08 - permen kaki dan maaf

69 7 9
                                    

Hari Jum'at adalah hari yang paling menyenangkan bagi Raihan. Tentu saja.

Pasalnya, kelurahan tempat dia bekerja selalu melakukan rutinitas di Jum'at pagi sebelum mulai bekerja. Setelah melakukan senam bersama, biasanya akan dilanjutkan dengan sarapan bubur buatan Bu Tutik yang terkenal lezatnya.

Raihan sangat suka kegiatan itu, sebab ia merupakan salah satu orang yang suka dengan bubur Bu Tutik.

Tidak, dia tidak suka kegiatan senamnya, ia hanya suka makan buburnya saja.

Bahkan Raihan akan dengan setia rela mengantri hanya untuk bubur Bu Tutik, meski harus kena sinar panas mentari pagi, Raihan akan tetap mau menunggunya.

Sesuka itu Raihan pada bubur Bu Tutik.

"Eh, Mas Raihan. Kebetulan banget buburnya tinggal satu porsi. Kok ya telat toh mas antrinya" sapa Bu Tutik sembari menyiapkan satu porsi bubur terakhir untuk Raihan.

"Hehe, iya, Bu. Tadi saya balik ke ruangan dulu ambil handphone. Eh, balik kesini udah rame antrinya," balas Raihan.

"Walah, ya sudah, Mas. Ini buburnya. Telur areh Gudeg dan kuah pedesnya. Gak pakai krecek seperti biasa, kan?" ucap Bu Tutik yang sudah hafal dengan pesanan Raihan.

Raihan tersenyum penuh, "Betul, Bu. Hafal banget, sih"

"Oiya dong, disini cuma Mas Raihan doang yang engga makan krecek" gurau Bu Tutik.

"Ya sudah, Bu. Terima kasih banyak, ya" ujar Raihan.

Raihan menghampiri Hasan yang sedang bergurau dengan Pak Haris. Melihat Raihan datang, Hasan dan Pak Haris pun menyorak kepada Raihan.

"Nah ini dia pangeran kita. Sudah membawa bubur kesukaannya dan segelas teh panas" cibir Hasan.

"Dapet akhiran aku, untung masih sempet" balas Raihan yang kemudian duduk disamping Hasan.

"Bisa nangis kamu Mas kalo sampe ga dapet, tiap minggu cuma nungguin buat ni bubur" ujar Hasan yang membuat Pak Haris tertawa.

"Memang Mas Raihan ini kalo tiap jum'at cuma mau bubur saja, giliran suruh senam angkat tangan" cibir Pak Haris yang membuat Raihan menyengir.

Baru saja Raihan ingin menyendok buburnya, Pak Bram datang bersama dengan sosok yang membuat Raihan langsung bete.

"Eh, Mas Raihan, Mas Hasan dan Pak Haris. Lagi nyarap toh?" tegur Pak Bram.

"Eh iya, Mas. Saya udah kelar daritadi sama Hasan. Ini, Mas Raihan baru mau makan," ujar Pak Haris.

"Pak Surya sudah makan?" lanjut Pak Haris.

"Haduh, Pak. Pas mau antri malah Bu Tutik bilang sudah diambil Mas Raihan porsi terakhirnya. Padahal Saya sudah bilang sempatkan satu porsi untuk Pak Surya" keluh Pak Bram.

Mendengar namanya disebut Raihan pun terbatuk.

"Lhoo, piye toh? Mas Raihan, bubur itu punya Pak Surya berarti" tegur Pak Haris sembari mengambil bubur Raihan yang belum tersentuh sama sekali olehnya.
(Gimana, sih)

Raihan tercengang melihat bubur yang ia nanti-nanti sedari tadi sudah diserahkan Pak Haris kepada Surya.

"Ini, Pak. Monggo, di makan saja. Untung belum dimakan Mas Raihan" ujar Pak Haris.
(Silakan)

"Eh, tidak perlu, Pak. Saya belum lapar, ini buat Mas Raihan saja" tolak Surya.

Dari sudut mata Raihan, ia ingin sekali merutuk pemuda jangkung didepannya. Tentu saja bubur itu untuk Raihan, kan pada dasarnya bubur itu sudah milik Raihan?!

Unattainable [JeongCheol]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang