Dua Puluh Satu

16 0 0
                                    

Suasana masih saja ramai di sekitar patung Merlion. Seolah ikon dari kota Singapura ini tak pernah mati dari aktivitas sepanjang hari.

Terlebih di akhir pekan, keramaian kian menjadi. Malam itu sudah menunjukkan pukul 10 malam.

Tapi hiruk pikuk manusia kian menjadi menghiasi malam akhir pekan dengan deretan manusia yang menikmati keindahan malam.

Seorang gadis cantik duduk dengan lesu. Dia menatap kosong ke depan. Seolah dirinya sendiri di tengah keramaian.

Satu persatu orang di sekitar tempat duduknya kian bertambah dan berganti setelah lelah ber-swapoto. Tapi gadis itu betah duduk sendiri dan bermain dengan pikirannya sendiri.

Sikap dingin yang diterima olehnya dari sang atasan membuat frustasi. Semua orang yang melihat perubahan penampilan mengapresiasi. Tidak dengan si Kulkas berjalan.

Masih dingin dan kian beku. Malah terngiang saran untuk belajar lagi cara berhijab dengan benar. Kurang apalagi. Baju sudah tertutup rapat. Hijab sudah menutup kepala. Rupa kian memesona.

Mana baju dengan bahan terbaik dan model terkini  begitu eksotis membungkus raga yang aduhai langsing juga fotogenik. Kurang apalagi?

"Kulkas berjalan bodoh! Kurang cakep apalagi coba. Masih kurang apa? Adrian stupid!"

Teriaknya dengan refleks melucuti hijabnya dengan frustasi. Melempar hijab itu sembarangan. Puas hatinya setelah mengacak rambutnya yang dikepang.

Berusaha menahan rasa gatal dan panas seharian tiada guna. Toh, seorang lelaki yang menjadi sasaran malah membuat dirinya merasa gagal.

Tiwi mengacak kasar rambut indahnya hingga tergerai. Bukannya terlihat jelek. Malah kian terlihat cantik meski penampilan bak singa lupa menyisir rambutnya.

"Are you okay?"

Sapa seorang perempuan dengan ramah terdengar di telinga.

Tiwi kaget dengan sapaan perempuan itu. Dirinya berusaha merapikan rambut dan make up yang luntur karena air mata dan dikucek dari tadi dengan penuh amarah.

"I'm fine. Harus baik-baik saja. Of course!"

Gadis cantik itu menjawab pelan. Mungkin gadis bule yang bertanya padanya. Maklum di Singapura para pelancong itu sangat banyak. Perempuan yang bertanya itu salah satu wisatawan dari mancanegara yang tengah berlibur menikmati keindahan kota Singapura.

"Anda orang Indonesia?"

"Ya, saya orang Indonesia yang tinggal di sini," jawab Tiwi lagi yang anteng bebenah penampilan yang acak-acakan dan memalukan.

"Oh, ya, Alhamdulillah. Apakah kerudung ini milik anda?"

Tiwi mendongakkan kepala dan menatap perempuan yang membawa kerudung miliknya yang tadi dilempar sekenanya.

Mata Tiwi membulat. Tak berkedip menatap lawan bicara. Apakah ini mimpi? Dia melihat sesosok gadis
dalam Poto yang dikirim oleh Chika.

Gadis yang terlihat sangat anggun dan cantik dengan tanpa riasan. Berhijab lebar dan menutup dada. Terlihat sangat longgar tapi tidak terkesan tua.

Tersenyum manis memperlihatkan lesung pipinya. Dengan ramah dirinya duduk berlutut di hadapan Tiwi yang terlihat seperti orang depresi. Rambut acak-acakan dengan mata panda karena lelehan air mata yang merusak lukisan airliner miliknya.

Dengan segera diseka air matanya. Agak pedih dan kabur penglihatan karena butiran perona mata juga bercampur air mata masuk ke mata indahnya. Mana bulu mata sudah hampir copot sebelah.

Bukan jodoh pilihanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang