"lagi? Inalillahi, sepertinya kecurigaan Hasan benar. Ya sudah saya langsung ke sana, wa'alaikum salam." Adri menutup telponnya.
Wajahnya mendadak mendung. Baru saja rona bahagia terpancar, musnah karena berita yang datang.
"Kenapa, Dri? Ada apa?"
"Dua lagi sapi mati, Pah. Entahlah hasil lab Hasan belum keluar, tapi Hasan mengatakan kemungkinan besar sapi mati karena diracun orang."
Adri mengembuskan napas kasar.
"Ya Allah, tapi siapa yang tega melakukan sabotase pada peternakan kita?" tanya Mama.
"Apa kamu punya musuh di sini. Barangkali ada sikap dan perbuatan kamu yang membuat orang kampung tak berkenan?" Selidik Papa Adrian.
Adri menggeleng kepala. Bingung. Semua yang tengah bahagia menikmati kebersamaan dua keluarga bermuram durja. Padahal canda tawa dan ledekan menyertai kebersamaan mereka sebelumnya.
Tuan Bagaskara juga akhirnya meralat pikiran itu. Adrian dari dulu tak pernah punya masalah dengan orang lain. Tak pernah punya musuh.
Malah sering dikerumuni dan dimanfaatkan orang karena terlalu dermawan.
Mereka masih berada di depan hidangan yang tersaji rapi di meja. Tapi nafsu makan sudah hilang ketika mendengar berita duka dari pegawai peternakan.
"Mohon maaf, saya pamit, harus kembali ke peternakan. Tugas memanggil. Bukan kurang sopan tapi para pekerja membutuhkan kehadiran saya," ucap Adri pamit dengan segera bangkit dan merengkuh tanda hormat pada keluarga Rahma.
Semua orang tak ada yang bisa mencegah Adri pulang. Adri menatap Rahma sekilas. Tersenyum dan menundukkan kepala. Andai halal ingin meminta Rahma mencium tangannya. Ah, belum saatnya.
Kelak jika saatnya jangankan raganya jiwanya akan dimiliki seutuhnya.
Rahma menatap punggung Adri yang terlihat begitu bidang. Tempat yang nyaman untuk bersandar.
'Terima kasih, Kak Adri. Hari ini aku bahagia. Semoga kebahagiaan kita akan berlanjut hingga nanti ke pelaminan.'
******
"Gejala yang sama, mulutnya berbusa, Den, keracunan."
Mang Toha bagian penanggung jawab peternakan menerangkan.
Bangkai sapi berbobot kuintalan itu terjungkal. Mengeluarkan busa di mulutnya. Adri hanya mengelus dada.
Kringgg!!!!
[Assalamualaikum, ya, Ya Allah, ya Hasan, terima kasih atas informasinya]
Adri menutup telpon lesu.
"Dugaan kita benar, Mang. Keracunan, tepatnya diracun. Ada zat kimia di lambung sapi kita. Sebelumnya saya sudah curiga, tapi tak elok jika saya harus suudzon, makanya saya lebih memilih menunggu hasil lab. Ternyata bener di racun. Siapa yang tega, ya, Mang?"
Mang Karta menggeleng kepala asisten peternakan yang lain yang lebih senior dari mang Toha.
"CCTV, Ya Allah, sampai lupa cek itu, tolong urus bangkai ini, ya, Mang. Saya cek CCTV dulu siapa tahu ada petunjuk. Bisa kita jadikan bukti untuk menjerat pelaku. Saya akan buat orang yang melakukan ini tidur lelap di penjara."
Adri bergegas meninggalkan Mang Karta dan bangkai sapinya. Sementara para pegawainya yang lain sibuk menggali tanah untuk menguburkan bangkai sapi yang sebentar lagi akan menimbulkan bau tak sedap.
Gambar seseorang yang mengendap dan memberi sesuatu di makanan sapi tergambar jelas di layar monitor. Sayang, wajahnya tertutup oleh sebuah masker dan helm.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan jodoh pilihan
General FictionAdrian, seorang hedonis dan tak mempercayai arti kesakralan pernikahan. memilih menjadi petualang cinta dibandingkan mencari pelabuhan terakhir hati di usia yang sudah lumayan matang. Harus bersedia menerima perjodohan dengan gadis dari masa lalu ya...