Bab 2

21 5 1
                                    

Lace termenung menatap langit malam yang tertutup awan mendung.

"Apa yang sedang kau lakukan, Lace?"

Lace terkejut. "Ayah?"

Lace berjalan mendekati Tuan Schneider dan mendorong kursi roda ayahnya dengan perlahan.

"Bagaimana, Lace?"

Lace menunduk. "Lace ... Lace tidak yakin, Ayah."

Tuan Schneider hanya tersenyum. "Lace, akademi adalah sebuah tempat untuk belajar, dan kau pergi ke sana karena kau seorang pelajar. Kalah dan gagal adalah hal yang akan sering kau dapati untuk mendapatkan suatu pelajaran."

Lace terdiam.

"Ingat, Lace. Akademi bukanlah tempat persaingan. Kau hanya perlu mengetahui apa tujuanmu ke sana."

Lace menghela nafas.

Tuan Schneider tersenyum menatap Lace dari kaca jendela. "Lace, anak Ayah adalah seorang pejuang."

 Lace akhirnya mengangguk. "Baiklah."

Tuan Schneider mengambil kain rajutan Lace di atas meja yang belum selesai.

"Kau suka merajut, Lace. Namun, kau belum menyelesaikan ini sejak lama?" tanya Tuan Schneider.

"Lace tidak tahu bagaimana harus menyelesaikannya."

"Barangkali, Lace ... kau akan menemukan apa yang kurang dari rajutanmu jika kau pergi ke sana, apa yang kurang untuk mengakhiri sebuah rajutan."

Lace menghela nafas setelah ayahnya keluar ruangan. Ia harus meyakinkan dirinya bahwa ia benar-benar baik-baik saja. Lace menatap langit malam, mengingat kembali kejadian tadi pagi. Ya, semua hal itu bermula saat pagi tadi.


LACE mulai membuka tirai jendela dan membersihkan beberapa alat untuk merajut yang tersebar di lantai kamarnya. Lace membuka jendela lebar-lebar dan termenung di sana sesaat. Digenggamnya terdapat sebuah kain rajutan bermotif burung yang belum selesai dibuat. Ia kembali memikirkan percakapannya dengan adik lelakinya beberapa waktu lalu, sesaat sebelum masuknya tahun ajaran baru.

"Kenapa kau tidak lanjut ke Graduate S, bukankah kau suka menantang dirimu dan Potraitmu itu? Kenapa justru memilih mempelajari cara merajut kain?"

Lace menatap si adik lelaki yang duduk di samping dirinya dan menghela nafas. "Kau tahu sendiri bagaimana nilaiku di Graduate A, Lav. Kau pikir apakah aku tidak akan mempermalukan diriku sendiri jika aku melanjutkannya?"

Lav mengangkat bahu sambil tersenyum. "Memangnya kenapa?"

Lace mendengus karena adiknya ini tidak mengerti apa yang ia maksudkan. "Toh, lagipula Ayah tidak memaksaku untuk melanjutkannya. Dan lagi aku belum berhasil membuat satu rajutan sama sekali."

"Kulihat kau sudah bosan dengan kain rajutanmu yang tidak pernah jadi itu," ucap Lav.

Lace melotot. "Tutup mulutmu, Lav. Kau ingin aku menghajarmu?"

Lav nyengir dan segera menyingkir sebelum emosi Lace berbuah menjadi tindakan.

Percakapan Lace dengan Lav kala itu hanya membuatnya bertambah gelisah setiap harinya. Kini Lav sudah kembali ke sekolah yang merupakan sekolah yang sama dengannya semasa Graduate A dulu.

Lace mengerti, siapapun akan tahu saat melihat sikap Lace, bahwa ia tengah memendam hasratnya untuk melanjutkan masa belajarnya di Graduate S. Dikarenakan nilainya yang sempat menurun drastis di tahun terakhirnya semasa Graduate A, Lace kehilangan kepercayaan diri dan mengurungkan niat untuk melanjutkan masa belajarnya.

Merajut kain adalah salah satu kegemarannya sejak dulu, yang hanya ia anggap sebagai kegiatan sampingan. Sejak Lace memutuskan tinggal di rumah, ia mencoba menekuni merajut kain setiap hari untuk menghabiskan waktu. Namun, keinginannya semakin kuat saat melihat para siswa-siswi yang pulang pergi untuk belajar membawa dampak pada kain rajutannya bahkan menurunkan kinerjanya. Lace sangat paham akan hal itu, tapi ia tidak pernah ingin mengakuinya apapun yang dikatakan orang-orang.


Lace masih termenung di jendela saat ia melihat sebuah kereta kuda berhenti di depan rumahnya. Tampak seorang lelaki bertopi turun dari kereta kuda dan berjalan menuju ke pintu rumah. Lace menatap lelaki itu dari jendela kamarnya. Lelaki dengan mantel mewah, dan sebuah tongkat itu sempat melirik Lace dengan senyuman yang tiba-tiba terukir di wajahnya. Lace yakin akan hal itu.

Mengerikan.

Lace pergi dari jendela dengan bergidik. Ia tidak tahu menahu apapun tentang lelaki itu. Apapun itu, sepertinya ia membenci tamu yang selalu tersenyum tanpa alasan seperti itu. Sesaat kemudian ia mendengar pintu kamarnya diketuk.

"Lace, Ayah memanggilmu."

Saat itulah pertanyaan muncul di benak Lace. Ayahnya jelas sedang menerima tamu sementara ibunya pasti sudah menyiapkan semua keperluan untuk tamu tersebut. Lace menggelengkan kepala. Tidak ada yang perlu ia pikirkan sekarang. Ayahnya memangil dan ia harus datang.


 "NONA terlihat sedang memikirkan sesuatu yang berat." Lelaki tua itu tersenyum.

Lace hanya diam menatap lurus mata lelaki itu.

"Biarkan semuanya berjalan dengan sendirinya. Kegagalan bukanlah akhir dari segalanya. Akademi Crivelli dapat membantumu untuk bangun kembali. Kau bisa menghabiskan waktumu di sana untuk mengurai pemikiranmu satu persatu," ucap lelaki itu lagi.

Lace menerima sebuah amplop dengan ragu setelah ayahnya mengangguk. Lelaki tua itu tersenyum dan membenarkan letak topinya.

"Akademi Crivelli terbuka lebar untuk perempuan berpotensi sepertimu. Sampai bertemu lagi, Nona Schneider."

Lace hanya mengangguk dan memberi hormat.

"Lace, tidak pantas jika kau menolak sebuah undangan," ucap Nyonya Schneider.

Lace hanya diam menatap amplop di tangannya.. Ia memandang ayahnya yang tersenyum.

"Endapkan dulu emosimu, Lace. Kau masih memiliki waktu paling cepat nanti malam sebelum persiapan dimulai," ucap Tuan Schneider.

Lace mengangguk dan kembali ke kamarnya.


SELAMA dua hari, Lace sama sekali tidak keluar rumah. Selain karena ia tidak memiliki teman dan membutuhkan persiapan untuk pergi ke Akademi Crivelli, Lace bisa tahu hanya dengan melihat dari jendela saja, bahwa para tetangga kini asyik berbincang di depan rumah mereka sambil sesekali menunjuk ke arah rumahnya. Berita tentang beasiswa dari Akademi Crivelli menyebar dengan cepat.

Lace sangat beruntung memiliki ibu yang baik. Nyonya Schneider telah menyiapkan sejak lama semua barang-barang yang kiranya akan diperlukan Lace saat akhirnya memutuskan untuk meneruskan Graduate S.

Pembukaan Akademi Crivelli masih satu hari lagi. Namun, Tuan Schneider menyuruhnya untuk pergi sehari lebih cepat untuk menghindari beberapa keadaan buruk yang mungkin terjadi. Barang-barang Lace akan disusulkan di hari pembukaan akademi.

Lace menatap ayah dan ibunya. Ibunya tersenyum memeluknya.

"Ayah dan Ibu menanti kepulanganmu, Nak," ucap Nyonya Schneider.

Lace tersenyum mengangguk. Ia menatap ayahnya dan memeluknya.

"Kendalikan emosimu dan jaga dirimu baik-baik, Nak," ucap Tuan Schneider.

Lace mengangguk lagi.

Lace menatap jendela kamar Lav. Kemungkinan besar, saat Lav pulang untuk berlibur ia masih berada di akademi. Saat Lace pulang nanti, ia akan menunjukkan pada Lav bahwa ia akan berhasil menyelesaikan kain rajutan bermotif burung itu.


Crivelli The Prevention Project [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang