Eight

1K 108 25
                                    

"Kean! Itu serang loh, didepan!"suruh Ralam dengan bar-barnya.

"Sabar napa?"jujur, Kean sedang speechless.

"Yaelah, nih musuh paan dah? Serasa tanding sama bot"komentar seorang Ralam

"Kalah nangis"ejek Kean

Ralam menatap sinis kearah Alkean. Sedangkan Alkean menatap julid kearahnya. Mereka terdiam sejenak, saat menyadari bahwa kecanggungan diantara mereka telah hilang.

"Eh? Dah akrab aja anak-anaknya ibu"Miranda tiba-tiba masuk ke kamar sang anak tunggal, sambil membawa nampan berisi cemilan dan minuman.

Hati Kean menghangat, dia tak menyangka bahwa dia dianggap anak juga oleh wanita dihadapannya.

"Iya dong Bu, harus itu"bangga Ralam yang membuat sang ibu menatap lembut kearahnya.

Miranda mengelus surai halus anaknya,

"Hahaha, iya-iya"tawa singkat Miranda terdengar begitu tulus.

Kean hanya bisa diam, mengalihkan tatapannya kearah lain. Dia tak ingin melihat momen keduanya.... Yang mengingatkannya dengan momennya saat bersama sang mama.

Miranda yang menyadari hal itu pun, mendekat kearah si dokter muda.
Ia mengelus surai halus pemuda itu, lalu mendekapnya kedalam sebuah pelukan hangat.

"Jangan ngerasa asing ya, kamu bisa manggil saya 'ibu' sepertinya Ralam. Jangan sungkan ya, kalian dua anak hebat yang sangat berharga buat ibu"ujar Miranda dengan lembut.

Deg

Kean tertegun, membalas pelukan itu dengan sedikit ragu. Ralam yang menatap dari samping pun tak ingin ketinggalan. Ia ikut memeluk sang ibu dan sahabatnya itu dengan begitu tulus.

Ralam tersenyum tipis saat Kean menatapnya dengan tatapan berkaca-kaca. Apakah Kean merasa tak enak dengannya?

"Jangan berpikir yang tidak-tidak. Aku bahagia, karena aku juga menganggapmu berharga."ucapan Ralam berhasil membuat Kean terisak.

"Eh kenapa nangis?"Miranda dengan panik pun melepaskan pelukan hangat itu lalu buru-buru menghapus air mata yang menetes di pipi Kean.

Dengan tatapan khawatir, seakan-akan Kean adalah anak kandungnya.

Kean menggelengkan kecil. Lalu mendekat kearah Ralam (Arsyad) dan memeluknya erat. Miranda yang melihat itu pun hanya bisa tersenyum manis. Momen yang berharga, hari ini tak akan pernah ia lupa.

"Udah, jangan nangis. Dasar bayi"ejek Ralam yang membuat Kean melepaskan pelukan itu dengan tatapan kesal.

"Apasih Arsyad! Aku bukan bayi!"balas Kean dengan penampilan yang benar-benar menggemaskan.

Mata yang sedikit merah karna menangis. Hidung yang juga ikut merah. Bibir yang dimanyunkan....

Bisakah kalian membayangkan itu?


"Ayah, jangan natap Kean kayak gitu!"kesal Ralam sambil menyomot roti yang dimakan ayahnya.

"Kamu ini main nyomot-nyomot aja, Gak baik"tegur Alazka

"Emang natap tamu dengan tatapan tajam itu baik?"tanya Ralam yang membuat ayahnya hanya bisa diam.

Kean sendiri tak ingin mengeluarkan suara, ia takut salah bicara. Apalagi jika salah bicaranya pada seorang Alazka. Bisa-bisa ia dibentak-bentak lagi.

Eh?

•Alkean Gabrien A.•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang