BAB 17 : Jimat Tersingkap

13 1 0
                                    

Juni berjalan dengan santai, matanya melirik ke sana-kemari mencari kekasihnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Juni berjalan dengan santai, matanya melirik ke sana-kemari mencari kekasihnya. Melihat Abimanyu yang sedang mencatat sesuatu di meja, Juni segera menghampirinya. Mendengar suara kursi ditarik, Abimanyu mendongakkan kepalanya.

"Sayang, sudah selesai?" tanya Abimanyu sambil menutup buku catatannya.

"Sudah! Kamu tidak pesan makanan?"

Abimanyu mengangkat bahunya, "Menunggumu."

Juni tertawa kecil. Ia tahu Abimanyu tidak memesan makanan bukan karena menunggunya, melainkan karena ia selalu waspada terhadap makanan di restoran. Hal ini sudah menjadi kebiasaannya.

Abimanyu selalu memesan makanan dengan hati-hati dan banyak bertanya kepada pelayan. Menurut Juni, Abimanyu bukan seorang picky eater, tetapi dia memiliki penyakit bawaan yang mengharuskannya memastikan bahan makanan. Lelaki itu memang lebih suka masakan rumahan karena dia bisa melihat langsung bahan-bahan yang digunakan, termasuk saat melihat Juni memasak.

Juni bangkit dari duduknya. Ia menaruh tas selempangnya di dekat Abimanyu. Abimanyu yang melihatnya langsung memahaminya. Ia pun turut memasukkan beberapa barangnya ke dalam tas kekasihnya.

Abimanyu melirik ke arah Juni yang sedang memesan makanan. Cukup lama, mungkin karena Juni sedang memilih menu yang tepat untuk Abimanyu.

"Baiklah, terima kasih," ucap Juni sambil mengambil bukti pembayaran.

Melihat harga yang mereka bayar, Juni sedikit tergelak. Untung saja mereka memiliki penghasilan yang cukup. Ia berjalan menuju meja, menemui Abimanyu.

"Kenapa kamu tertawa?" tanya Abimanyu, menerima kertas kecil dari Juni.

Abimanyu hanya tersenyum tipis. Menghabiskan uang sebanyak Rp78.000,00 membuatnya sedikit murung. Namun, ia penasaran dengan makanan yang dipesan Juni. Jika rasanya enak, maka uang yang dikeluarkan akan terbayarkan.

Hampir 20 menit menunggu, dua pelayan datang dengan nampan yang cukup besar, menampung berbagai hidangan yang dipesan. Abimanyu terkejut dengan satu menu yang asing.

Juni melihat ekspresi Abimanyu yang menggelengkan kepalanya pelan. Ia tertawa dalam hatinya, begitu susah payah untuk membujuk Abimanyu keluar rumah hanya untuk makan, setelah kursus menari.

"Baiklah, Kakak-kakak. Ini Denjapi, atau dendeng jantung pisang. Makanan khas Cimahi. Ini nasi organik, dan beberapa hidangan penutup yang dipesan Kakak ini. Jika ada keluhan, bisa sampaikan langsung kepada kami. Jika menyukainya, datang lagi ke restoran kami. Selamat menikmati."

Pelayan itu sangat profesional, membantu menjelaskan menu yang datang. Bahkan senyuman mereka tidak pernah luntur. Seolah mereka ditakdirkan untuk pekerjaan ini.

"Apa kalian sangat menyukai pekerjaan ini?"

Pertanyaan Abimanyu membuat Juni memukul pelan lengan kekasihnya.

Nirmala : Gamelan Ayu Banowati [Segera Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang