Part 01

3.4K 156 1
                                    

"Pagi, Ma!"

Ibu Citra Rany nyaris melempar spatula tengah beliau pegang karena kaget akan sapaan Segara dalam seruan yang lumayan kencang.

Sang putra justru tertawa cekikikan.

"Kebiasaan." Ibu Citra Rany sedikit kesal.

"Maaf, Mamaku Sayang."

Segara menyengir lebar. Dipeluk sang ibu dan tak lupa mengecup pucuk kepala ibundanya.

"Mama masak apa? Lapar."

"Ikan kembung, tempe bacem."

"Perfect, Ma." Segara pun berkomentar dengan nada riang. Semua makanan dimintanya dibuat oleh sang ibu. Tak sabar untuk disantap..

"Menjauh dari kompor dulu, Nak."

"Seragam pilot kamu bisa kotor, Gara."

Segara langsung menurut. Dimundurkan kakinya beberapa langkah saja dari sang ibu.

"Jadi agenda hari ini?"

"Jadi dong, Ma." Segara kian antusias.

"Aku sudah pesan buket mawar besar."

"Aku juga sudah menyiapkan kalimat-kalimat yang manis untuk aku katakan ke Samiya."

Sang ibu pun tertawa.

"Gimana penampilanku, Ma? Ganteng nggak?"

Ibunya langsung menoleh ke belakang.

Segara memasang pose bergaya terbaiknya. Ia berdiri dengan posisi punggung yang tegap. Lalu kedua tangan menyilang di depan dada.

Kaki-kaki panjangnya pun ditegakkan. Tak lupa memamerkan seringaian andalan pada sang ibu.

"Ganteng, Nak."

"Gantengan mana dari Yama? Kak Sekala?"

"Kalian bertiga ganteng, Gara."

Segara terkekeh dengan jawaban klise sang ibu.

"Jangan menyamaratakan kegantenganku sama Yama dong, Ma. Kami kembar nggak identik."

"Kegantengannya beda lah." Segara pun masih santai melanjutkan guyonan. Tentu tertawa juga.

"Tapi bagi Mama, ketiga putra Mama ganteng. Tidak ada satu yang lebih unggul."

"Oke lah, Ma. Oke." Segara memilih mengalah.

"Bawa dia ke sini, Nak."

Segara kembali mendekati sang ibu, saat ucapan orangtuanya itu terasa tak cukup jelas. Terutama siapa yang tengah dimaksud ibunya.

"Bawa dia ke sini, Ma?"

"Samiya, Nak."

Segara lantas lumayan terkejut dengan jawaban sang ibu. Tidak diduga permintaan ibundanya.

Namun, ia akan menanggapi tanpa beban. Dan tentu dirinya juga punya keinginan mengenalkan Samiya ke keluarganya sebagai calon istri.

"Mama nyari mantu kedua? Biar Hima nggak sendirian menemani Mama arisan?"

"Boleh, kalau kamu ingin segera menikah."

"Mau cucu berapa, Ma?" celoteh Segara ringan.

Sang ibu langsung memerlihatkan ekspresi yang serius, dengan mata sudah memelotot lagi. Pasti tak menyangka akan pertanyaannya.

"Astaga, Nak. Menikah dulu baru kita pikirkan berapa cucu yang bisa kamu kasih ke Mama."

"Oke, Ma. Oke." Segara pun masih menanggapi enteng tanggapan sang ibunda.

"Aku langsung lamar Samiya, nih? Dua bulanan ini aku nikah gimana, Ma? Boleh nggak?"

Segara menyeringai pada sang ibu.

Tentu niatannya sangat serius berkaitan dengan mengajak Samiya menikah. Ia sudah merancang sejak dua tahun lalu, tentang pernikahan.

Setelah nanti siang bertemu sang mantan kekasih, ia akan langsung membahas janji yang mereka dulu buat.

Rasa rindunya pada Samiya memuncak. Dan semoga saja wanita itu masih menyimpan perasaan sama untuknya.

.....................

Gimana? Gimana?

Suami Pilot PosesifTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang