Bab 1

47 10 43
                                    

Reverie begitu damai. Sama seperti pagi-pagi sebelumnya, burung-burung berkicau merdu, gerai-gerai dibuka, surat-surat kabar diedarkan, orang dewasa bersiap pergi bekerja, anak-anak menyantap sarapan sebelum berangkat ke sekolah lagi setelah libur tahun baru. Namun, tidak semuanya, sebagian orang memutuskan untuk sedikit 'bersantai' karena mereka memang memiliki waktu luang, dan ... mungkin juga lari dari kesibukan.

Seperti yang dilakukan gadis di kedai kopi itu. Ia sudah menyelesaikan masa belajarnya di Graduate A, ia tidak bekerja, dan ia tidak suka kopi.

"Kau masih muda, Luze. Bibi tahu kau pasti bisa mendapatkan surat pengantar lanjutan ke Graduate S jika kau mau."

"Tapi aku tidak mau," sahut Luze sambil tersenyum santai. Ini kali kesebelas Bibi Kopi membujuknya untuk melanjutkan masa belajarnya.

Lain halnya dengan Graduate sebelum-sebelumnya yang mempelajari pelajaran-pelajaran dasar seperti sastra, seni, berhitung, sejarah, dan dasar-dasar Potrait sebagai penunjang kehidupan. Graduate S adalah akademi lanjutan untuk mendalami pembelajaran Potrait. Orang-orang yang mendaftar ke sana biasanya bertujuan untuk menjadi bagian dari pemerintahan Reverie.

"Bibi tahu aku tidak tertarik kepada hal-hal seperti itu."

"Daripada kau membuang waktumu hanya dengan bermain bersama kucing hitam itu, lebih baik kau membantu Bibi membuat kopi untuk para pelanggan, Bibi akan mengupahmu."

"Aku tidak bekerja pun Bibi memberiku uang jajan, jadi tidak perlu." Luze terkekeh. "Dan ia bukan hanya sekadar kucing hitam, Bibi. Namanya Kira."

Bibi Kopi mengibaskan tangannya. "Apapun itu, Bibi tidak melihat perbedaan."

"Tentu saja ia istimewa," protes Luze. "Bukan hanya karena ia memiliki nama, tetapi karena akulah yang memberinya nama."

Bibi Kopi hanya mengangguk-angguk. "Ya, ya."

Luze ingin menyanggah sikap Bibi Kopi yang–ia anggap–meremehkan Kira, tetapi gemerincing lonceng mengatakan seorang tamu sudah datang. Luze bersungut sebal, ia menggendong Kira dan bergegas naik ke kamarnya yang berada di loteng kedai.


MENJELANG siang, kedai semakin ramai. Sementara Bibi Kopi dan para pegawai melakukan pekerjaan mereka, Luze hanya tidur-tiduran dengan santai membaca buku. Orang-orang berkata ia anak angkat yang kurang ajar, tetapi Luze tidak peduli, selalu menyanggah dengan berkata, "Mereka hanya iri dengan kehidupanku."

Kira yang bertengger di jendela tiba-tiba saja mengeong keras, membuat Luze terlonjak dari kasurnya.

"Ada apa, Kira?"

Luze melongokkan kepalanya ke luar jendela. Waktu seolah berhenti, orang-orang itu menyingkir dengan teratur, menundukkan kepala mereka tatkala sebuah kereta penumpang, terbuat dari kayu pilihan, dengan tirai jendela yang terbuat dari sutra berwarna emas, di atas kereta berkibar bendera hitam dengan lambang kuda emas, sementara tiga ekor kuda hitam berderap menariknya menuju kedai.

Luze berlari menuruni tangga.

Lonceng kedai berbunyi. Seorang pria paruh baya, mengenakan mantel hitam bersulam emas, melangkah dengan tegap memasuki kedai. Dagunya sedikit terangkat, sementara pandangannya menyapu seluruh isi kedai.

Bisikan perbincangan pagi terhenti. Orang-orang itu tidak lagi memedulikan roti panggangnya yang masih setengah tergigit, membiarkan cangkir kopi mereka yang mulai mendingin. Saat ini, hanya Luze, dan juga Kira, yang berdiri di atas tangga, menempati posisi yang lebih tinggi dari lelaki tersebut.

Sinar mata Luze meredup, ia berjalan menghampiri pria bermantel hitam tersebut dengan anggun, lantas merendahkan badannya, memberi hormat.

"Selamat datang, Tuan Utusan Crivelli."

Bibi Kopi seolah tersadar dari mimpi singkat, dengan sigap mempersilakan utusan mulia itu menuju bangku pelanggan khusus.

"Sungguh suatu kehormatan bagi kami atas kedatangan Anda, Monsieter Soleil Andergrad."

Pria itu hanya mengangguk, kembali mengalihkan tatapannya kepada Luze. "Nona Luze Charlotte."

Suara itu bukan panggilan untuk mendekat, melainkan titah untuk merendah.

Seketika Luze menjatuhkan dirinya, bersimpuh di atas satu lutut. "Saya di sini, saya mendengarkan."

"Satu Kemuliaan Reverie telah turun. Demi masa depan yang lebih baik, atas pertimbangan penuh keempat Soleil Potrait, dengan memberikan kepercayaan kami–"

Pria itu mengangkat sebuah amplop hitam yang disegel dengan lilin emas berlambang burung dari balik mantelnya.

"Akademi Crivelli memutuskan untuk 'mengundang' Luze Charlotte."

Luze tidak mengucapkan sepatah kata pun. Dengan pandangan tetap menunduk, ia mengangkat tangannya yang tertengadah, menerima amplop tersebut di atas kepalanya.

"Kami menantikan kedatangan Anda, Nona Luze Charlotte."

Pria itu mengibas perlahan mantelnya–dengan sebelah tangannya yang masih utuh–kemudian pergi, meninggalkan secangkir kopi premium yang diracik sendiri oleh Bibi Kopi sang pemilik kedai khusus untuk seorang tamu kehormatan.


CRIVELLI adalah simbol gerbang kemuliaan, undangannya adalah anugerah, memenuhi panggilannya adalah kehormatan, mengabaikannya adalah hal tabu, menentangnya adalah kehinaan.

Kabar mengenai 'posisi istimewa' yang diberikan kepada Luze tersebar dengan cepat. Para tetangga yang selama ini hampir tidak pernah bertegur sapa dengan dirinya, kali ini mengirimi banyak sekali bingkisan, pemudi-pemudi yang selama ini bersikap sinis kepada dirinya berubah ramah begitu saja, pemuda-pemuda yang sebelumnya menganggapnya gadis yang membosankan tiba-tiba saja datang memberikan seikat bunga, dan anak-anak kecil itu–yang biasa bermain dengannya–kini bersikap sopan santun di hadapannya.

Bahkan Bibi Kopi, kini memanjakan Luze sepenuhnya. Kopi dari kedainya mendadak tenar oleh pujian yang dilontarkan oleh orang-orang yang belum pernah merasakannya, bagaimana bisa ia menahan kegembiraan yang meluap-luap tersebut?

Luze sekali lagi menolak ayam panggang utuh yang dimasak oleh Bibi Kopi hari ini sebagai bentuk perayaan. Ia cepat-cepat naik ke loteng dan mengunci pintunya.

Kira mengeong saat melihat Luze menghela nafas panjang. Kucing bermata hijau itu melompat ke atas kepala Luze, melingkar lantas memejamkan matanya dan mendengkur.

"Aku tidak apa, Kira, aku tidak apa ...." ucap Luze lirih sembari mengusap-usap leher kucing kampung tersebut. "Sudah semestinya seorang bawahan setia kepada tuannya, karena itulah sudah seharusnya aku datang. Tentu saja ... aku akan datang."


Crivelli The Prevention Project [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang