Bangunan baru

2 0 0
                                    

Alhasil Ara dibawah kesebuah tempat yang tidak asing baginya. Iya, pondok pesantren abangnya. Ara terintimidasi, dalam ruangan yang tertulis kesiswaan, dua perempuan bahkan lebih. Mengintrogasi nya, menanyakan banyak hal.

Ara hanya mengelak, sebab ia memang tidak tau apa yang terjadi.
"Eh jangan asal tuduh ya!"

"Jawab!, kenapa kamu bolos. Kamu kira ini rumah kamu apa!, se enaknya saja main kabur-kaburan."

"Eh hijab panjang!, mana gue tau!, nama dia sama gue mirip kali!, asal tuduh aja"

"Kamu memang Arasya dela davina kan!, jangan mengelak, kamu akan dapat hukuman"

"EH!, udah gue bilang nama gue itu Arasya delia davira, bukan dela davina"

Nampaknya dua orang ini tersurut emosi dan saling melayangkan pandangan mencekamnya

"Sebaiknya di panggilkan nyai aja mba, atau ustadzah Risa, soalnya mereka udah nyari-nyari. Belum di kabarin juga"

"Bener itu, langsung bawa ke ndalem aja mba"

Semua setuju, Ara pasrah. Ara di gotong bersama-sama, elakan demi elakan di setiap langkah kakinya. Memberontak pun tak ada gunanya, Ara berteriak seperti orang gila.

"PENYIKSAAN WOY"

"PESANTREN SESAT, BULY ANAK ORANG!!"

"TOLONGGG~"

Setelah lelah tak di gubris ara lelah sendiri, kiri kanannya orang memegang, seperti kriminal kelas kakap saja.

Akhirnya Ara dan segerombolan orang-orang berkerudung itu sampai di sebuah rumah, rumah ini tepat di pinggir bangunan. Sederhana dan minimalis.

"Assalamualaikum nyaiii, Ning Risa"

"Wa'alaikumussalam iya sebentar "

Seseorang melangkah keluar, membuka pintu dan mempersilakan mereka masuk ke ndalem.

"Jadi gini Ning, ini Devina. Santri yang kabur empat jam yang lalu."

"Allahu Akbar, jadi kamu toh nduk??"

Kali ini bukan sosok orang di depannya yang kaget. Namun, seseorang perempuan paruh baya yang sedang melangkah membawa nampan berisi air minum.

Anjir kayak kriminal beneran nih gue, serasa habis maling uang satu koper

"Iya nyai, ini orangnya."

"Ternyata dia lagi nongkrong di warung bakso nyai"

"Alhamdulillah nduk, ternyata gosipnya tidak benar."

"Apa kamu sempat bertemu pacar kamu nak?, soalnya banyak yang bilang kamu kabur di jemput cowok."

Damn!

Bolehkah Ara berteriak!, lagi lagi ia terpojok, tuduhan macam apa lagi ini?. Setalah dituduh minggat sekarang di kira di ajak cowok. Ya walaupun tuduhan pertama ada benarnya juga, Ara sering bolos. Namun, ini beda tuduhannya.

Dengan tenaga yang tersisa dan mata malas Ara berucap

"Maap ya nenek dan unti-unti hijab panjang. Gue bukan orang yang kalian maksud. Gak ada gunanya juga gue minggat?, toh gue punya rumah. Dah ya!, gue mau pulang, mama gue nyari in"

"Liat nyai, tutur katanya sungguh tak ber adab, saya yakin dia orangnya."

"Bener nyai, dari tadi dia ngatain pesantren ini dengan sebutan pesantren sesat."

"Nauzubillah, apa bener itu nak?"

"Ya ampun udah berapa kali gue bilang, nama gue aja kali yang mirip sama nama orang itu!"

'Nak Fira, coba kamu cari lagi nama dan alamat anak yang kabur itu."
Perintah perempuan paruh baya kepada sosok wanita di sebelah kirinya

"Baik nyai, Fira ke ruang kesiswaan dulu. Assalamualaikum..."

"Kasih saja langsung hukuman nyai!, biar dia jera!" Usul perempuan di belakangnya

"Saya serahkan kepada kamu ya nduk lena, saya mau memberi tahu Abah, kalau anaknya udah ketemu."

"Baik nyai kami permisi"

Arah sungguh letih

"Cepet minta maaf" seseorang yang berada di sebelah kanan Ara menyenggol.

"Untuk apa cobak, gue gak salah!"

Lalu Tampa babibu seseorang yang ternyata namanya Lena itu, menaruh tanganya di kepala Ara dan menghenyukan sedikit kepalanya. Dan meminta maaf.

Setelah perdebatan panjang, Ara di bawah menuju ke sebuah lapangan, terik panasnya matahari mulai menyengat. Menembus kerudung panjang yang ia kenakan.

Omong-omong, hijab yang ia kenakan sudah ada sejak ia berada di ruangan kesiswaan, ia di paksa untuk menggunakan kerudung. Walaupun selalu Ara tolak.

Ara menggerutu, sekarang ia berada di batang kayu yang telah di potong, lumayan tinggi. Bertuliskan tempat hukuman santri.

"AYO ANGKAT KAKI KAMU!"

"Siapa Lo ngatur ngatur!"

"Cepat angkat!" Tegas wanita itu

Ah sudahlah, mental Ara menciut saat sosok wanita dewasa yang bernama Leni itu memancut kakinya menggunakan ranting kecil. Hanya ranting kecil saja mentanya menciut

"NIH, udah nih!, puas loo?"

"Perbaikan tutur kata kamu Davina, jangan seperti orang tidak ber adab! Apa kamu tidak di ajarkan orang tua kamu sopan santun!"

"Eh denger ya, kalian tu yang gak ber adab!, fitnah orang!. Dasar pesantren sesat!. Kenapa jugak Abang masuk sini!"

Celetuk Ara, "HMMSs! Ehh, OH IYAAA". Ara menyadari sesuatu!

Aishh kenapa ia baru sadar bahwa di tempat ini terdapat abangnya. Jika ia sadar lebih awal mungkin ia tak perlu repot repot keluar suara, minta bantuan abangnya saja, toh lebih mudah kan.

"Araa kenapa lo baru sadar!, di sini kan ada bang Raga."

Lagian kenapa gue segala lupa ingatan, aduhaii, dasar ara dungu

"Jangan banyak bicara!, renungkan apa yang kamu perbuat, jangan pernah membantah orang yang lebih tua!."

"Duh, panas nih, cepetan dong hukumannya. Lagian kenapa pakek kalung kardus gini nih, alay tau gak"

"Dasar keras kepala!, kamu akan terus di sini sampai Abah datang!"

Liat aja ya Lo!, awas aja, kalo mama jemput gue dan terbukti gue gak salah gue viralin Lo! Ama pesantren gak jelas ini juga!

"Apa!, kamu natap saya begitu, sebaiknya kamu renungkan, saya mau urus hal lain. Jangan berani kabur! Atau hukuman kamu nambah!"

Perkataan Leni benar-benar membuat Ara tak berkutik.

"Iya unti siapp deh siapp"

"Unti! Unti! Kamu pikir saya kuntilanak apa hah!" Ucapnya marah

"Lo gank paham ya, unti itu saudara perempuan bego!, belajar bahasa arab sana."

"Astaghfirullah, gak ada unti, unti. Yang benar itu ukhti!"

"Iya deh terserah loh!, udah situ jauh-jauh sana."


Senja AbadiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang