four ; love and future

3 1 0
                                    

Hi!

met baca ol 🫰🏻

●●●●●

"Udah gede ya kamu, mana pacarnya?"

"Masih sendiri? Cari pacar, atuh, biar gak sendirian kalo kemana-mana."

"Kalo gak cari pacar dari sekarang, nanti jodohnya susah, lho!"

Sudah banyak sekali pertanyaan semacam itu terlontar untuk Mario. Kebanyakan dari saudara-saudaranya, especially para tantenya yang bermulut lebar. Lalu Mario berpikir, untuk apa? Menurutnya, memiliki pacar tidak seindah itu. Dulu pernah ia memiliki seorang pacar ketika masih kelas tiga SMP. Itu pun tidak lama, hanya berjalan tiga bulanan. Alasannya klise, ingin sama-sama fokus belajar untuk ujian.

Setelah itu tidak ada lagi. Ya, mungkin sulit dipercaya karena memiliki ketampanan diatas rata-rata yang mampu menarik perhatian para kaum hawa. Tapi memang begitu adanya. Mario jadi tidak begitu tertarik dengan yang namanya pacaran. Sampai disitu, teman-temannya sempat khawatir. Bahkan meng-klaim Mario adalah seorang gay. Langsung saja disangkalnya. Tidak mungkin seorang anak tunggal kaya raya, tampan pula, adalah seorang yang menyukai sesamanya.

"Tapi, lo beneran enggak gay, kan?" tanya Arjun menelisik.

"Kalo gue gay, gue gak bakal temenan bertahun-tahun sama lo dan yang lain." Mata Mario hampir keluar saat menjawab pertanyaan Arjun.

"Ada, kok, sesama cowok temenan hampir belasan tahun ujungnya sama-sama suka,"

"Jadi lo lebih berharap temen lo ini suka sesama jenis?"

Arjun melotot, "ya enggak! Gue kan cuma antisipasi."

"Antisipasi tai kucing! Lo lebih kelihatan kalau lo berharap gue gay, dan gue gak nyangka ternyata lo sebegitu pengennya gue sukain?" Mario memandang Arjun dari atas sampai bawah.

"Gue bilang ENGGAK, berarti ENGGAK! Udah lah, kenapa jadi bahas gay, sih?!" Arjun memandang was-was ke arah Mario.

Ngomong-ngomong, sekarang mereka berada di kamar Mario. Sedang berlangsung sesi curhat antara mereka berdua. Dengan Mario sebagai penyampai keluh kesah dan Arjun sebagai pendengar dan pemberi solusi. Walaupun solusinya gak berguna-berguna amat. Sesi curhat ini cukup sering mereka lakukan ketika Mario tengah pusing setelah diserang mulut-mulut berisik tantenya. Dan setelahnya pasti pembahasan mereka selalu melenceng kemana-mana. Salah satunya itu, about gay.

"Eh iya, sama yang kemarin gimana?" tanya Arjun setelah menenggak es teh yang tadi ia beli sebelum ke rumah Mario.

"Apa? Siapa?"

"Itu, cewek ambis yang katanya ngajak lo HTS-an."

Ah, dia. Mario menghela napas. Entah bisa disebut apa hubungannya dengan Anin sekarang ini—cewek yang mereka bicarakan—tapi yang pasti, ketika bertemu dengannya, Mario merasa nyaman dan... lega? Seperti rindu yang terobati. Ewh, okay, too much. Tapi memang begitu rasanya. Mereka memang jarang bertemu di sekolah. Mario yang selalu nongkrong dengan printilannya di kantin atau duduk-duduk di gazebo sekolah. Sedangkan Arin yang hampir setiap jam pelajaran kosong selalu ke perpustakaan atau hanya berdiam diri di kelas mengerjakan tugas atau mencatat materi. Lalu kapan bertemunya? Kalau mereka ingin. Dan, kapan itu? Entah, hanya mereka yang tahu.

Complete You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang