Pemuda berbadan cengkring tengah memeras susu dengan cekatan. Tangannya begitu cepat mengurut puting susu sapi dan menghasilkan beberapa ember besi dalam waktu yang singkat.Tubuhnya bermandi keringat ditengah cuaca berkabut nan dingin khas pedesaan.
Sepasang headset terpasang di kupingnya. Dalam keheningan terdengar suara lirih dari lagu ter-hits masa kini.
Pemuda tanggung itu tak sendiri. Ada banyak pegawai seusianya yang berkerja serupa.
Mereka memerah susu sebelum fajar tiba. Mencari penghasilan dari air putih yang dihasilkan sapi gemuk peternakan keluarga Bagaskara.
Setahun telah berlalu setelah ditinggal sang tuan muda yang hilang bak ditelan bumi. Tak ada kabar berita kini.
"Din! Sudah hampir jam setengah enam, loh. Kamu nanti kesiangan. Tinggalkan saja si Babon nanti saya yang peras susunya!" teriak Mang Karta mengingat Khoerudin untuk mengakhiri pekerjaan karena harus segera bersiap ke sekolah.
"Siap, Mang! Ini si Babon sudah yang terakhir. Lima menit lagi selesai. Tinggal mandi. Nanti sarapan mah sambil jalan saja."
Mang Karta menggeleng kepala. Pemuda itu memang keras kepala. Padahal sudah sering dibilang jangan bekerja terlalu keras tapi masih selalu ngeyel. Padahal semua biaya hidup sudah dijamin keluarga Bagaskara. Termasuk biaya sekolah.
Namun, Udin selalu saja tak mau berpaku tangan. Selalu sibuk membantu di peternakan.
Udin dan Neneknya kini di rumah di area peternakan. Dirinya juga ditugasi mengawasi peternakan karena Adrian yang pergi berobat dan tak kunjung kembali.
Keluarga Bagaskara memang menyembunyikan kondisi Adrian terkini sesuai pinta putra kesayangannya.
Peternakan memang sudah berjalan seperti biasa. Yang tak biasa kini tanpa sang tuan muda yang selalu telaten menjaga. Kini menghilang tanpa jejak.
***
"Kalian tahu nggak? Ternyata kabar Adrian sehat dan pindah ke Singapura itu bohong, loh!" celetuk Vanty yang dengan heboh sendiri datang membuka perbincangan dengan tema gosip terkini.
Kafe tempat mereka berkumpul mendadak riuh. Vanty dan sahabat semasa kuliah tengah berkumpul untuk mengadakan jamuan ulang tahun salah seorang dari mereka.
"Yang gue denger, sih. Sebenarnya Adrian itu meninggal sehabis dia datang ke acara nikahan gebetan dia itu. Dia itu koma. Dibawa ke Singapura tapi kagak ketolong, " oceh Sukma.
"Lu tahu dari siapa?" tanya April.
"Teman gue kan ada yang di bagian administrasi rumah sakit. Dia lihat kok catatan keberangkatan Adrian ke Singapura."
"Salah orang kali, Lu! Rasanya kok kagak rela kalau Adrian sampai meninggal. Dia itu orang yang sangat baik. Masa mati gegara cewek. Gua jadi pengen tahu secantik apa cewek pilihan Adrian?" cerocos Dian. Seorang gadis paling cantik yang sedari lama sangat mendambakan Adrian jadi kekasih hatinya.
Sayang, Adrian bersikap biasa saja padanya. Patah hati dirasakan saat tahu jika Adrian berubah karena seorang perempuan.
"Katanya sih cantik. Tapi entah secantik apa. Cuma gila bener tuh cewek. Dicintai brutal dua lelaki. Yang satu sampe jadi kriminal. Yang satu jadi kehilangan nyawa. Sadis parah," oceh Vanty.
"Coba Si Adri lirik gue. Kagak bakal dia mati. Sayang bener, cowok secakep itu bisa frustasi hingga dibawa mati," Ketus Dian lagi dengan nada sedih.
Seorang perempuan di pojokan kafe mendengar keriuhan itu dengan mata nanar. Matanya memanas. Pertanda bulir air bening hampir tak bisa bertahan dari posisi. Hendak mengalir cepat menerobos matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan jodoh pilihan
General FictionAdrian, seorang hedonis dan tak mempercayai arti kesakralan pernikahan. memilih menjadi petualang cinta dibandingkan mencari pelabuhan terakhir hati di usia yang sudah lumayan matang. Harus bersedia menerima perjodohan dengan gadis dari masa lalu ya...