teras rumah dengan pintu berskala tinggi. Tepat ketika Nendra mematikan mesinnya, seorang wanita paruh baya berlari menghampiri mobilnya. Membukakan pintu mobilnya.

Nendra pun turun dari mobil, tanpa ekspresi. Memberikan kunci mobilnya kepada penjaga rumahnya agar nantinya dipakirkan ke dalam garasi mobilnya yang berada di bawah tanah. Masih dengan tasnya yang tersampir di bahu kanannya, ia pun menghampiri pintu dua potong di depannya

Dalam sekejap, pintu terbuka. Bukan karena otomatis. Namun, karena ada jejeran pelayan yang membukakan pintu untuknya dan menyambutnya.

"Selamat datang, Den Nendra."

Nendra tidak acuh. Lalu, salah satu dari mereka mengambil alih tas Nendra dan turut membantu melepaskan jaket kulitnya. Lalu, memberikannya sebuah sendal rumahan. Tanpa diminta, Nendra mengganti sepatunya menjadi sendal rumahan dan berjalan masuk ke dalam.

"Hei, bagaimana sekolahmu?" tanya seorang wanita paruh baya setibanya Nendra di ruang keluarga. Wanita itu sendiri tampak asyik membaca majalah fashion langganannya. Tanpa berniat untuk memandang maupun melirik putranya.

Nendra hanya berdeham. Lalu, kembali melanjutkan langkahnya menghampiri lift rumah. Menekan tombol L3, di mana lantai kamarnya berada. Sebelum akhirnya naik ke atas.

Ting

Pintu lift terbuka. Memperlihatkan ruangan luas yang tak lain adalah kamar pribadinya. Ya, di lantai ini hanya ada satu kamar. Dan itu adalah kamar miliknya seorang. Begitu pula dengan lantai lain yang masing-masing hanya terdapat satu kamar. Jadi, bisa dibayangkan kan seberapa luas kamar mereka masing-masing. Atau bisa dibilang, kamarnya seluas lapangan sepak bola Jamsil Indoor Stadium. Lengkap dengan kamar mandi, tempat belajar, dan fasilitas-fasilitas super mewah lainnya.

Nendra pun berjalan menghampiri handuknya. Bergegas masuk ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Sekaligus menghilangkan kepenatan setelah berjam-jam berkutat dengan berkas di sekolahnya. Hah, sungguh hari yang sangat melelahkan!

•••

Kring kring

"Aden, silakan ke ruang makan! Nyonya sudah menunggu anda." Suara interkom memecah keheningan kamar Nendra.

Nendra mendesah. Meletakkan kembali berkas-berkas kepengurusan OSIS-nya. Bergegas turun ke lantai satu dengan menggunakan lift.

Tring

Nendra keluar dari lift. Berjalan menghampiri meja makan dan duduk di kursi singgasananya. Alias, kursi yang biasa ia tempati. Tepat di sebelah Renggar, kakak lelaki Nendra. Dan di depan Qin, ibu Nendra. Tak hanya kakak lelaki dan ibunya saja.

Di meja makan luas itu, turut hadir seorang balita lelaki imut bernama Jeyn, keponakan Nendra. Dan Qinara, kakak perempuan Nendra bersama suaminya Renfy, yang duduk berseberangan dengan Nendra dan Renggar.

Lovely Tears (NEJ) REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang