"Apa kau tau, tentang mitos suara burung elang yang membawa nasib buruk?"
Sinta mengernyitkan dahinya kemudian menjawab. "Suara burung elang? Hmmm, sepertinya aku pernah mendengar mitos itu, tapi sudah lama. Dan setahuku memang benar, jika ada suara burung elang yang berbunyi di malam hari, itu artinya akan ada nasib buruk yang menimpa,"
"Kenapa bisa begitu?" tanya Arif yang semakin penasaran.
"Kalau itu, aku tidak tau. Yang pasti, mitos itu memang benar adanya,"
"Hufh, yasudah," akhir Arif.
Beberapa saat hening, hingga kemudian ibu Arif keluar dari dalam dapur. Ibu Arif yang melihat Arif dan Sinta di dalam rumah bingung, kenapa tak ada suara dari tadi? Ibu Arif kemudian mendekati Arif dan Sinta lalu berucap.
"Loh, udah lama, Sin?" tanyanya.
"Eh, udah, Bude. Ini tadi abis lari di jalan ketemu Arif terus diajak mampir deh," sahut Sinta.
"Loh, kok daritadi gak ada suaranya?" tatapan ibu Arif kini beralih ke Arif.
"Ah, masa sih, Bu. Perasaan kita juga dari tadi ngobrol-ngobrol," sahut Arif.
"Perasaan aja kali ya, yasudah lah. Eh, kakak kamu di sana tuh Sin." Ucap Ibu Arif sembari menunjuk ke arah dapur.
"Oh, iya, Bude. Tadi aku udah tau, kakak udaj pamit soalnya," sahut Sinta.
"Ooh, yasudah. Bude kira belom tau, yasudah situ dilanjut ngobrolnya, Ibu mau ke dapur lagi sebentar." Ucap ibu Arif lalu melangkahkan kakinya masuk ke dalam dapur.
Obrolan Arif dan Sinta masih berlanjut dari mulai meceritakan masa-masa kecil mereka hingga ke perubahan desa setelah ditinggal Arif.
"Eh, Sinta. Kau ingat, dulu kita pernah bermain bersama dengan siapa itu aku lupa," tanya Arif mencoba mengingat-ingat dengan siapa ia dan Sinta dulu bermain.
"Eh, siapa ya. Ah, Toni, Toni dan Rani. Dulu mereka berdua sering main bersama kita, tapi sekarang entah mereka berdua sedang dimana," sahut Sinta.
"Haha, aku jadi ingat dulu waktu bermain petak umpet. Saat kau yang jaga, aku bersembunyi di balik pohon besar, dan karna sudah lama tidak ketemu, aku pikir kalian sudah pulang. Yasudah, aku tinggal pulang. Haha lucu sekali dulu," kata Arif sambil tertawa.
Sinta yang melihat itu, berucap. "Hey, kau itu dulu sudah keterlaluan, yakali aku yang masih mencari di semak-semak dikira sudah pulang, mana dulu kita bertiga nyariin kamu sampe sore,"
"Hahaha, ya ya. Lucu sekali dulu itu, aku jadi ingin melihat bagaimana muka Toni dan Rani sekarang, apa masih sama seperti dulu," kata Arif.
"Ah iya, aku ingat satu momen lagi yang menurutku sangat lucu," ucap Arif dengan antusias.
"Apa?" tanya Sinta.
"Haha, dulu waktu kita bertiga sedang duduk di sebuah kursi panjang di lapangan, Toni kejatuhan tai burung, itu membuatku tertawa bahkan sampai sekarang. Karena mukanya dulu sangatlah lucu, haha," kata Arif sembari tertawa.
"Iyakah? Aku malah sudah tidak ingat, yang aku ingat dulu ketika kamu berebut mainan dengan Rani, mana mainan yang kamu rebutkan adalah mainan barbie lagi. Hahahaaha," gelak tawa Sinta.
"Indah sekali momen-momen itu. Ah iya, bagaimana kondisi desa setelah aku tinggal?" tanya Arif.
"Emm, gimana ya. Aku juga sebenarnya jarang di desa, kadang aku menginap di tempat kerjaku di kota, karna memang jadwalku kadang padat. Tapi, dulu ada kejadian aneh setelah kamu tinggal," ucap Sinta.
"Ha? Apa itu?" tanya Arif dengan antusias.
"Gini, dulu waktu aku selesai sholat subuh, aku melihat ada kilatan cahaya yang sangat terang, dan anehnya cahaya itu membentuk sebuah benda mirip keris," terang Sinta.
"Apa! Kenapa mirip sekali dengan pengalamanku tadi pagi," batin Arif.
Sinta yang melihat Arif terdiam, ingin bertanya namun ia urungkan karena ibu Arif datang bersama kakaknya dengan membawa makanan.
"Nah, ini dia makanannya sudah siap, ayo dimakan." Ucap ibu Arif sembari meletakkan nampan di meja depan Arif.
"Loh, Sinta. Kamu disini? Udah daritadi?" tanya Laila kakak Sinta.
"Eh, iya kak, udah daritadi. Tadi Bude udah bilang kalau kakak di sini jadi ya aku niatnya nunggu kakak sampe pulang, hehe," ucap Sinta sembari tertawa pelan.
"Kamu ini. Yasudah nih, makanannya," ucap Laila.
"Assalamualaikum," ucap seseorang dari balik pintu.
"Waalaikumsalam," jawab mereka berempat.
Ibu Arif kemudian membukakan pintu, dan nampaklah wajah tampan bapak Arif. Ya, dia baru saja pulang dari sawah setelah seharian mencangkul. Bernangkat setelah subuh, pulang sebelum dzuhur. Rawr
"Eh, Pak. Ayo masuk, nah sekalian makan," ujar ibu Arif.
"Hufhh, iya." Sahut bapak Arif kemudian melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah.
"Eh, Sinta. Kamu disini juga?" tanya bapak Arif pada Sinta.
"Eh, iya. Tadi pas jogging ketemu Arif, dan disuruh mampir dulu ke sini," sahut Sinta.
"Eh, yasudah. Bapak mau mandi dulu." Ucap bapak Arif lalu pergi ke kamar mandi untuk mandi setelah seharian berada di sawah.
Singkatnya, mereka semua pun sudah berkumpul bersama dan akan melakukan makan siang bersama. Sebuah momen yang paling Arif tunggu. Momen makan bersama.
"Rif, gimana kerjaanmu? Lancar?" tanya bapak Arif.
"Alhamdulillah, Pak. Lancar," sahut Arif.
"Lalu, kapan rencananya kamu balik ke sana lagi?" tanya bapak Arif sekali lagi.
"Emm, kayanya minggu depan, Pak. Soalnya aku udah izin ngambil cuti selama satu minggu. Jadi ya, baliknya mungkin minggu depan," jawab Arif.
"Oh, yasudah," sahut bapak Arif.
Kemudian beberapa saat hening, hanya dentingan sendok dengan piring yang terdengar. Hingga, pertanyaan muncul dari mulut Arif.
"Pak, cahaya mirip keris yang aku lihat kemarin itu apa sih?" tanya Arif.
"Hufh, bapak tidak tau, Rif. Sebelumnya bapak belum pernah lihat ksjadian seperti itu, mungkin bisa kamu tanyakan kepada sesepuh di desa ini," jawabnya namun dengan tak yakin, dan dibalas dengan bombastic side eye Arif.
"Kenapa, bapak jawabnya gak yakin gitu? Ada apa-apa sih ini pasti, aku harus cari tau sendiri sih ini," batin Arif.
"Sudah, Rif nanyanya. Makan dulu," perintah ibu Arif.
"Iya, Bu," sahut Arif.
"Aneh,"
Dikit? Iye, jan protes :]
![](https://img.wattpad.com/cover/369874784-288-k872066.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Pertanda Di Malam Hari
غموض / إثارة"Bagaimana mungkin, suara hewan bisa meramal kematian seseorang?"