Prolog

84 15 25
                                    

Lonceng kedai kopi berbunyi. Gadis itu melangkah masuk. Sembari menunggu pesanannya datang, ia memilih tempat duduk dan membuka tas yang dibawanya, mengeluarkan sebuah buku. Diberikan oleh sang Monsieter, sebagai hadiah kelulusannya beberapa hari yang lalu.


Gadis itu mengikuti langkah seorang Monsieter wanita menuju sebuah lemari yang dikunci dengan Potrait khusus–hanya para Monsieter yang mengetahui kata kuncinya. Sang Monsieter mengeluarkan sebuah kotak yang terbuat dari kayu yang berukir, lantas mengucapkan kalimat-kalimat rumit yang terdengar begitu indah bagai nyanyian.

Ukiran kotak tersebut memancarkan cahaya merah yang membentuk kelima lambang Potrait. Terdengar suara berderak, kotak tersebut terbuka. Monsieter mengeluarkan sebuah buku. Buku itu terlihat biasa, cukup tebal. Namun, gadis tersebut merasa bahwa ada alasan khusus mengapa buku yang terlihat biasa ini disimpan di dalam sebuah tempat dan dikunci dengan Potrait yang berlapis.

Sang Monsieter menyerahkan buku tersebut kepada sang gadis. Gadis tersebut merasa jantungnya berdebar, ia sangat antusias. Jemarinya bergerak membuka lembar pertama.


'Saat melewati bangunan yang megah, seseorang tidak lagi bertanya mengenai pondasi yang baik yang berada di bawahnya.'


"Monsieter Lyra, ini ... sejarah Akademi Crivelli?"

 "Kau memang pandai, Grace."

"Tapi, mengapa buku ini diberikan saat hari kelulusan saya? Bukannya diajarkan kepada kami saat di sekolah?"

Monsieter Lyra tersenyum. "Karena pada dasarnya manusia memiliki sifat menghakimi. Sesuatu yang samar, bukan hanya sekadar hitam dan putih. Hanya orang-orang tertentu yang mampu bersabar untuk tidak menarik kesimpulan terlalu cepat hingga laman terakhir."

Hari ini Grace memutuskan untuk membacanya. Sambil menyeruput kopi panas yang baru saja dihidangkan, ia mulai membaca lembar pertama.

Semua ini bermula dari malam itu ....


***


Malam itu hujan deras. Sebagian besar janji temu di luar dibatalkan. Pintu, jendela, dan tirai-tirai ditutup rapat. Perapian dinyalakan, Beberapa sibuk membuat secangkir minuman hangat. Sebagian lagi langsung bergelung di balik selimut sambil berharap, semoga esok hari sudah kembali cerah.

Namun, beberapa orang justru sibuk melakukan kegiatan yang lucu di dalam keadaan ini. Lelaki itu berlarian, dan ia tidak bermain seorang diri, beberapa orang mengenakan mantel hitam ikut memainkan permainan 'kucing tikus' di bawah guyuran air. Berlari mengejarnya ke gang-gang sempit yang remang-remang.

Keringat dingin yang mengalir menyatu dengan tetesan air hujan, lelaki itu terus berlari, menerabas genangan coklat air hujan, membuatnya menyembur ke pintu-pintu bangunan di pinggir jalan. Ia tampaknya tidak peduli apakah esok pagi orang-orang akan sibuk memaki karena membuat mereka harus bekerja keras membersihkan noda yang disebabkan olehnya. Saat ini yang dipikirkannya hanya satu.

"Mereka harus mengetahuinya."

Namun, sepertinya orang-orang bermantel hitam itu berpikiran lain.

"Pengkhianat tidak boleh diampuni!"

Petir menyambar. Dari salah satu ujung gang, air hujan yang mengalir masuk ke dalam got berubah merah.


Crivelli The Prevention Project [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang