Hari itu, di hari Rabu.

83 39 105
                                    

"Hari itu, rasanya kita semakin dekat."

••••

Sial !

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sial !

Pagi ini Nararya sial sekali.

Semua dimulai sejak bangun tidur terlalu dini, lantas di sambung dengan stok makanan yang kosong di lemari pendingin.
Tidak sampai di situ saja, kesialan Nararya berlanjut dengan peristiwa mati air hingga ia harus menumpang mandi di kamar mandi mesjid dengan menempuh waktu 10 menit.

Berharap semua jadi lebih baik, Nararya harus kembali mengumpat kesal karena teras yang licin sehabis di guyur hujan semalaman.

Jadi kini ini disini lah Nararya, sibuk menunggu bus ketika ia telah telat lebih dari 10 menit.

Semoga setelah ini, Nararya segera bertemu dengan Kanaka.

"Awas saja, kalau sehabis ini tidak bertemu Kanaka. Kita bermusuhan takdir !"
Ujar laki-laki berseragam pramuka itu sambil menunjuk langit dengan kesal.

Dari ujung jalanan sana, Nararya dapat melihat bus yang di tunggu akhirnya tiba.

Didalam tak begitu ramai, mungkin karena jam sibuk sudah berlalu 15 menit yang lalu.

Sibuk memperhatikan orang-orang didalam sana, netra hitam Nararya terpikat pada surai hitam sebahu yang mengayun indah tertiup hembusan angin.

Itu Kanaka ! Sempurna.

"Takdir, kau memang yang paling terbaik." Bisik nya sambil melangkah bahagia menuju tempat duduk paling sudut.

Tepat berada di depan gadis yang tengah tertidur lelap dengan telinga tersumbat aerphone. Nararya berulang kali mengambil tarikan napas, kedua tangannya sibuk merapikan pakaiannya.

Dengan senyum merekah, satu colekan ringan Nararya hadiah kan pada pundak Kanaka. Membuat gadis itu sontak terbangun dengan raut kaget.

Tangan Nararya melayang ke udara, melambai bahagia. "Pagi Kanaka Anindya,  apa kabar ? Semoga bahagia."

Lihat ! Sapaan nya masih saja sama. Sampai-sampai, Kanaka dapat mengenali manusia satu ini meski nyawa yang terkumpul baru setengah.

Nararya tak berminat mencari tempat duduk, laki-laki itu lebih memilih berdiri dengan tatapan yang tak lepas dari gadis di depannya.

Lihat gadis bersurai sebahu ini, mata nya yang berotasi malas dengan wajah berhias semburan kemarahan yang tersiram cahaya pagi. Indah sekali sampai Nararya rasanya ingin meminta pada Tuhan agar waktu berhenti saja.

"Ngapain ?"

Satu pertanyaan yang membuat Nararya hampir saja melompat kesenangan, tapi ingat ! Nararya harus menjaga image nya di depan Kanaka Anindya.

"Aku ?" Nararya menunjuk dirinya sendiri dengan senyuman yang semakin merekah lebar di wajah nya. "Menemani kamu, takut jika nanti Dewi Fortuna cemburu lalu menculik mu. Nanti aku kesepian." Jawab nya dengan penuh rasa kebanggaan.

NARARYA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang