1

44 8 5
                                    

Desa Benikan selalu tampak tenang, tersembunyi dari suasana kota besar. Namun, di balik ketenangan itu, tersimpan kisah-kisah mistis yang diwariskan dari generasi ke generasi. Malam itu, angin berhembus lembut membawa aroma tanah basah, seolah-olah ikut berbisik tentang rahasia yang tersembunyi di balik pepohonan besar yang terdapat di sana.

Arif memandang rumah masa kecilnya dengan perasaan campur aduk. Setelah bertahun-tahun tinggal di kota, ia kembali untuk mengucapkan selamat tinggal pada kakeknya yang baru saja meninggal di desanya itu. Di tengah suasana berkabung, desas-desus tentang suara burung elang yang terdengar di malam hari mulai menggema di antara para penduduk desa. Mereka percaya, suara itu adalah pertanda buruk, membawa kabar tentang kematian yang akan datang.

--##--

Arif, seorang pemuda tampan yang merantau ke sebuah kota besar yang berada jauh dari daerah asalnya. Hari itu ia sedang bekerja di sebuah restoran yang tampak indah. Di restoran itu, Arif sudah bekerja kurang lebih 2 tahun setelah ia lulus sekolah. Pekerjaan itu ia tekuni dengan sangat serius karena menurutnya, bekerja adalah salah satu cara untuk kita mensyukuri rahmat yang diberikan oleh Tuhan.

Dert...

Dert...

Suara ponsel Arif berbunyi, menandakan ada telefon yang masuk. Berhubung itu waktu istirahat, ia langsung mengangkat panggilan telefonnya.

"Hallo, kenapa buk?" tanya Arif di seberang telefon.

Terdengar suara isakan tangis dari seberang telefon, Arif yang bingung kemudian bertanya.

"Kenapa buk? Ada apa? Kok ibu nangis?" tanya Arif

"Kakek meninggal Rif," sahut ibu Arif dari seberang telefon

Arif yang mendengar itu kaget. Dengan perasaan berdebar, ia meminta izin kepada bosnya untuk pulang ke kampung halamannya dan mengambil cuti sekitar beberapa hari dengan alasan kakeknya meninggal.

***

Desa Benikan, desa yang terletak di lembah bawah gunung, akses ke desa ini awalnya memang sulit untuk dijangkau, dulu jalanan di desa ini hanya beralaskan batu kerikil yang ditaburkan di tanah, tentu itu membuat warga kesusahan untuk lewat. Namun, seiring berjalannya waktu akses ke desa ini mulai dibangunkan jalan aspal yang mempermudah warga untuk masuk ataupun keluar desa. Kebanyakan masyarakat disana lebih memilih menggunakan rumah yang sederhana dengan tipe rumah adat dibanding rumah yang megah dan elegan, karena masyarakat di sana masih sangat kental akan adat dan istiadatnya.

Masyarakat di desa ini banyak percaya pada mitos yang mengatakan bahwa, jika ada suara elang di malam hari, itu artinya akan ada kabar buruk ataupun akan ada orang yang meninggal entah itu karena sakit ataupun kecelakaan. Pernah saat masih kecil, Arif beserta keluarganya sedang menonton televisi bersama, saat itu waktu sudah menunjukan pukul tengah malam, ketika mereka sedang asik menonton televisi, sebuah suara mirip anjing namun samar berbeda, tiba-tiba terdengar

Guk...

Guk...

Guk...

Suara itu terdengar hampir 15 kali, Arif yang saat itu masih bocil belum mengerti apa-apa bertanya kepada ibunya.

"Buk, itu suara apa?" tanyanya

"Ehmm, coba tanya bapakmu, mungkin dia tau," saran ibunya tanpa memberi tau jawaban atas pertanyaan Arif.

Arif menurut, ia kemudian menoleh ke bapaknya lalu bertanya, "Pak, itu suara apa?"

"Itu suara burung elang, Rif. Dan konon katanya jika ada suara burung elang malam hari begini itu artinya akan ada orang yang meninggal, kami semua percaya pada mitos itu." Jawab bapak Arif sembari menepuk pelan pundak Arif.

Arif yang waktu itu masih polos bingung, ia mengeryitkan dahinya dan dalam hati ia berkata, "Bagaimana mungkin, suara burung bisa meramal kematian seseorang?"

Bapak Arif yang melihat raut wajah kebingungan Arif tersenyum tipis, ia kemudian memengang pundak kanan Arif sembari berkata.

"Rif, kami semua percaya pada kejawen (kejawaan) ini semua merupakan warisan leluhur kita. Kita diwajibkan untuk menjaga semua yang diwariskan oleh leluhur kita termasuk mengingat semua larangan yang telah ditetapkan. Nah, suara elang ini merupakan salah satu kejawen kita. Konon, dalam tradisi kejawen dan kepercayaan adat Jawa, suara elang sering dianggap sebagai pertanda kematian atau nasib buruk. Kepercayaan ini muncul karena elang dipandang sebagai burung yang kuat dan terkait dengan dunia roh. Suara elang yang melengking dan menakutkan dianggap sebagai sinyal dari alam gaib, memperingatkan manusia akan kejadian yang akan datang."

"Ooohhh begitu ya, Pak." Sahut Arif sembari menganggukkan kepalanya, kali ini ia benar-benar mengerti.

****

Arif tiba di kampung halamannya setelah menepuh perjalanan berjam-jam lamanya. Saat ia tiba, ia melihat rumahnya dipenuhi dengan banyak orang, Arif lantas bergegas masuk ke dalam rumah untuk melihat jenazah kakeknya.

"Assalamualaikum." Ucap Arif sembari menundukan kepala.

"Waalaikumsalam," jawab semua orang yang ada di sana.

Arif yang melihat ibunya menangis di depan jenazah kakeknya, bergegas memluk ibunya dengan tujuan menguatkan hati ibunya sekaligus menasehati ibunya agar bisa mengikhlaskan kepergian kakeknya.

"Buk, Arif udah datang, ibu jangan sedih lagi ya. Kakek udah pergi, dia udah tenang di alam sana," ucap Arif

Ibunya tetap menangis namun sudah reda tidak seperti sebelumnya. Prosesi pemakaman kakek Arif akhirnya dilaksanakan, semua anggota keluarga ikut dalam prosesi itu. Arif yang merupakan putu mbarep 'cucu tertua' dari anggota keluarga, bersiap untuk mengubur jenazah sang kakek.

Acara prosesi pemakaman telah selesai dilaksanakan, doa-doa sudah dipanjatkan dan semua orang sudah bubar, hanya tersisa Arif di sana.

"Rif, yuk pulang, sudah sore," ajak sepupu perempuan Arif yang sedang memapah ibu Arif.

"Eh, iya mbak. Aku ntar aja, masih mau di sini," sahut Arif.

Kehilangan kakek yang amat menyayanginya dari dulu merupakan hal paling sakit yang pernah Arif rasakan. Semua kenangan masih tersimpan rapih di dalam otak Arif. Mulai dari mencangkul bersama, bertanam bersama, mencari makan untuk kambing bersama, semua masih ia simpan rapih dalam otaknya.

"Kek, kakek sudah pergi, sudah tidak ada lagi yang menghibur dan menasehati Arif ketika sedih." Ia mennyandarkan kepalanya di nisan almarhum kakeknya, bulir-bulir bening jatuh dari pelupuk matanya.

"Kek, Arif pulang dulu ya, kakek yang tenang di sana." Pamit Arif kemudian melangkah pulang ke rumah.

***

Arif sampai di rumah kakeknya yang kini ditempati oleh kedua orang tuanya, belum sempat ia tadi melihat-lihat isi seluruh rumahnya. Kali ini, ia berniat untuk mencoba melihat-lihat rumah kakeknya yang tampak masih sangat kokoh walaupun terbuat dari kayu. Karena kayu yang digunakan ialah kayu jati, yang dipercaya kayu terkuat di Jawa yang bisa dijadikan bahan bangunan.

Rumah tersebut penuh dengan kenangan-kenangan masa kecilnya, foto-foto keluarga tertempel di dinding rumah itu. Semua mainan Arif sewaktu masih kecil, tertata rapih di rak mainan. Arif yang melihat itu semua kembali meneteskan air matanya, ia kembali teringat dengan kenangan-kenangan bersama kakeknya.

***

Malam semakin larut, suasana di desa sudah mulai sepi, hanya terdengar suara burung dan katak yang bersahutan. Arif yang saat itu sedang menonton televisi, perhatiannya teralihkan dengan sebuah suara aneh. Suara yang sebelumnya pernah ia dengar.

Guk...

Guk...

Guk...

Arif membulatkan matanya kemudian bergumam, "Suara itu."

Pertanda Di Malam HariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang