5

5 1 0
                                    

Wssswswswsswsww.....

Wswswswswws....

Wswswswwsw.....

--##--

Tiba-tiba, terdengar suara seseorang seperti sedang membaca sesuatu. Arif yang penasaran berniat pergi mencari suara itu. Sedangkan Sinta? Ia hanya berada di belakang Arif sembari membuntutinya ketika Arif bergerak maju atauoun mundur.

"Suara apa itu, Rif?" tanya Sinta dengan cemas.

"Seperti suara seseorang, tapi dimana suara itu? Kenapa tak ada seseorang di sini?" Sahut Arif sembari menengok samping kanan kirinya.

Mereka berdua berusaha mencari sumber suara tersebut, hingga sampailah mereka di sebuah tembok kayu yang cukup besar namun sangat kokoh, seolah kayu yang digunakan adalah kayu yang baru ditebang. Mereka berdua berusaha mengintip dari balik kayu tersebut, namun ternyata tak ada celah untuk mereka bisa mengintip sesuatu di balik kayu itu. Hingga akhirnya, Arif berusaha memanjat tembok kayu tersebut.

"Akhh, sial!. Kenapa tak ada celah? Sepertinya aku harus memanjat tembok ini," batin Arif.

Arif menengok kanan kirinya, berusaha mencari sesuatu untuk membantunya memanjat. Hingga kemudian netranya menangkap sebuah kursi rotan yang berada di situ. Arif pun berniat mengambil kursi tersebut untuk dijadikan tempat naiknya.

"Rif, kamu mau kemana?" tanya Sinta yang melihat Arif ingin pergi.

"Bentar." Sahut Arif sembari melangkah ke arah kursi.

Hingga kemudian, Arif kembali ke tembok tersebut sembari membawa kursi rotan yang ia lihat tadi.

"Itu kursi buat apa?" tanya Sinta dengan heran.

"Menurutmu?" tanya balik Arif.

Lalu kemudian, Arif menaruh kursi tersebut di belakang tembok kemudian ia menaiki kursi tersebut, namun ternyata ia tak cukup tinggi untuk mengintip lewat atas. Ia kemudian berpegangan pada bagian atas tembok, dengan kekuatan yang banyak, ia kemudian bergelantungan di belakang tembok tersebut. Susah bayanginnya? Kaya orang Pull up.

"Sedang apa orang itu?" batin Arif yang melihat seorang pria sedang berdiri sambil memegang sebuah buku.

"Rif, sstt. Udah belum?" bisik Sinta memanggil Arif.

Arif tak menjawab, netranya masih fokus menatap orang tersebut. Hingga datanglah seseorang sambil membawa sebuah air. Orang itu terlihat seperti orang tua, jalannya saja sudah bungkuk. Arif melihat dengan jelas bahwa orang tua itu memercikkan airnya ke lelaki yang sedang membaca buku tersebut.

Ia kemudian turun dari atas, sesampainya dibawah, ia segera memberitahukan Sinta mengenai apa yang ia lihat barusan.

"Sin, sini dulu. Bentar doang." Ucap Arif sembari menarik lengan Sinta menuju tempat yang cukup jauh dari tembok tersebut.

"Kenapa sih, Rif?" tanya Sinta.

"Tau gak?"

"Gak lah,"

"Sabar oyy, aku belum selesai ngomongnya," sewot Arif.

"Hehe, iya cepetan," ucap Sinta sembari cengengesan.

"Tadi aku liat ada pria yang lagi baca buku, bukan buku pelajaran ya. Nah abis itu, ada kakek-kakek datang sambil bawa air. Terus, air yang dia bawa di percikin ke laki-laki itu. Nah menurutku aneh sih, apa yang sedang kakek dan laki-laki itu lakukan? Apakah mereka berdua sedang berdiskusi konspirasi elite global? Gak mungkin," terang Arif pada Sinta.

Sinta yang mendengar itu cukup kaget, ia kemudian bertanya pada Arif. "Buku? Bukunya kayak apa?"

"Kayak, buku tua gitulah. Warna kertasnya aja dah coklat begitu, tulisan? Oh jangan ditanya, gak kelihatan," sahut Arif.

"Buku tua? Berdua di tempat seperti ini? Percikan air? Apa yang mereka lakukan?" batin Sinta.

Mereka berdua memutuskan untuk kembali ke rumah, dikarenakan hari juga sudah semakin gelap. Bahkan sebenarnya ini sudah melewati tengah malam. Namun, Arif masih berada di rumah Sinta, ia ingin membicarakan kejadian tadi dulu sebelum pulang.

"Sin, menurutmu itu tadi apa?" tanya Arif.

"Ya orang lah, yakali hewan," jawab Sinta enteng.

Arif membulatkan bola matanya. "Bukan gitu mbakkkk! Maksudnya tadi itu mereka lagi apa?"

"Oooh, kalo itu aku juga gak tau," sahut Sinta.

"Eh, bentar. Tapi buku yang kamu bilang tadi kertasnya dah coklat kan? Berarti buku itu termasuk buku yang suangat tua, dan kayanya ada misteri lain dibalik kejadian tadi," lanjutnya.

"Emmm, bisa jadi. Terus, langkah kita selanjutnya apa?" tanya Arif.

"Kita cari tau aja tentang ini, besok kita mulai cari informasi lagi," jawab Sinta.

"Terus, soal keris itu gimana?" tanya Arif lagi.

"Ya, siapa tau itu ada hubungannya," sahut Sinta.

"Iya juga ya, yasudahlah aku pulang dulu." Ucap Arif lalu bergegas pulang.

Di rumah Arif, kondisi rumah sudah gelap. Mungkin memang semuanya sudah tidur, ya iyalah orang udah jam 12 lewat. Arif mengendap-endap masuk ke dalam rumah lewat pintu belakang yang syukurnya tak dikunci.

Ceklek

"Akhh, untung gak dikunci." Batin Arif sembari melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah.

Ia kemudian bergegas masuk ke kamarnya lalu segera tidur untuk menghilangkan semua rasa penatnya. Juga karna keesokannya ia sudah berjanji pada Sinta untuk mencari informasi lagi. Ya jadilah ia memilih untuk langsung tidur.

Lanjut kapan-kapan. Seminggu ini gwe lagi PSAT mohon doanya, Wir

Pertanda Di Malam HariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang