"Pertahanan bukan hanya soal benteng. Kalian pernah mendengar legenda runtuhnya Benteng Zou?"
Ada sebagian murid yang mengangguk, ada pula yang menggeleng ragu, atau bahkan hanya diam sama sekali.
"Benteng Zou dikenal sebagai benteng terkuat dalam sejarah. Namun, kalian tahu apa yang meruntuhkannya? Bukan manjanik, bukan bubuk mesiu, bukan tangga-tangga atau tali-tali bercakram. Ia runtuh karena pesan-pesan dari para musuh di luar benteng yang berhasil diterima oleh para pengkhianat di dalam."
"Kode tidak harus selalu terbuat dari huruf-huruf aneh ataupun dari bahasa-bahasa asing. Hal seperti itu justru akan menarik perhatian banyak orang. Misalkan saja di pegunungan atau di laut, kode yang paling sering digunakan adalah kode murcae, kode yang diberikan dengan cara menggambarkan beberapa orang yang sedang melakukan gerakan-gerakan tertentu yang dapat diartikan sebagai huruf atau suku kata tertentu," ucapnya lagi sambil mencontohkan kode murcae.
"Kode yang digunakan di kota berbeda lagi. Akan sangat mencolok jika menggambar hal seperti ini di tengah keramaian kota, bukan? Orang-orang, terlebih bagi seorang pedagang informasi, mata-mata, atau bahkan seorang pembunuh kelas tinggi, mereka lebih sering menggunakan dialog tertentu sebagai kode mereka. Untuk kali ini kalian mendapatkan tugas untuk menterjemahkan sebuah kode. Hafalkan baik-baik kode-kode ini. Setelah itu kalian akan mendapatkan kertas tugas kalian."
Lace menatap papan tulis dengan seksama. Setelah beberapa saat ia menutup mata. Catatan kode-kode itu telah selesai ia rekam di dalam kepalanya. Tangannya bergerak membentuk kode tersebut saat ingatannya mencoba mereka ulang, agar tubuhnya menghafal bentuk yang pernah ia lihat.
"Orang yang mengirimkan kode itu biasanya memiliki masalah dengan waktu, karena ia tidak memiliki waktu untuk menunggu datangnya kesempatan kapan ia bisa mengatakan keperluannya. Karena itulah ia mengirimkan sebuah kode," ucap Monsieter De Graaf.
Satu menit kemudian kode-kode itu dihapus dari papan tulis membuat para siswa mendesah kecewa. Selembar kertas dibagikan kepada setiap siswa. Mereka segera mengambil pensil mereka dan mulai menterjemahkan kode di hadapan mereka, begitu juga Lace.
LACE mengerjap untuk yang kesekian kalinya. Ia mengucek matanya berkali-kali, tapi hasilnya tetaplah sama. Bukannya ia lupa atau tidak bisa mengerjakannya, bahkan ia yakin ia siswa pertama yang menyelesaikan kode miliknya yang sangat pendek, hanya beberapa kata.
PERDANA MENTERI SINTING. MONSIETER BUSUK.
"Ada apa, Schneider? Kau sudah selesai?" tanya Monsieter De Graaf.
Lace menggeleng dengan cepat dan segera menghapus jawabannya dengan kuat-kuat agar tulisannya tidak berbekas.
Meskipun ia tidak peduli dengan Perdana Menteri siapalah itu, tapi ia tidak sebodoh itu untuk mengetahui sanksi bagi yang menghina Perdana Menteri. Mungkinkah ia salah menerjemakannya?
Hingga kesepuluh kali Lace mengulangi penerjemahan kode, hasilnya tetap sama. Lace mencengkeram kertasnya dengan frustasi. Ia tidak ingin dihukum karena tidak menyelesaikan tugas, tapi ia lebih takut dihukum gantung atas penghinaan terhadap pahlawan negara. Ingin rasanya ia melihat lembar tugas milik teman sebelahnya, tetapi mencontek adalah sebuah pelanggaran serius yang berakibat dikeluarkan.
Lace hampir menangis karena kesal sebab ia sempat berbangga diri dengan kemampuan mengingatnya sesaat sebelum kelas tadi. Oh, oh, inikah nasibnya jika ia menjadi orang sombong?
"Schneider, kau belum selesai?" tanya Monsieter De Graaf.
Lace menggeleng cepat sambil menyambar penghapus. "Belum!" ucapnya setengah berteriak karena kesal dan juga panik.
SREEK!
Kertas itu robek tercerai-berai karena gesekan penghapus untuk yang kesekian kalinya. Lace terpekik pelan. Mengapa kertasnya begitu rapuh?
"Schneider? Kau sudah merusak kertasmu? Kau tidak bisa mengerjakannya?"
"Lace bisa!" sergah Lace kesal. "Kertas ini saja yang terlalu rapuh!"
Monsieter De Graaf terdiam karena teriakan Lace. "Kau membentak Monsieter lantas menyalahkan Monsieter yang memberikan lembar tugas? Kau ingin dihukum?"
"Tapi kenyataannya kertas ini benar-benar rapuh!" ucap Lace kesal, kemarahannya memuncak karena panik membuat semua siswa menoleh padanya.
Monsieter De Graaf menatap Lace.
LACE berdiri di luar kelas dengan membawa sebuah ember yang berada di atas kursi yang ia angkat di atas kepalanya.
"Siapa yang berani memperbuat hal ini padaku!?" rutuknya pelan. "Awas saja jika aku tahu, akan kulemparkan kursi dan ember ini ke wajahnya!"
Jam pelajaran telah selesai. Para siswa keluar dari ruang kelas sambil menahan tawa melirik Lace. Lace hanya diam sambil berpura-pura tidak melihat mereka. Setelah semua siswa pergi, ia menurunkan kursi dan ember tersebut lantas berjalan menuju ke kamar mandi untuk membersihkannya sebagai hukuman tambahan untuknya.
Lace mendengar langkah beberapa siswa mendekati kamar mandi yang sedang ia bersihkan. Sesaat bola matanya berputar dan seringai mengejek tampak di bibirnya.
Terdengar benturan keras. Seorang siswa terantuk dinding penghalang yang dibuat Lace agar tidak ada seorang pun yang dapat masuk ke kamar mandi. Sesaat kemudian sebuah Potrait muncul di hadapan mereka.
Sesaat kemudian terdengar mereka berteriak-teriak mencoba menghancurkan Potrait penghalangnya karena mereka tidak tahan lagi.
Lace hanya tersenyum puas melompat keluar dari jendela setelah selesai membersihkan kamar mandi dan pergi ke halaman. Sebentar lagi Potraitnya akan menghilang dan sebentar lagi jam pelajaran berikutnya akan berbunyi sementara mereka masih harus pergi ke kamar mandi.
Siapa suruh menghina dirinya?
JAM pelajaran berikutnya dan berikutnya masihlah membahas topik yang sama. dan kertas tugas yang diterima oleh Lace tetap juga sama, hanya sedikit kata yang berubah, tapi tidak membawa kebaikan sama sekali, bertambah parah mungkin, bahkan Lace tidak sanggup mengucapkannya. Rasanya Lace ingin sekali bertemu dengan orang gila yang bergurau dengan memberinya kode seperti ini, lantas menimpuknya dengan batu.
Barulah di jam pelajaran terakhir, ia berhasil mendapatkan kertas tugas yang asli yang berhasil ia terjemahkan dengan sempurna sebelum siswa lain selesai dengan pekerjaannya.
Lace ingin melotot pada Monsieter De Graaf jika ia tidak memiliki ingatan yang baik tentang hukuman tidak sopan kepada para Monsieter. Jadi ia lebih memilih pergi dengan mencoba menjaga kedamaian hidupnya. Cukup sudah hari ini ia terkena masalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crivelli The Prevention Project [TERBIT]
Fantasía'Saat melewati bangunan yang megah, seseorang tidak lagi bertanya mengenai pondasi yang baik yang berada di bawahnya.' Di hari kelulusannya, Grace menerima sebuah buku dari Monsieter Lyra. Buku yang menceritakan sejarah mengenai Akademi Crivelli. Na...