-YOU'LL BE MISSED

13 5 0
                                    


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


   Irina,Ibu Haikal. Menyerahkan selembar amplop berwarna coklat diatas meja, tepat pada Naresh dan Jean yang duduk berdua. Mereka baru saja menyelesaikan acara makan yang memang digelar di dalam rumah. Sekaligus perbincangan ringan, perkenalan yang singkat juga baru saja terjadi.

"Saya tau yang ngajar cuma satu. Tapi saya harap, kalian berdua juga sama-sama bisa ngajar anak saya" kata Rina tulus, "anaknya agak bandel. Udah dua kali ini dia nggak naik kelas. Jadi sekarang kira-kira umurnya dua puluh tahun."

Naresh manggut, ia melihat Irina yang menunduk, kelihatan malu menceritakan keadaan putranya. Pemuda itu tersenyum, "nggak papa, Buk. Bahkan orang pintar nggak menjamin bisa sukses dimasa depan" kata Naresh. Bu Irina menatap iris mata damai milik Pemuda itu.

"Saya pengangguran, hidup bergantung sama Jeandra selama ini. Padahal dulu, saya lebih pintar dari Jeandra" hiburnya, tertawa sendiri. Tapi mengundang senyum di bibir Irina, juga tawa kecil dari bibir Jean.

"Buk, pintar itu mayoritas. Bukan tentang angka saja." 

Irina mengangguk, "Bapak Haikal dulu juga gitu. Dia dan saya sudah kenal sejak jaman SMA. Dia murid yang bahkan nggak bisa hitung-hitungan. Eh, pas reuni, tau-tau sudah jadi tentara. Kami saling jatuh cinta dan menikah. Akhirnya punya anak bandel kayak Haikal" cerita Bu Rina singkat. Dia menerawang jauh, tampak begitu senang menceritakan kisah keluarga kecilnya.

"Saya nggak terlalu berharap banyak sama Haikal. Bahkan mau peringkat terakhir sekelas pun nggak masalah, yang penting dia lulus" sambatnya, "saya ingin lihat putra saya hidup nyaman, sebelum saya menjadi semakin tua dan semakin menyusahkan dia. Saya cuma mau Haikal hidup nggak luntang-luntung kayak saya dulu waktu muda."

Naresh mengangguk, "iya, Buk. Kami akan usahakan yang terbaik."

Bu Irina kembali tersenyum. Ia kemudian mengambil sebuah kotak yang ada dibawah meja, "kalau begitu, ini saya ada ponsel bekas. Kalian bisa pakek ini untuk kabar-kabar sama saya tentang perkembangan Haikal."

Naresh dan Jeandra mendelik, ini sungguhan?

"B-buk, tapi-

-nggak papa, pakai aja. Lagipula ini juga buat memudahkan saya biar nggak harus bolak-balik ketemu kayak gini. Soalnya saya mengelola kos di dekat kampus, takutnya kita nggak sering ketemu."

Naresh manggut, rasanya bahkan terlalu sungkan untuk menerima hadiah mahal Bu Rina mekipun hanyalah handphone bekas. Bahkan ia dan juga Jeandra belum melakukan apapun disini. 

"T-terimakasih, Buk."

"Sama-sama. Kalau ada apa-apa, jangan sungkan minta ke saya, ya. Jangan sungkan juga buat ngadu kenakalan Haikal ke saya."

Keduanya terrtawa kecil sembari mengangguk, "jadi, bisa dimulai kapan les nya, Buk?"

"Eum, minggu depan bagaimana? Untuk sekarang, kalian adaptasi dulu dilingkungan ini."

WHO: Back to 2010Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang