BAB 23 : Nenek Nariswari

11 1 0
                                    

"Nenek, ini teh hangat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Nenek, ini teh hangat. Silakan diminum. Kurasa Nenek perlu tinggal di sini sementara waktu. Hujan akan segera turun."

Nenek Nariswari tersenyum tipis. Tangan keriputnya mengelus pelan tangan Juni. Juni membalas senyuman itu. Sudah lama ia tidak merasakan kasih sayang seorang nenek.

"Terima kasih, Nak."

Abimanyu tersenyum, ia menuangkan teh ke gelas masing-masing dengan perlahan. Teko yang cukup hangat itu mengepulkan uap. Abimanyu kemudian duduk di sebelah Juni. Sofa kecil itu terasa hangat dan nyaman.

"Nek, bolehkah kami bertanya tentang gamelan Ayu Banowati?" Juni menatap Abimanyu dengan perasaan khawatir. Nenek Nariswari tersenyum tipis, tatapannya begitu tenang. Ditambah melihat pasangan itu menggunakan jimat yang diberikannya.

"Gamelan itu diberikan untuk Nirmala Ayu Banowati. Gamelan yang diukir khusus untuk kelahiran Ayu Banowati. Dia seorang penari dan menciptakan gerakan tarian khusus yang dinamakan Nirmala. Nenek tidak tahu jika cucun nenek sudah tiada," cerita Nenek Nariswari.

Juni terdiam, ia teringat perkataan Kak Ilana yang menyebut gerakan tarian Nirmala. Abimanyu meregangkan tangannya yang pegal, namun tangannya berhenti di kantong celana. Ia merasakan sebuah benda.

Tangannya mengeluarkan sebuah buku catatan kecil. Abimanyu memberikan buku itu kepada Nenek Nariswari.

"Mungkin Nenek bisa membantu," ucap Abimanyu pelan. Ia sedikit takut. Namun, Nenek Nariswari tersenyum.

"Buku para penjahat."

Jawaban Nenek Nariswari membuat Juni menelan ludah. Perkataan nenek itu benar-benar tidak terduga. Nenek membolak-balikkan buku. Perlahan, lembaran pertama terbuka. Bahasa Jawa halus yang tidak dimengerti anak muda. Nenek Nariswari membaca dengan khusyuk.

Setiap lembar berpindah terbuka setelah setiap kata tertangkap penglihatan. Mata nenek itu menunjukkan ekspresi yang beragam. Ketika buku catatan itu menuju halaman terakhir, tetesan air membasahi halamannya. Juni yang sedari tadi ikut membaca, terkejut.

"Nenek, tidak apa-apa?" tanya Juni menenangkan Nenek Nariswari.

Nenek Nariswari mengangguk pelan. "Nenek tidak tahu mengapa mereka memperlakukan cucunya sekejam ini. Maafkan Nenek, ya, Nak."

"Nenek tidak bersama mendiang Nirmala?" tanya Abimanyu dengan lembut.

"Nenek berada di kota yang berbeda. Nenek biasanya pulang ke Cimahi satu bulan sekali. Saat pernikahan Nirmala, Nenek baru ke Cimahi setelah sepuluh hari mereka menikah."

"Dan saat Nenek di Cimahi, di rumah ini, mendiang Nirmala sudah tidak ada?" tanya Juni sambil mengelus punggung Nenek Nariswari.

Nenek mengangguk. Nenek juga menjelaskan bahwa jimat yang digunakan Juni dan Abimanyu sekarang, pernah diberikan kepada Ndoro Nirmala. Namun, jimat itu dirusak karena Nenek Nariswari menemukan gelang itu tidak jauh dari kuburan Ndoro Nirmala.

Nirmala : Gamelan Ayu Banowati [Segera Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang