"Aduh yang habis sakit." Rion bersiual heboh, menyambut Harris dengan tepuk tangan yang meriah serta memeluk bahu sahabatnya itu
"Bacot ah." Harris malu, kantin seramai ini dan Rion dengan santainya membuat keributan yang memancing semua mata untuk tertuju padanya.
"Gimana? Gimana? Enak ngga dirawat Runa?" Pria bersurai biru cerah itu bertanya pada Harris dengan alis yang naik-turun bermaksud untuk menggoda. Sudah hafal Harris dengan otak busuk teman-temannya ini.
"Enak lah. Kalau gitu tiap hari aja aku sakit." Mengendikan bahunya tak peduli, Harris duduk tepat di sebelah Gin. Merampas minuman Rion dengan wajah tak bersalah miliknya.
Dengan senyum lebar, Gin memasukan kembali ponselnya ke dalam tas. "Sip, udah kerekam ya. Ntar aku kasih Runa."
"Heh, aaa jangan."
"Ih, Harris udah balik ges. Udah ngga aneh dia." Ujar Rion. Menunjuk muka Harris dengan tangannya serta mulut yang menganga dramatis. "Senang zekali aku."
"Emang selama ini aku aneh?" Harris menunjuk dirinya sendiri, Harris merasa ia baik-baik saja selama ini. Tidak ada hal aneh yang ia lakukan.
"Iya, pas abis putus ama nenek lampir itu doang sih." Rion mengangguk semangat, masih sangat hangat di kepala Rion bagaimana susahnya Rion mencairkan suasana mencekam waktu itu.
"Diapain kamu sama Runa ampe bisa balik? Mantep juga tu anak." Bangga sekali Gin pada adiknya itu, sakti sekali.
"Ngga diapa-apain." Senyum Harris mengembang lebar, mereka juga tidak melakukan hal yang aneh-aneh, Harris hanya mencuri satu pelukan saja.
"Kamu dikata-katain sama itu nenek lampir ya?" Ujar Gin, menopang dagu dengan wajah yang sepenuhnya menghadap kepada Harris.
Dengan mata membulat sempurna, Harris mengguncang-guncang bahu Gin, "Runa cerita semuanya?"
"Ngga semua sih, Runa cuma bilang kalau kamu dikata-katain doang." Masih menatap Harris, Gin menunggu jawaban pasti dari temannya ini.
Menghela nafas lelah, Harris menatap Gin, Rion, dan juga Souta secara bergantian. "Kalian penasaran banget?"
"Ya!"
"Mau aku ceritain banget?"
"Ya!"
"Tai." Sinis Harris, memutar malas bola matanya dan mulai mengatur posisi. Baru saja akan membuka mulut, Harris menelan kembali kata-katanya, "jangan diperhatiin kek gitu. Aku ngga bisa."
Tanpa banyak protes, tiga pria berbeda warna rambut itu langsung memalingkan wajah dari Harris. Rion yang langsung menyeruput es jeruknya, Gin yang langsung menyuap nasi gorengnya, dan Souta yang langsung bersandar bagai orang mati ke atas pundak Rion.
"Lanjut, brow." Pinta Rion.
"Ya yang kek Runa bilang, dia ngga terima kalau aku suka hal-hal lucu, katanya aku banci. Soalnya cowo ngga seharusnya suka boneka apalagi Dino. Aku juga terlalu cerewet, apa-apa semua aku bilang ke dia, aku manja juga dan dia risih. Dia malu sama temen-temennya gegara sifat aku yang gitu." Jelas Harris, matanya melirik pada tiga temannya yang masih tidak memperhatikan Harris selama ia bercerita.
"Kenapa ngga bilang dari dulu? Biar Mika belah kepalanya." Sinis Rion, masih menyeruput es jeruknya dengan tentram seraya nembiarkan Souta masih bersandar di bahunya.
"Ya udah sih, kalau emang lucu mau digimanain lagi. Ngga ada hubungannya sama jenis kelamin juga kali, dasar tolol." Amuk Souta.
"Alasan doang itu mah, abis kalian putus dia langsung jadian sama anak Sastra Prancis tau. Emang murah aja itu cewek. Najis!" Gin tak kalah emosi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ananda
FanfictionSetelah kisah terakhirnya yang berakhir tidak bagus, Harris menjadi sedikit lebih pendiam dari biasanya. Skinship dan obrolan random yang menjadi hal favorit Harris kini sudah lambat laun ia lupakan. Tapi itu tidak bertahan lama hingga Harris bert...