Bab 4

19 5 2
                                    

"Pembagian kamar akan dilakukan. Setiap kamar akan ditempati empat orang dengan Potrait yang bebeda-beda."

Monsieter perempuan itu mengangkat tangannya. Potrait berwarna merah mengelilingi tangan Monsieter perempuan itu. Sesaat kemudian terlihat cahaya Potrait keluar dari beberapa orang.

"Begitu juga Potrait akan menemukan kamar untuk kalian. Temukanlah kamar dengan Potrait yang memanggil Potrait kalian. Kamar itu akan kalian tempati hingga hari kelulusan."

Setelah semua siswa berkumpul dengan teman sekamarnya, Monsieter perempuan itu mengetukkan sepatunya ke lantai.

"Setiap siswa di sini memiliki peraturan untuk mereka taati. Dan setiap peraturan di sini, memiliki hukuman untuk mereka yang melalaikannya. Karena itu, dengarkan dan catat baik-baik penjelasan tentang peraturan dan jadwal berikut ini."

"Keluar kamar setelah jam sepuluh malam, hukuman di ruang pengasingan. Terlambat bangun, hukuman kerja malam. Terlambat datang sarapan, hukuman tidak mendapat jatah sarapan. Tidak memakan, menyisakan, atau memuntahkan makanan, hukuman tidak makan selama seharian atau lebih. Terlambat masuk ke kelas, hukuman belajar di ruang pengasingan. Pakaian tidak rapi, hukuman ...."

Selain jadwal yang padat, Akademi Crivelli juga memiliki segudang peraturan beserta hukuman. Semua siswa harus menghafal jadwal dan peraturan tersebut yang hanya dibacakan sekali tanpa bisa mencatatnya karena mereka tidak memiliki alat tulis untuk saat ini.

Lace melirik ke sekelilingnya. Kebanyakan para siswa mendengarkannya dengan seksama, ada pula yang terbata-bata dan terlihat bingung, karena cepatnya pembacaan. Ada yang setengah tertidur dan ada pula yang sengaja tidak mendengarkan. Lace tidak terlalu mempermasalahkan apa yang ia dengar, dan tidak terlalu fokus mengingatnya, karena pada dasarnya dirinya tidak terlalu suka berbuat aneh-aneh yang sampai melanggar aturan.

"Hukuman ada untuk menertibkan kalian, dan akan semakin bertambah jika kalian terus menerus membuat pelanggaran. Namun, siapa yang mematuhi aturan, akan mendapatkan poin dan imbalan yang akan kalian dapatkan dalam waktu dekat dan ataupun saat kelulusan. Bayangkan saja wajah-wajah bangga keluarga kalian."

Kalimat itu menyihir hampir sebagian besar ketegangan. Wajah-wajah yang awalnya tertekan itu kini berubah penuh gairah akan sebuah kompetisi. Siapa yang akan menjadi siswa terbaik.


KEEMPAT puluh siswa dibagi menjadi sepuluh kamar. Kamar-kamar mereka berada di sebuah lorong menara. Jarak antar satu kamar ke kamar yang lain cukup jauh. Lace menatap pintu kamar di hadapannya. Potrait bersinar di tangan kanannya, menunjukkan bahwa itulah kamarnya. Setelah menghela nafas cukup lama, Lace membuka pintu dan masuk ke kamarnya.

Kamar-kamar itu terlihat seperti kamar biasa, tetapi saat menyentuh gagang pintunya, Lace merasakan aliran Potrait Ethanien, sama seperti dirinya menyelubungi pintu, hingga ke dinding-dindingnya, bahkan mungkin seluruh menara ini. Lace segera menarik tangannya atau tenaganya akan habis.

Tiga orang lainnya yang berbagi kamar yang sama dengannya sibuk menata barang-barang mereka. Barang-barang Lace sendiri masih berupa tumpukan rapi di salah satu sudut ruangan. Lace melangkah tanpa mengucapkan sepatah kata pun dan mulai menata barangnya.


TERDENGAR siulan di lorong bersama dengan suara tongkat yang diketuk-ketukkan di lantai, sangat dekat dengan pintu kamar mereka membuat mereka semua menoleh. Seorang lelaki tua dengan mantel dan topi hitam bersulam emas yang membawa tongkat hitam tersenyum di ambang pintu. Seketika semua memberi hormat kepada orang tersebut, orang yang Lace kenali sebagai pemberi surat beasiswa kepadanya, juga Monsieter Soleil yang menyematkan emblem Ethanien padanya.

"Selamat datang, Monsieter Soleil Gerald."

 Lelaki itu tertawa. "Tidak perlu terlalu formal. Aku berkunjung kemari hanya untuk melihat-lihat." Ia tersenyum menatap Lace. "Mari kita berbincang sebentar, Nona Schneider," ucapnya.

Lace berjalan mengikuti Monsieter Gerald pergi ke luar kamar.

"Bagaimana pendapatmu tentang akademi ini, Nona Schneider?" tanya Monsieter Soleil Gerald.

Lace terdiam sesaat. "Apa yang harus saya katakan?"

Monsieter Soleil Gerald menatap Lace dan tertawa. "Ini adalah akademi yang sangat ketat, tapi kuyakin kau mampu beradaptasi dengan cepat."

Lace terdiam. "Kenapa Anda seyakin itu?"

"Karena aku memilihmu. Tentu saja aku yakin denganmu."

Lace menunduk. "Kenapa Anda memberikan beasiswa kepada saya? Anda pasti tahu bagaimana nilai saya di Graduate A."

"Kegagalan itu pasti pernah terjadi, Schneider. Potensi tidak dapat dikatakan hilang hanya karena sebuah kegagalan. Hanya dengan melihat riwayatmu, Schneider, kau selama ini bisa dibilang memiliki nilai yang cukup mengesankan. Akan sangat disayangkan jika kau menyia-nyiakan potensimu itu. Terlalu cepat bagi seorang Ethanien untuk berputus asa hanya karena gagal dalam sebuah ujian akademi. Aku melihat bahwa kau seorang Ethanien yang dapat bertahan di kehidupan yang keras ini."

Lace terdiam. Benarkah itu?

Monsieter Soleil Gerald tersenyum dan berjalan pergi. "Akademi ini adalah pelatihan untuk mengendalikan Potraitmu. Aku ingin melihatmu di hari kelulusan, Lace Schneider."

Lace terdiam menatap telapak tangannya. Ia tidak sadar bahwa Potraitnya sempat bersinar sesaat ketika Monsieter Soleil Gerald tersenyum menatapnya dan ia menyadarinya sementara tangan Lace terkepal di belakang tubuhnya.


"KUCIIIING!!!"

Terdengar sebuah teriakan. Lace terkejut saat seekor kucing hitam melompat dan bersembunyi di belakangnya. Sebuah tali yang terbuat dari Potrait berwarna kuning melesat ke arah Lace.

"AWAAAAS!!"

Lace membuka matanya. Ia melihat Potrait keluar dari tangannya membentuk tameng yang melindunginya dari tali kuning yang hampir menjeratnya.

"Maafkan aku! Kau tidak apa-apa?" seorang perempuan berambut pirang menggunakan seragam dengan emblem Feinien berlari mendekatinya.

Lace hanya mengangguk. Perempuan itu menghela nafas lega lantas memandang sekeliling mencari sesuatu.

"Di mana kucing itu?"

Lace menatap ke belakangnya. Kucing itu sudah menghilang.

"Ah! Dia pergi begitu saja! Kau tahu? Dia tadi mengambil ikan bakarku yang sengaja kusimpan untuk nanti malam! Itu adalah camilan favorit dari nenekku! Bagaimana jika nanti malam aku mati kelaparan!? Lagipula kenapa ada seekor kucing di sini!? Siapa yang membawanya!?"

Lace hanya mengangguk-angguk mendengarkan perempuan itu. Tidak ada larangan membawa hewan, tapi sepertinya kucing itu satu-satunya hewan 'besar' di akademi ini.

"Namaku Hilde Heloise. Salam kenal," ucapnya.

"Lace Schneider," ucap Lace.

"Jangan terlalu kaku. Kita akan menjadi teman satu akademi hingga kelulusan nanti. Jadi mari kita saling mengakrabkan diri," ucap Hilde.

Lace hanya mengangguk, terseyum tipis.

"Kau memiliki reflek yang luar biasa, ya. Padahal kejadian tadi hanya beberapa detik. Sungguh pertahanan yang kuat. Aku dulu sempat menghancurkan dinding tetangga karena salah sasaran lho," ucap Hilde sambil nyengir. "Sepertinya kita sangat cocok. Kau memiliki pertahanan yang kuat dan aku seorang penyerang yang hebat! Seandainya kita satu kamar."

Lace hanya bisa tersenyum. Ia sendiri juga tidak mengerti kapan dirinya membuat Potrait. Sepertinya Potrait pertahanan diri sudah menjadi reflek dalam dirinya.

"Ah! Sampai jumpa lagi!"

Hilde berlari pergi, entah ke mana. Lace sendiri kembali ke kamar untuk melanjutkan merapikan barangnya.

Lace menyimpan kain rajutannya dan segera beranjak tidur. Besok kelas pertama dimulai pukul tujuh pagi. Lace memejamkan matanya.


Crivelli The Prevention Project [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang